BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Landasan Teori
Perkecambahan adalah proses pertumbuhan embrio dan komponen-komponen biji yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh secara normal menjadi tanaman baru. Komponen biji adalah struktur lain di dalam biji yang merupakan bagian kecambah, seperti calon akar (radicle), colon daun/batang (plumule) dan sebagainya. Sebelum embrio memulai aktivitasnya, selalu didahului dengan proses fisiologis hormon dan enzim. Dengan demikian, ada dua jenis aktivitas di sini, yaitu aktivitas morfologi dan aktivitas kimiawi. Aktivitas morfologi ditandai dengan pemunculan organ-organ tanaman seperti akar, daun dan batang. Sedangkan aktivitas kimiawi diawali dengan aktivitas hormon dan enzim yang menyebabkan terjadinya perombakan zat cadangan makanan seperti karbohidrat, protein, lemak dan sebagainya. Proses kimiawi berperanan sebagai penyedia energi yang akan digu-nakan dalam proses morfologi, dengan demikian kandungan bahan kimia yang terdapat dalam biji merupakan faktor yang sangat me-nentukan dalam perkecambahan biji. (Anonim, 2009)
Menurut Anonim (2008) perkecambahan (germination) merupakan tahap awal perkembangan suatu tumbuhan, khususnya tumbuhan berbiji.. Perkecambahan diawali dengan penyerapan air dari lingkungan sekitar biji, baik tanah, udara, maupun media lainnya. Perubahan yang teramati adalah membesarnya ukuran biji yang disebut tahap imbibisi (berarti "minum"). Biji menyerap air dari lingkungan sekelilingnya, baik dari tanah maupun udara (dalam bentuk embun atau uap air. Efek yang terjadi adalah membesarnya ukuran biji karena sel-sel embrio membesar) dan biji melunak. Kehadiran air di dalam sel mengaktifkan sejumlah enzim perkecambahan awal. Fitohormon asam absisat menurun kadarnya, sementara giberelin meningkat
Gambar. Proses Perkecambahan
Anonim (2009) juga menambahkan bahwa perkecambahan biji ditentukan oleh faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam yang dikontrol oleh genetik tanaman menentukan mudah tidaknya atau cepat lambatnya perkecambahan. Faktor luar yang berpengaruh terhadap perkecambahan antara lain temperatur, kelembapan dan sinar matahari. Sedangkan yang termasuk faktor dalam adalah persediaan cadangan makanan dan kandungan hormon dalam biji
Hormon tumbuhan merupakan bagian dari proses regulasi genetik dan berfungsi sebagai prekursor. Hormon tanaman atau fitohormon adalah senyawa-senyawa organik tanaman yang dalam konsentrasi rendah mempengaruhi proses-proses fisiologis. Proses-proses fisiologis terutama mengenai proses pertumbuhan, diferensiasi dan perkembangan tanaman. Rangsangan lingkungan memicu terbentuknya hormon tumbuhan Hormon tumbuhan (phytohormones)secara fisiologi adalah penyampai pesan antar sel yang dibutuhkan untuk mengontrol seluruh daur hidup tumbuhan, diantaranya perkecambahan, perakaran, pertumbuhan, pembungaan dan pembuahan. Sebagai tambahan, hormon tumbuhan dihasilkan sebagai respon terhadap berbagai faktor lingkungan kelebihan nutrisi, kondisi kekeringan, cahaya, suhu dan stress baik secara kimia maupun fisik. Oleh karena itu ketersediaan hormon sangat dipengaruhi oleh musim dan lingkungan.
Pada umumnya, hormon mengontrol pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan, dengan mempengaruhi pembelahan sel, perpanjangan sel, dan differensiasi sel. Beberapa hormon, juga menengahi respon fisiologis berjangka pendek daritumbuhan terhadap stimulus lingkungan. Setiap hormon, mempunyai efek ganda; tergantung pada tempat kegiatannya, konsentrasinya, dan stadia perkembangantumbuhannya.
Suatu hormon, dapat berperan dengan mengubah ekspresi gen, dengan mempengaruhi aktivitas enzim yang ada, atau dengan mengubah sifat membran. Beberapa peranan ini, dapat mengalihkan metabolisme dan pekembangan sel yang tanggap terhadap sejumlah kecil molekul hormon.
Menurut Rachmatullah (2009) fungsi hormon bagi tanaman yaitu mengatur pertumbuhan. Tanaman dapat tumbuh dengan cepat karena ketersediaan hara dan air yang cukup serta asupan hormon dari luar yang optimum. Anonim (2009) juga menjelaskan bahwa fungsi utama hormon adalah memberikan kemampuan dinding sel untuk mengembang sehingga sifatnya menjadi elastis. Elastisi-tas dinding sel memungkinkan dinding tersebut bersifat permeabel. Hal ini akan mempermudah imbibisi air dari luar ke dalam biji. Daerah sel yang mengalami pengembangan ada di pusat-pusat ti¬tik tumbuh atau dikatakan daerah meristematik. Tempat diproduk-sinya hormon tumbuh sel di dalam endosperma atau kotiledon.
Secara alamiah hormon dibentuk dalam tubuh tanaman. Kerja hormon tidak pada tempat dimana hormon itu diproduksi. Sebagai contoh auksin, hormon ini di bentuk di pucuk batang dan bekerja di akar sebagai zat pengatur perakaran. Hormon-hormon dari tanaman berada pada bagian-bagian tanaman. Hormon auksin banyak tersedia pada kecambah (toge), hormon sitokinin banyak tersedia pada hati ikan dan air kelapa dan hormon giberelin banyak tersedia di biji jagung. Banyak hormon-hormon kimiawi yang berkembang di pasaran. Tentu sudah bukan rahasia lagi kalau yang kimiawi menyimpan ketidaktenangan akan bahayanya. Oleh karena itu cukup bijak bila penggunaan hormon tanaman organik mulai menggantinya (Rachmatullah,2009).
Menurut Soeprapto (1992) pada kecambah kacang hijau (Touge) komponen air merupakan bagian yang terbesar dibandingkan dengan komponen lainnya. Gula kacang hijau didapatkan dalam bentuk sukrosa, fruktosa, dan glukosa. Asam amino esensial yang terkandung dalam protein kacang hijau antara lain triptofan 1,35 %, treonin 4,50 %, fenilalanin 7,07 %, metionin 0,84 %, lisin 7,94 %, leusin 12,90 %, isoleusin 6,95 %, valin 6,25 %. Menurut Thimann (1935) dalam Rismunandar (1992), triptofan merupakan bahan baku sintesis IAA.
Taoge merupakan kecambah yang berasal dari biji-bijian, seperti kacang hijau, yang memiliki bagian putih dengan panjang hingga tiga sentimeter. Kacang hijau termasuk dalam famili Leguminoceae, sub famili Papilonaceae.Bentuk kecambah diperolah setelah biji diproses selama beberapa hari. taoge mengandung banyak sekali senyawa fitokimiawi yang sangat berkhasiat. Salah satunya adalah kanavanin (canavanine), jenis asam amino bahan penyusun arginin yang paling banyak tersimpan dalam taoge alfafa.
Seledri merupakan tanaman setahun atau dua tahun yang berbentuk semak atau rumput. Susunan tubuh tanaman seledri terdiri atas daun, tangkai daun, batang dan akar. Daun seledri bersifat majemuk, menyirip ganjil dengan anak daun 3 – 7 helai. Tepi daun pada umumnya beringgit dengan pangkal maupun ujungnya runcing. Tulang-tilang daun menyirip dengan ukuran panjang 2 – 7,5 cm dan lebarnya 2-5 cm. Tangkai daun tumbuh tegak keatas atau kepinggir batang, panjangnya sekitar 5 cm, berwarna hijau atau hi8jau keputih-putihan. Batang seledri amat pendek, sehingga seolah-olah tidak kelihatan. Sistem perakaran menyebar kesemua arah pada kedalaman 30 - 40 cm (Rukmana, 1995).
Menurut Rukmana (1995) perkecambahan benih seledri menghendaki keadaan temperatur minimum 9o C dan maksimum 20o C. Sementara untuk pertumbuhan dan menghasilkan produksi yang tinggi menghendaki temperatur sekitar 15o – 18o C serta maksimum 24o C. Ashari, (1995) juga mengemukakan bahwa tanaman ini lebih senang tumbuh ditempat yang teduh (ternaungi). Sedangkan menurut Haryoto (2009), suhu udara yang ideal untuk tanaman seledri berkisar antara 15 – 24o C. Namun pada saat berkecambah, benih seledri menghendaki suhu yang agak rendah, sekitar 10-1.
1.2.Waktu dan Tempat Percobaan
Praktikum ini dilaksanakan selama 10 hari yakni dari tanggal 30 Juli sampai 8 Agustus 2010 di Jl. Kemajuan Puri (Per. Puri Masurai I), Blok H No.7 Mendalo Darat, Kec. Jaluko, Kab. Muaro Jambi.
1.3. Alat Dan Bahan
Alat
· Gelas aqua
· Blender
· Baskom
· Sendok
· Gelas ukur
· Saringan
Bahan
· Biji seledri
· Touge
· Air
· Tanah
1.4. Prosedur Kerja
Prosedur kerja yang dilakukan dalam praktikum ini adalah:
· Touge dibersihkan, kemudian diblender dengan sedikit air.
· Setelah diblender, kemudian disaring dengan saringan dan hasil saringan inilah disebut dengan ekstrak touge.
· Ekstrak touge dibuat menjadi beberapa konsentrasi yakni 100% (hasil saringan yang belum ditambah dengan air), 75%, 50%, dan 25%. konsentrasi dicari dengan menggunakan rumus V1M1 = V2M2.
· Pemberian perlakuan dilakukan dengan cara merendam biji seledri dalam berbagai konsentrasi ekstrak touge selama 24 jam. Konsentrasi yang digunakan sebagai perlakuan yaitu:
T1= konsentrasi 100%,
T2= konsentrasi 75%,
T3= konsentrasi 50%,
T4= konsentrasi 25% dan
T0= kontrol (tanpa pemberian ekstrak touge)
· Gelas aqua dibersihkan, dan tanah yang telah disediakan dimasukkan kedalam gelas aqua dengan takaran yang sama untuk setiap gelas aqua.
· Biji seledri yang telah direndam selama 24 jam disebarkan dipermukaan tanah yang ada dalam gelas aqua dan dibiarkan berkecambah selama 10 hari.
· Gelas aqua disusun berdasarkan rancangan percobaan yang telah dibuat. rancangan yang digunakan yaitu rancangan acak lengkap.
· Untuk memenuhi kebutuhan air, maka kecambah disiram 2 kali sehari yakni pagi dan sore.
· Pengamatan dilakukan setiap hari, ini dilakukan untuk mengambil data pada parameter kecepatan tumbuh kecambah (hari), sedangkan untuk parameter panjang batang dan akar kecambah, data diambil diakhir pengamatan.
· Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan uji analisis sidik ragam (ANOVA), dan kemudian dilanjutkan dengan uji lanjutan yaitu uji Duncan Multiple Range Test pada taraf signifikasi 5 %.
BAB II
HASIL DAN PEMBAHASAN
2.1. Hasil Pengamatan
a. Kecepatan tumbuh kecambah (hari)
Perlakuan | Waktu tumbuh (rata-rata) | Notasi |
Kontrol | 9 | a |
Ekst.Touge 100 % | 8,6 | a |
Ekst.Touge 75 % | 5,8 | b |
Ekst.Touge 50 % | 8 | a |
Ekst.Touge 25 % | 8 | a |
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada uji DNMRT dengan taraf signifikasi 5 %
Hasil analisis sidik ragam (anova) menunjukkan bahwa ekstrak touge kacang hijau memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kecepatan tumbuh kecambah seledri, Fhitung (5,89) > F tabel (3,01) pada taraf signifikasi 5%. Hasil analisis sidik ragamnya dapat dilihat di lampiran. Pada analisis sidik ragam menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang berbeda nyata, maka dilanjutkan dengan uji lanjutan dengan menggunakan uji DNMRT.
b. Panjang hipokotil (cm)
Perlakuan | Panjang hipokotil (rata-rata) | notasi |
Kontrol | 1,8 | a |
Ekst.Touge 100 % | 2,2 | a |
Ekst.Touge 75 % | 3,9 | b |
Ekst.Touge 50 % | 2,28 | a |
Ekst.Touge 25 % | 2,16 | a |
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada uji DNMRT dengan taraf signifikasi 5 %
Hasil analisis sidik ragam (anova) menunjukkan bahwa ekstrak touge kacang hijau memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap panjang hipokotil kecambah seledri, F hitung (3,96) > F tabel (3,01) pada taraf signifikasi 5%. Hasil analisis sidik ragamnya dapat dilihat di lampiran. Pada analisis sidik ragam menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang berbeda nyata, maka dilanjutkan dengan uji lanjutan dengan menggunakan uji DNMRT.
c. Panjang akar kecambah (cm)
Perlakuan | Panjang akar kecambah (rata-rata) | notasi |
Kontrol | 0,62 | a |
Ekst.Touge 100 % | 0,5 | a |
Ekst.Touge 75 % | 0,84 | a |
Ekst.Touge 50 % | 0,56 | a |
Ekst.Touge 25 % | 0,58 | a |
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada uji DNMRT dengan taraf signifikasi 5 %
Hasil analisis sidik ragam (anova) menunjukkan bahwa ekstrak touge kacang hijau tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap panjang akar kecambah seledri, F hitung (1,53)< F tabel (3,01) pada taraf signifikasi 5%. Hasil analisis sidik ragamnya dapat dilihat di lampiran. Pada analisis sidik ragam menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang berbeda nyata, maka dilanjutkan dengan uji lanjutan dengan menggunakan uji DNMRT.
2.2. Pembahasan
Aktivitas yang berlangsung dalam proses perkecambahan secara ringkas dijelaskan oleh Anonim (2009) bahwa sebelum embrio memulai aktivitasnya, selalu didahului dengan proses fisiologis hormon dan enzim. Dengan demikian, ada dua jenis aktivitas di sini, yaitu aktivitas morfologi dan aktivitas kimiawi. Aktivitas morfologi ditandai dengan pemunculan organ-organ tanaman seperti akar, daun dan batang. Sedangkan aktivitas kimiawi diawali dengan aktivitas hormon dan enzim yang menyebabkan terjadinya perombakan zat cadangan makanan seperti karbohidrat, protein, lemak dan sebagainya. Proses kimiawi berperanan sebagai penyedia energi yang akan digunakan dalam proses morfologi, dengan demikian kandungan bahan kimia yang terdapat dalam biji merupakan faktor yang sangat menentukan dalam perkecambahan biji.
Menurut Soeprapto, (1992) dalam touge kacang hijau terdapat asam amino esensial yang terkandung antara lain triptofan 1,35 %, treonin 4,50 %, fenilalanin 7,07 %, metionin 0,84 %, lisin 7,94 %, leusin 12,90 %, isoleusin 6,95 %, valin 6,25 % . Tryptophan adalah zat organik terpenting dalam proses biosintesis IAA (auksin) (Thimann, 1935 dalam Abidin, 1990).
Asam-asam amino tersebut merupakan bahan dasar untuk pembentukan hormon tumbuhan. Sehingga konsentrasi ekstrak taoge yang berbeda memberikan pengaruh yang berbeda pada parameter dalam praktikum ini.
Berdasarkan hasil analisis statistik yang dilakukan, secara umum dapat dilihat bahwa Hasil percobaan secara keseluruhan pada perlakuan konsentrasi ekstrak taoge 75 % (T2) memiliki hasil yang paling baik untuk semua parameter
Pada lampiran 1.1 dapat dilihat bahwa perendaman biji seledri dengan menggunakan ekstrak touge pada berbagai konsentrasi memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kecepatan tumbuh kecambah seledri. Biji seledri yang direndam dengan konsentrasi ekstrak touge 75% (T2) lebih cepat tumbuh bila dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Biji seledri yang direndam dengan konsentrasi ekstrak touge 75% (T2) tumbuh pada hari ke 4, dan rata-ratanya tumbuh pada hari ke 5,8. Ini berbeda dengan perlakuan-perlakuan yang lain, yang rata-ratanya tumbuh pada hari ke 8. Hal ini kemungkinan disebabkan bahwa pada konsentrasi 75% adalah konsentrasi yang optimum dalam perkecambahan biji seledri. Selain itu, kandungan nutrisi maupun senyawa-senyawa organik yang merupakan bahan untuk sintesis hormon tumbuhan lebih banyak terkandung dalam konsentrasi ini dibandingkan dengan konsentrasi 50 % dan 20 %. Sedangkan jika dibandingkan dengan konsentrasi 100%, ekstrak touge 75% ini lebih mudah diserap biji dalam proses imbibisi, karena sudah terlarut dalam air dan lebih encer dibandingkan konsentrasi 100%.
T0 T1 T2
T3 T4
Gambar. Perkecambahan seledri pada berbagai konsentrasi ekstrak touge, T0: control, T1: konsentrasi 100%, T2: konsentrasi 75%, T3: konsentrasi 50%, T4: 25%.
Pada perlakuan T1 (konsentrasi 100%) terlihat ekstrak lebih pekat dibandingkan perlakuan yang lain. Hal ini disebabkan karena tingginya konsentrasi touge kacang hijau yang diberikan sehingga menyebabkan kandungan air menjadi lebih sedikit sedangkan dalam proses perkecambahan, air berfungsi sebagai pelunak kulit biji, melarutkan cadangan makanan, sarana transportasi makanan terlarut dan hormon ke titik tumbuh, serta bersama dengan hormon mengatur elongasi dan pengembangan sel (Anonim,2009). Padahal tanaman yang sedang berkecambah atau aktif tumbuh membutuhkan lebih banyak air. Tanaman yang sedang aktif tumbuh, sel-selnya sedang aktif membelah diri, untuk pertumbuhan dan perkembangan sel, dibutuhkan air untuk mengisi sel-sel yang baru tersebut.
Dari hasil percobaan ini dapat dilihat bahwa proses perkecambahan dipengaruhi oleh banyak factor, diantaranya asupan hormon dan air. Fungsi utama hormon dalam perkecambahan adalah memberikan kemampuan dinding sel untuk mengembang sehingga sifatnya menjadi elastis. Elastisi-tas dinding sel memungkinkan dinding tersebut bersifat permeabel. Hal ini akan mempermudah imbibisi air dari luar ke dalam biji. Daerah sel yang mengalami pengembangan ada di pusat-pusat titik tumbuh atau dikatakan daerah meristematik. Tempat diproduk-sinya hormon tumbuh sel di dalam endosperma atau kotiledon (Anonim,2009).
Fungsi utama hormon adalah memberikan kemampuan dinding sel untuk mengembang sehingga sifatnya menjadi elastis. Elastisitas dinding sel memungkinkan dinding tersebut bersifat permeabel. Hal ini akan mempermudah imbibisi air dari luar ke dalam biji. Daerah sel yang mengalami pengembangan ada di pusat-pusat titik tumbuh atau dikatakan daerah meristematik. Tempat diproduk-sinya hormon tumbuh sel di dalam endosperma atau kotiledon
Menurut Sriyanti dan Wijayani (1994), pengaruh auksin terhadap perkembangan sel menunjukkan adanya indikasi bahwa auksin dapat menaikkan tekanan osmotik, meningkatkan sintesa protein, meningkatkan permeabilitas sel terhadap air, dan melunakkan dinding sel yang diikuti menurunnya tekanan dinding sel sehingga air dapat masuk ke dalam sel yang disertai dengan kenaikkan volume sel. Dengan adanya sintesa protein maka dapat digunakan sebagai sumber energi dalam pertumbuhan. Pada konsentrasi rendah (sesuai kebutuhan tanaman), auksin dapat merangsang pertumbuhan akar, sedangkan pada konsentrasi tinggi, justru akan menghambat laju pemanjangan koleoptil (ujung akar) dan batang. Hal ini disebabkan mulai hilangnya tekanan turgor pada dinding sel (Sriyanti, 2000).
Untuk parameter panjang hipokotil kecambah seledri hasil analisis statistikanya dapat dilihat pada lampiran 2.2. Dari lampiran tersebut dapat dilihat bahwa ekstrak touge juga memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap panjang hipokotil kecambah. Konsentrasi yang terbaik adalah konsentrasi 75%. Pada konsentrasi ini rata-rata panjang hipokotil mencapai 3,9 cm, sedangkan konsentrasi lain pada umumnya rata-rata panjang hipokotil adalah 2 cm. hal yang sama juga didapat pada penelitian Amillah, dkk (2006) pada perkecambahan biji anggrek, konsentrasi ekstrak touge memberikan pengaruh yang berbeda terhadap tinggi tanaman atau panjang kecambah anggrek.
Gambar. Pertumbuhan kecambah seledri
Pada parameter panjang akar kecambah seledri, dari hasil analisis statistika diketahui bahwa perendaman dengan ekstrak touge pada beberapa konsentrasi tidak memberikan pengaruh yang berbeda terhadap panjang akar kecambah. Hasil analisis statistika ini dapat dilihat pada lampiran 2.3, karena hasil uji sidik ragam menunjukkan tidak ada perbedaan perngaruh dari beberapa perlakuan yang diperlakukan maka tidak dilanjutkan dengan uji lanjutan.
BAB III
KESIMPULAN
Dari hasil percobaan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa:
- Perendaman dengan berbagai konsentrasi ekstrak touge kacang hijau memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada kecepatan waktu tumbuh kecambah seledri dan panjang hipokotil kecambah, namun tidak memberikan pengaruh yang berbeda terhadap panjang akar kecambah seledri.
- Perlakuan konsentrasi 75% memberikan pengaruh yang terbaik terhadap kecepatan waktu tumbuh dan panjang hipokotil kecambah seledri.
- Touge kacang hijau mengandung asam amino esensial yang merupakan sebagai bahan dasar dalam pembentukan hormon tumbuhan. Asam amino yang terkandung antara lain triptofan 1,35 %, treonin 4,50 %, fenilalanin 7,07 %, metionin 0,84 %, lisin 7,94 %, leusin 12,90 %, isoleusin 6,95 %, valin 6,25 %.
Daftar Rujukan
Abidin, Z. 1990. Dasar-dasar Pengetahuan Tentang ZPT. Penerbit Angkasa. Bandung.
Amilah. 2006. Pengaruh Konsentrasi Ekstrak Taoge dan Kacang Hijau
Pada Media Vacin and Went (vw) Terhadap Pertumbuhan Kecambah Anggrek Bulan ( Phalaenopsis amabilis, L). Buletin Penelitian.
Anonym. 2008. perkecambahan. Diakses tanggal 7 agustus 2010. http://id.wikipedia.org/wiki/Perkecambahan.
Anonim. 2009. Faktor - Faktor Yang Berpengaruh terhadap Perkecambahan Benih Pepaya. Diakses tanggal 7 agustus 2010. http://www.arek-agrotek.co.cc/2009/11/faktor-faktor-yang-berpengaruh-terhadap.html
Ashari, S. 1995. Holtikultura Aspek Budaya. Jakarta: UIP..
Hardjowigeno, S. 1995. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo. Jakarta.
Permadi, I. 2004. Pengaruh Tingkat EC (Electric Conductivity) Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Empat Varietas Sawi (Brassica juncea L.) pada Sistem Hidroponik. Skripsi. Fakultas Managemen Agribisnis,Universitas Mercu Buana. Jakarta.
Rachmatullah. 2009. Cara Membuat Hormon Tanaman Organik. Diakses tanggal 7 agustus 2010. http://horteens.wordpress.com/2009/07/31/cara-membuat-hormon-tanaman-organik/
Rismunandar. 1992. Hormon Tanaman dan Ternak. Penebar Swadaya. Jakarta.
Rukmana, R. 1995. Bertanam Seledri. Jakarta: Kanisius.
Soeprapto, H. S. 1992. Bertanam Kacang Hijau. Penebar Swadaya. Jakarta.
Sriyanti, D. H. 2000. Pembibitan Anggrek dalam Botol. Kanisius.Yogyakarta.
Sriyanti, D. H. dan A, Wijayani. 1994. Teknik Kultur Jaringan “Pengenalan dan Petunjuk Perbanyakan Tanaman Secara Vegetatif Modern”. Kanisius.Yogyakarta.
Usfie, L. H. 1999. Penggunaan Ekstrak Taoge, Sorgum dan Kayu Karet Untuk Produksi Massa miselium Jamur Champignon (Agaricus bisporus). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
1 komentar:
suka cn blue jg ya? trims informasinya :D
Posting Komentar