Papan Buletin Blog Bhima

Bhima's Leaf

Jumat, 24 Desember 2010

Status dan Kecenderungan Keanekaragaman Hayati Dunia



Keanekaragaman Hayati dalam Pasal 2 Konvensi, mengacu pada keanekaragaman organisme hidup, gen yang dikandungnya, dan komunitas dimana mereka berkontribusi. Tujuan Konvensi dalam Pasal 1 meliputi: konservasi keanekaragaman hayati, penggunaan komponen-komponennya secara berkelanjutan, dan pembagian keuntungan dari penggunaan sumber daya genetik secara adil dan merata.
Saat ini terdapat sebanyak sekitar 14 juta spesies di dunia dan hanya sekitar 1,75 juta spesies yang teridentifikasi. Secara umum, pola penyebaran keanekaragaman hayati adalah semakin meningkat ke arah khatulistiwa. Jadi, ekosistem yang paling kaya keanekaragaman hayatinya adalah Hutan Hujan Tropis. Wilayahnya hanya sekitar 7% dari permukaan dunia, namun 90% spesies dunia terdapat di wilayah ini.
Keanekaragaman genetik merupakan variasi yang terdapat pada gen, yaitu unit fungsional hereditas makhluk hidup. Semakin tinggi keanekaragaman genetik spesies, maka semakin fleksibel spesies tersebut dalam menghadapi perubahan lingkungan. Sedangkan rendahnya keanekaragaman genetik, akan berisiko mengalami kepunahan. Penurunan (erosi genetik) dan peningkatan keanekaragaman genetik populasi liar dapat disebabkan oleh kegiatan manusia. Spesies yang mengalami erosi genetik bisa pulih atau malah musnah selamanya. Aktivitas manusia yang meningkatkan keragaman genetik spesies, misalnya seleksi buatan, rekayasa genetik, bioteknologi dan biosafety.
Tingkat keterancaman punah didasarkan pada faktor-faktor: tingkat penurunan, ukuran populasi, wilayah distribusi geografis, dan tingkat populasi dan distribusi fragmentasi. Tingkat kepunahan menurut IUCN Red List system: Extinct, Extinct in the Wild, Critically Endangered, Endangered, Vulnerable, Lower Risk, Data Deficient, dan Not Evaluated. Diketahui sekitar 300-350 vertebrata dan hampir 400 invertebrata punah tiap 400 tahun. Pada berbagai negara di dunia, banyak spesies yang jumlahnya sudah sangat sedikit dan bahkan ada yang sudah punah.
Perusakkan ekosistem laut oleh manusia, misalnya penangkapan liar dan coral bleaching. Perusakkan yang tinggi juga terjadi di ekosistem perairan air tawar. Perusakkan lainnya terjadi pada hutan dan lahan kering. Hutan dan lahan kering dikonversi untuk lahan perkebunan dan pertanian, pembangunan, tempat pariwisata, pemukiman dan perkotaan. Meskipun sebenarnya sulit diganggu keanekaragamannya, nyatanya berbagai fauna dan flora hutan dan lahan kering statusnya telah berubah menjadi langka dan banyak pula diantaranya sudah punah.
Salah satu ancaman terbesar bagi keanekaragaman hayati adalah perubahan iklim. Terutama disebabkan oleh pembakaran bahan bakar fosil dan kehilangan penutup tanah. Perubahan iklim secara langsung dapat mempengaruhi spesies melalui perubahan fenologi (misalnya, berbunga lebih awal pada pohon), perpanjangan musim tumbuh, dan perubahan dalam distribusi (misalnya, pergeseran dalam rentang ketinggian habitat serangga).
Sekarang sejumlah besar negara telah mulai melaksanakan Konvensi dan berbagai pihak telah secara eksplisit mengakui kebutuhan ini karena terpanggil untuk mengembangkan seperangkat indikator untuk keanekaragaman hayati, dan mereka berupaya untuk memperbaiki dan mengharmonisasikan data laporan nasional. Namun, belum memungkinkan untuk pengimplementasiannya secara meluas sesuai dengan yang terkandung dalam CBD karena keterbatasan instrumen dan proses yang terlalu bertele-tele.

Tidak ada komentar:

Pengikut