PENUNTUN PRAKTIKUM EKOLOGI UMUM
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
UNIVERSITAS JAMBI
I. EKOSISTEM DARATAN
1. DASAR TEORI
Ekosistem merupakan suatu sistem di alam di mana di dalamnya terjadi hubungan timbal balik antara organisme dengan organisme lainnya, juga dengan keadaan lingkungannya. Ekosistem sifatnya tidak tergantung kepada ukurannya tetapi lebih ditekankan kepada kelengkapan komponen penyusunnya. Bedasarkan pada komponen penyusunnya, ekosistem dibedakan menjadi ekosistem lengkap dan tidak lengkap.
Ekosistem lengkap terdiri atas komponen-komponen sebagai berikut:
Contoh ekosistem yang paling lengkap adalah biosfer. Bila salah satu komponen ekosistem tersebut tidak lengkap maka ekosistem tersebut disebut dengan ekosistem tidak lengkap.
Berdasarkan sistem energi, ekosistem dibedakan ekosistem tertutup dan ekosistem terbuka. Ekosistem terbuka, jika terdapat masukan energi ke dalam ekosistem tersebut, sebaliknya dalam ekosistem tertutup masukan energi ini tidak ada. Berdasarkan kepada habitatnya ekosistem dibedakan menjadi ekosistem daratan (terestrial) dan ekosistem perairan (akuatik). Sebagai contoh ekosistem daratan adalah hutan, padang rumput, semak belukar, ekosistem tegalan dan sebagainya. Sedangkan ekosistem perarairan perairan dibedakan ekosistem perairan tawar dan asin. Sebagai contoh ekosistem perairan tawar adalah ekosistem danau, kolam, sungai dan perairan asin adalah lautan.
2. TUJUAN PRAKTIKUM
Untuk mengenal komponen-komponen yang terdapat di dalam ekosistem dan kedudukannya dalam ekosistem tersebut.
3. BAHAN DAN ALAT
- Ekosistem daratan dan perairan yang diamati (hutan, padang rumput, belukar dan kolam).
- Petunjuk pengenalan taksonomi jenis tumbuhan dan hewan
- Alat untuk koleksi tumbuhan (sasak) dan hewan
- Penyaring
4. PROSEDUR KERJA
- Tentukan ekosistem daratan yang akan diamati
- Lakukan inventarisasi mengenai komponen biotik dan abiotik yang terdapat di dalamnya
- Tentukan berdasarkan kelengkapan komponen ekosistem peranan dari individu-individu yang teramati dalam ekosistem tersebut.
- Buatlah diagram yang menghubungkan komponen-komponen dalam ekosistem tersebut serta daur energi yang ada di dalamnya.
II. EKOSISTEM PERAIRAN
1. DASAR TEORI
Keberadaan komunitas biotik selalu dalam keseimbangan dengan lingkungannya. Lingkungan dapat diartikan sebagai semua benda dan kondisi sekeliling organisme yang langsung atau tidak langsung dapat mempengaruhi kehidupan dan perkembangan organima serta populasinya. Ekosistem merupakan sesuatu sistem yang kompleks dimana habitat, tumbuhan dan hewan sebagai suatu unit dan sisi lain materi dan energi masuk dan keluar sistem. Ekosistem adalah satuan fungsional untuk studi-studi ekologis. Perlu diingat bahwa satu ekosistem saling berhubungan dengan ekosistem lainnya, misalnya sungai dengan laut, kayu mati (busuk) merupakan bagian dari ekosistem hutan.
Komponen-komponen ekosistem menurut Odum (1994) ada empat komponen dasar yaitu:
a. Benda-benda mati (komponen abiotik)
b. Produsen, terutama tumbuhan hijau
c. Konsumen, kebanyakan hewan
d. Dekomposer, terutama bakteri, jamur dan mikro organisme.
Air merupakan komponen ekosistem perairan dan pengetahuan tentang kuantitas serta kualitas air merupakan salah satu dasar mempelajari suatu ekositem. Potensi air ditentukan oleh jumlah air yang dihasilkan atau dimiliki oleh ekosistem perairan tersebut. Sedangkan kualitas air ditentukan oleh faktor fisik, faktor kimia, dan faktor biologi dari perairan tersebut. Faktor fisik meliputi: temperatur, intensitas cahaya, warna air, benda-benda yang ada di dalamnya. Faktor-faktor kimia meliputi keasaman air (pH), O2 dan CO2 terlarut, kandungan bahan-bahan anorganik dan organik. Faktor biologis mengenai kandungan jumlah bakteri atau mikroorganisme yang bersifat toksik.
2. TUJUAN PRAKTIKUM
Mempelajari faktor lingkungan atau komponen abiotik pada suatu ekosistem kolam (perairan).
3. BAHAN DAN ALAT
1. H2SO4 pekat | 7. pH stick |
2. KJ | 8. Buret |
3. Na2S2O3 | 9. Pipet tetes |
4. Aquadest | 10. Gelas ukur |
5. Erlenmeyer 250 cc | 11. Termometer |
6. Pipet berskala 10 cc | 12. Statip dan klem |
4. PROSEDUR KERJA
a. Pengukuran Temperatur Air
Dilakukan dengan cara mencelupkan termometer ke dalam air selama satu menit (pengukuran pada tiga bagian yaitu bagian permukaan, tengah dan dasar perairan), besarnya temperatur dapat dibaca pada bagian yang berskala dari termometer.
b. Pengukuran Derajad Keasaman (pH)
Celupkan pH stick ke dalam air, kemudian diangkat dan lihatlah perubahan warna kertas tersebut (kertas pH), lalu cocokkan dengan standar pH stick.
c. Pengukuran Turbiditas
Amati keadaan warna pada air tersebut, keruh atau jernih
d. Pengukuran DO Dengan Metode Winkler
Mengambil sampel air sebanyak 40 cc kedalam erlenmeyer 125 cc kemudian tambahkan 8 tetes MnSO4 dan 9 tetes KOH-KJ, kemudian erlenmeyer digojlok-gojlok sampai terbentuk gumpalan-gumpalan warna kuning kecolatan. Kemudaian ke dalam sampel ditambahkan 0,5 cc H2SO4 pekat yang mengakibatkan semua gumpalan terlarut, kemudian tambahkan air sampel kembali sampai volume mencapai 50 cc. Erlenmeyer digoyang-goyangkan dan sampel didiamkan selama 15 menit. Kemudian sampel dititrasi dengan Na2S2O3 (natrium tiosulfat) sampai terbentuk warna kuning pucat, kemudian tambahkan indikator amilum 8 tetes hingga larutan berubah menjadi warna biru. Titrasi dilanjutkan sampai larutan berubah dari warna biru menjadi tidak berwarna. Hitung banyaknya titran dari awal dan tentukan kada DO (Disolved Oxygen) dengan rumus sebagai berikut:
DO = Titran x 0,05 ppm (jika skala buret 80 ml)
Titran x 0,04 ppm (jika skala buret 100 ml)
e. Pengukuran CO2 Terlarut
Pengukuran CO2 terlarut menggunakan dasar metode alkalimetri. Air sampel diambil sebatas tanda (20 ml) yang tertera pada tabung, kemudian ditambahkan indikator pp sebanyak 3 tetes, titrasi air sampel tersebut dengan larutan NaOH standar sambil digoyang-goyangkan sampai warna larutan berubah menjadi merah jambu yang konstan. Catat titran yang keluar, kadar CO2 terlarut dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
CO2 = Titran x 0,05 ppm (jika skala buret 100 ml)
Titran x 0,04 ppm (jika skala buret 80 ml)
III. SIMULASI ESTIMASI POPULASI HEWAN
1. DASAR TEORI
Sifat dasar dan yang paling khas dari populasi yang menyebabkan orang ingin dan tertarik untuk mengkaji populasi adalah ukuran populasi atau kerapatan populasi. Dalam penelitian ekologi, seringkali seseorang perlu mendapatkan informasi besarnya populasi mahluk hidup di habitatnya baik di laboraturium, di lapangan dan lapangan seperti hutan, pantai, rawa, sungai maupun lautan. Jadi pertanyaan pertama yang harus dijawab adalah berapa kerapan populasi yaitu cacah individu di dalam satuan luas atau volume tertentu.
Metode yang paling akurat untuk mengetahui kerapatan populasi adalah dengan cara menghitung seluruh individu mahluk hidup yang dimaksud (sensus), anmun situasi alam atau lokasi penelitian sering tidak memungkinkan pelaksanaan hal tersebut, terutama pada perhitungan hewan liar misalnya burung atau rusa. Mungkin sebagain medan habitat tidak dapat atau sukar dicapai, atau beberapa individu sangat sulit untuk dijumpai secara langsung. Selain itu pergerakan hewan dari dan kearah lokasi sensus menyebabkan tidak akuratnya perhitungan.
Perhitungan populasi baik untuk hewan maupun tumbuhan dapat dilaksanakan dengan dua cara yaitu secara langsung dan tidak langsung. Secara tidak langsung yaitu dengan perkiraan besarnya populasi sedemikian rupa sesuai dengan sifat hewan atau tumbuhan yang akan dihitung. Misalnya untuk sampling populasi rumput di padang rumput dapat digunakan metode kuadrat rumput, untuk hewan-hewan besar dapat dilakukan dengan metode track count atau fecal count, sedangkan untuk hewan yang relatif mudah ditangkap misalnya tikus, belalang atau burung dapat diperkirakan populasinya dengan metode capture mark release recapture (CMMR).
Penggunaan metode CMRR pada populasi ikan diuji dengan meneliti sisiknya, atau dengan meneliti otolith atau mengenai lensa mata. Pada hewan jenis lain dapat diuji dengan penelitian umur meliputi penelitian tentang gigi-geligi, atau mugkin metode catch-perunit-effort. Perlu diingat harus dipehitungkan adanya kesalahan baik sejak perencanaan maupun sampai pelaksanaan dan juga analisisnya serta interprestasinya. Pengaruh luas medan penelitian dan unit pengambilan sampel, letak stasiun pengambilan sampel, jenis alat sampling dan waktu sampling semuanya perlu dimasukkan dalam analisis, demikian pula pengaruh faktor lingkungan.
Metode CMMR secara sederhana adalah menangkap hewan, menandai, melepaskan dan menangkap kembali. Kadang-kadang ada beberapa hewan yang bersifat suka ditangkap (trap happy) atau susah ditangkap (trap shy). Southwood (1971) menyatakan bahwa penerapan metode CMRR dengan asumsi-asumsi:
a. Hewan yang ditandai tidak terpengaruh oleh tanda dan tanda tidak mudah hilang
b. Hewan yang ditandai harus tercampur secara homogen dalam populasi
c. Populasi harus dalam sistem tertutpup (tidak ada migrasi atau migrasi dapat dihitung)
d. Tidak ada kelahiran atau kematian selama periode sampling
e. Hewan yang ditangkap sekali atau lebih, tidak mempengaruhi hasil sampling selanjutnya
f. Populasi disampling secara random dengan asumsi semua kelompok umur dan jenis kelamin dapat ditangkap serta semua individu mempunyai kemampuan yang sama untuk ditangkap
g. Sampling dilakukan dengan interval waktu yang tetap.
Rumus dasar yang digunakan untuk penghitungan adalah Rumus Petersen yaitu:
Untuk menghitung kesalahan (error) metode CMMR dapat dilakukan dengan cara menghitung kesalahan baku (standar erornya) dengan rumus:
Setelah ditentukan standar errornya, kemudian ditentukan selang kepercayaannya dengan rumus:
Dengan catatan:
t | = | (df,ά), lihat tabel distribusi t dengan df = ∞, dan ά adalah tingkat signifikasi |
N | = | Cacah hewan di alam/dalam populasi |
M | = | cacah hewan yang tertangkap pada pengakapan pertama dan ditandai |
n | = | cacah hewan yang tertangkap pada penangkapan kedua, terdiri atas hewan yang tidak bertanda dan hewan yang bertanda hasil penangkapan kedua |
R | = | Cacah hewan yang bertanda dari penangkapan pertama yang tertangkap kembali pada penangkapan kedua. |
Untuk memperbaiki keakuratan metode Peterson (karena sampel yang diambil relatif kecil), dapat digunakan metode Scnhnabel. Metode Schanabel selain membutuhkan asumsi yang sama dengan metode Petersen, juga ditambahkan dengan asumsi bahwa ukuran populasi harus konstan pada periode sampling yang berikutnya. Pada metode ini, penangkapan, penandaan dan pelepasan kembali hewan dilakukan lebih dari 2 kali. Untuk setiap periode sampling, semua hewan yang belum bertanda diberi tanda dan dilepaskan kembali.
Dengan cara ini besarnya populasi dapat diduga dengan rumus:
Karena pengambilan sampel dengan cara diatas dilakukan berulang kali, maka hal ini akan mengurangi kesalahan sampling. Kesalahan baku (SE) metode ini dihitung dengan rumus:
Setelah ditentukan standar errornya, kemudian ditentukan selang kepercayaannya dengan rumus:
Dengan catatan:
t | = | (df,ά), lihat tabel distribusi t dengan df = ∞, dan ά adalah tingkat signifikasi |
k | = | Jumlah periode sampling |
N | = | cacah hewan di alam/dalam populasi |
Mi | = | Jumlah total hewan yang tertangkap pada periode ke-i ditambah periode sebelumnya/jumlah total hewan yang bertanda |
ni | = | Jumlah hewan yang tertangkap pada periode ke-i |
Ri | = | Jumlah hewan yang tertangkap kembali pada periode ke-i |
2. TUJUAN PRAKTIKUM
Menerapkan metode Capture – Mark – Release – Recapture untuk memperkirakan besarnya populasi simulan (objek simulasi) dan membandingkan hasil estimasi dari 2 rumus yaitu rumus Petersen dan Schnabel.
3. ALAT DAN BAHAN
Dua buah stoples yang masing-masing berisi dua macam warna kacang koro (diusahakan besar butirannya sama) dengan jumlah tertentu.
4. PROSEDUR KERJA
Apabila akan menghitung populasi kacang koro merah, maka dikerjakan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Diambil segenggam kacang koro merah yang ada di dalam toples, dihitung jumlahnya (ni) kemudian menggantikan jumlah kacang koro merah tersebut dengan kacang koro warna lain dan dimasukkan kedalam toples yang berisi kacang koro merah tadi. Cara ini bertujuan untuk menandai hewan.
b. Kemudian isi stoples dikocok dengan konstan agar kacang koro tercampur secara homogen.
c. Mengambil cuplikan yang kedua dengan cara yang sama, apabila terdapat sejumlah kacang koro yang berwarna lain, maka dicatat sebagai (Ri).
d. Lakukan cuplikan berikutnya sampai sepuluh kali’
e. Dengan demikian estimasi populasi untuk kacang koro merah dapat dihitung dengan kedua rumus Petersen dan Schnabel.
f. Apabila ingin menghitung kacang koro warna yang lain, caranya sama seperti di atas hanya stoples yang diambil kacang koronya yang pertama adalah yang berisi kacang koro dengan warna yang lain tersebut dan cuplikan dilakukan sebanyak sepuluh kali.
g. Setelah selesai mengestimasi populasi, selanjutnya kedua macam kacang koroter tadi dihitung jumlahnya secara langsung.
h. Isikan angka-angka yang didapat ke dalam tabel lembaran kerja yang tersedia.
Catatan:
Contoh cara pengisian daftar lembaran kerja simulasi populasi dengan menggunakan metode CMMR:
k | ni | Ri | ∑ hewan bertanda | Mi | (ni. mi) |
1 | 40 | - | 40 | - | |
2 | 44 | 9 | 35 | 40 | 1760 |
3 | 38 | 14 | 24 | 75 | 2850 |
4 | 46 | 24 | 22 | 99 | 4554 |
5 | 35 | 19 | 16 | 121 | 4235 |
…… | | | | | |
K=10 | | ∑Ri=66 | | ∑Mi=121 | 13.399 |
IV. POPULASI DEKOMPOSER
1. DASAR TEORI
Sebagian besar materi mati di dalam ekosistem (khususnya daun yang telah gugur dan kayu mati) dimakan oleh detritus feeder. Organisme yang memperoleh nutrisi dengan jalan memecahkan molekul organik kompleks menjadi molekul organik sederhana dari tumbuhan atau hewan yang telah mati atau kotoran yang dihasilkan organisme hidup disebut sebagai organisme dekomposer.
Dekomposisi pada kondisi lapang merupakan proses yang sangat kompleks. Proses dekomposisi ini dikendalikan tiga faktor utama yaitu sifat bahan organik atau kualitas bahan baku, kondisi fisik dan kimia lingkungan seperti temperatur, kelembahan, pH, unsur mineral dan potensi redoks, serta komposisi organisme tanah.
Dekomposisi (penguraian) oleh dekomposer di dalam ekosistem merupakan hasil kerjasama antara kelompok mikroflora dan invertebrata. Tanpa kehadiran invertebrata mikroflora dalam proses dekomposisi sangat lambat (Brayer et al., 1976). Invertebrata telah diketahui menstimulasi pertumbuhan mikrobia melalui fragmentasi substrat, merubah sifat fisik dan kimia substrat serta melalui grazing (memakan mikrobia). Dengan kata lain proses dekomposisi secara tidak langsung dapat dicerminkan oleh komposisi, dinamika populasi dan aktivitas lain invertebrata.
2. TUJUAN PRAKTIKUM
Untuk mengetahui jenis dan jumlah mikroorganisme yang terdapat dalam suatu ekosistem yang bekerja membantu menghancurkan bahan organik.
3. BAHAN DAN ALAT
a. Komunitas tumbuhan pohon alami, kaya akan jenis tumbuhan bawah
b. Formalin 40%
c. Kalium permanganat atau air sabun yang pekat atau minyak tanah
d. Embrat
e. Pinset
f. Air pelarut
g. Botol pengumpul material
h. Alat tulis dan tabel catatan lapangan
4. PROSEDUR KERJA
a. Bersihkan serasah penutup tanah dari ekosistem komunitas yang akan diamati
b. Batasi petak kuadrat tersebut setiap satuan satu meter persegi, buat
c. Sediakan larutan formalin 40 % sebanyak 25 cc dalam 4,5 liter air atau larutan kalium permanganat 0,5 % dalam air
d. Semprotkan dengan embrat pada petak kuadrat hingga keadaan jenuh (petak kuadrat berukuran 1 m x 1 m)
e. Tunggu selama 15-20 menit, dan kumpulkan jenis-jenis cacing tanah yang muncul kepermukaan. Cara pengambilan harus hati-hati, gunakan pinset, tetapi cacing tidak boleh putus. Bantu dengan lidi untuk mengangkat cacing dari lubang.
f. Simpan material ini ke dalam laruatan formalin 40%.
g. Di dalam laboraturium, material yang dikumpulkan dari lapang selanjutnya dibilas dengan air lalu dikeringkan di atas kertas dan akhirnya ditimbang.
h. Identifikasi tiap jenis dan susun dalam tabulasi. Buat kolom nama jenis, unit cuplikan dan ulangannya. Pada tiap jenis dalam masing-masing unit cuplikan sebutkan jumlah individu yang diperoleh. Jumlahkan kearah horizontal dan vertikal. Jumlah arah vertikal hanya melihat jumlah individu dalam setiap cuplikan sementara jumlah arah horizontal hanya melihat besar masing-masing jenis tanpa memperhatikan banyak individu dalam setiap cuplikan.
i. Dugalah besarnya polupasi (N) dengan rumus:
X – S2
p =
X
X
N = atau
P
X2
N = dimana,
X – S2
X = Rata-rata pengamatan yang terhitung
S2 = Ragam contoh yang tercuplik dalam pengamatan
N = Dugaan besar populasi total
j. Ekstrapolasikan jumlah tersebut untuk luasan yang diduduki oleh populasi yang diduga berdasarkan homogenitas lahan yang saudara hadapi.
Catatan:
JENIS | UNIT CUPLIKAN/ULANGAN | ∑ | |||||||||
1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | ||
| | | | | | | | | | | |
| | | | | | | | | | | |
| | | | | | | | | | | |
| | | | | | | | | | | |
| | | | | | | | | | | |
| | | | | | | | | | | |
| | | | | | | | | | | |
∑ | | | | | | | | | | | |
V. KOMPETISI INTERSPESIFIK
1. DASAR TEORI
Persaingan adalah suatu tipe hubungan antara jenis yang terjadi pada dua atau lebih individu organisme hewan maupun tumbuhan. Persaingan yang dilakukan oleh hewan sagat berlainan bila dibandingkan dengan tumbuhan. Pada dasarnya persaingan yang dilakukan oleh tumuhan tidak dilakukan secara fisik, lain halnya seperti yang dilakukan oleh hewan atau manusia. Dalam praktikum ini akan dibatasi pada tipe persaingan yang dilakukan oleh tumbuhan.
Di alam persaingan yang dilakukan oleh tumbuhan dapat terjadi antara individu-individu dari satu jenis yang sama (intra spesifik) atau individu-individu dari jenis yang berbeda (interspesifik). Persaingan ini terjadi dikarenakan individu-individu tersebut mempunyai kebutuhan yang sama terhadap faktor-faktor tertentu yang tidak tersedia dalam jumlah yang cukup di dalam lingkungannya seperti makanan, tempat hidup, chaya, oksigen, air dan lain-lain. Akibat dari persaingan ini kedua belah pihak akan saling mempengaruhi laju pertumbuhannya dan akan menurunkan produksi yang dihasilkannya.
Studi mengenai kompetisi interspesifik pada tanaman dapat memberikan informasi yang berharga untuk mengungkapkan faktor-faktor yang membatasi distribusi suatu spesies atau keberhasilan tumbuhnya spesies pada suatu wilayah.
2. TUJUAN PRAKTIKUM
Mempelajari kompetisi interspesifik secara langsung diantara dua jenis tumbuhan yang berbeda pada suatu wilayah (tempat) yang terbatas.
3. BAHAN DAN ALAT
1. Polibag atau pot tanaman | 3. Biji kacang hijau dan jagung |
2. Mistar | 4. Air |
4. PROSEDUR KERJA
- Sediakan beberapa pot plastik atau polibag yang telah diisi dengan tanah
- Pilih biji kacang hijau dan jagung yang masih baik
- Tanamlah biji tersebut ke dalam pot/polibag yang sudah disediakan dengan pengaturan penanaman (perlakuan) sebagai berikut:
2 biji kacang hijau dan 2 biji jagung
4 biji kacang hijau sebagai kontrol
4 biji jagung sebagai kontrol
- Penyiraman dilakukan setiap hari sampai tanaman berumur 4 minggu.
- Pengukuran tinggi dilakukan pada waktu tanaman berumur 4 minggu, setelah itu dipanen dan ditimbang bobot tanaman tanpa akar (berat basah dan berat kering udara).
- Bandingkan tinggi dan bobot antara tanaman kontrol dengan yang diberi perlakukan.
- Buatlah diagram pertumbuhannya dalam kertas grafik.
Catatan: contoh lembar data pengamatan
Pengamatan (Minggu) | Perlakuan/Ulangan ke | ||||||||
A | B | C | |||||||
1 | 2 | 3 | 1 | 2 | 3 | 1 | 2 | 3 | |
1 | | | | | | | | | |
2 | | | | | | | | | |
3 | | | | | | | | | |
4 | | | | | | | | | |
VI. ALELOPATI
1. DASAR TEORI
Semua jenis tanaman yang hidup mempunyai kebutuhan yang hampir sama, mereka memerlukan sinar matahari, air, unsur hara untuk pertumbuhannya dan juga memerlukan ruangan sebagai tempat hidupnya. Dengan adanya kesamaan keperluan tersebut, dalam keadaan tertentu terjadi suatu persaingan untuk mendapatkan nutrisi, air, cahaya dan ruangan.
Dalam rangka persaingan hidup, kadang-kadang suatu jenis tumbuhan mengeluarkan senyawa kimia. Senyawa kimia tersebut dapat menghambat pertumbuhan jenis lain yang tumbuh bersaing dengan tumbuhan tersebut. Peristiwa semacam ini disebut alelopati. Peristiwa alelopati sebenarnya merupakan tipe persaingan, dimana persaingannya dapat bersifat interspesifik maupun intraspesifik.
Pada kenyataannya peristiwa alelopati di alam sulit untuk diterangkan karena proses yang terjadi sangat kompleks. Sebagai contoh adalah Helianthus annus tanaman ini memiliki senyawa kimia berupa asam Khlorogenate dan Scopolitin yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman lain yang berada disekitarnya. Kemudain Wilson dan Rice (1968) mengadakan suatu penelitian untuk mengujikesuburan tanah bekas ditanami Helianthus annus tersebut.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada contoh tanah yang diambil setelah periode tanam ternyata ketersediaan fosfat, kalium, nitrat dan amonium nitrogen berkurang.
2. TUJUAN PRAKTIKUM
Mempelajari pengaruh alelopati/jenis tumbuhan terhadap perkecambahan tanaman palawija.
3. BAHAN DAN ALAT
- Bagian akar dan daun alang-alang (Imperata cylindrica), daun gamal (Glericida manuculata), akasia (Acacia mangium) dan kirinyuh (Eupatorium odoratum)
- Biji kacang hijau dan jagung
- Cawan petri, kertas saring
- Corong penyaring
- Mangkuk penggerus
- Kertas merang
- Blender, pisau, gunting
4. PROSEDUR KERJA
1. Buatlah ekstrak daun alang-alang, daun gamal, akasia dan kirinyuh dengan cara berikut:
a. Hancurkan dan haluskan bagian tumbuhan yang dipilih tersebut dengan mangkok penggerus atau blender.
b. Buatlah ekstrak atau hasil rendaman bagian tumbuhan tersebut dengan air, dengan perbandingan bagian tumbuhan : air adalah 1 : 7, 1 : 14, dan 1 : 21 dan dibiarkan selama 24 jam. Setelah 24 jam, saringlah ekstrak yang diperoleh dengan menggunakan alat penyaring.
2. Letakkan biji sengon, biji jagung atau biji kacang hijau pada cawan petri, sebanyak 9 petri setiap regu.
3. Siram sebanyak 5 ml ekstrak allelopati ke dalam cawan petri yang telah berisi biji pinus, biji kacang hijau atau biji jagung.
4. Tiap regu dapat memilih kombinasi perlakuan, biji sengon, biji kacang hijau atau biji jagung dengan perlakukan (kontrol dan perlakukan ekstrak dengan salah satu konsentrasi 1 : 7 atau 1 : 14 atau 1 : 21).
5. Tiap regu terdapat 3 (tiga) perlakukan dengan masing-masing perlakukan 3 (tiga) ulangan.
6. Amati perkecambahan biji-biji tersebut selama 1 minggu, tentukan persen kecambahnya dan ukur panjang kecambahnya.
7. Dengan menggunakan rancangan percobaan acak lengkap gunakan sidik ragam untuk mengetahui pengaruh perlakukan pemberian ekstrak bahan allelopati terhadap respon pertumbuhan.
Catatan: contoh lembar data pengamatan
VII. DAUR KARBON
1. DASAR TEORI
Semua jenis tanaman yang hidup mempunyai kebutuhan yang hampir sama, mereka memerlukan sinar matahari, air, unsur hara untuk pertumbuhannya dan juga memerlukan ruangan sebagai tempat hidupnya. Dengan adanya kesamaan keperluan tersebut, dalam keadaan tertentu terjadi suatu persaingan untuk mendapatkan nutrisi, air, cahaya dan ruangan.
Dalam rangka persaingan hidup, kadang-kadang suatu jenis tumbuhan mengeluarkan senyawa kimia. Senyawa kimia tersebut dapat menghambat pertumbuhan jenis lain yang tumbuh bersaing dengan tumbuhan tersebut. Peristiwa semacam ini disebut alelopati. Peristiwa alelopati sebenarnya merupakan tipe persaingan, dimana persaingannya dapat bersifat interspesifik maupun intraspesifik.
Pada kenyataannya peristiwa alelopati di alam sulit untuk diterangkan karena proses yang terjadi sangat kompleks. Sebagai contoh adalah Helianthus annus tanaman ini memiliki senyawa kimia berupa asam Khlorogenate dan Scopolitin yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman lain yang berada disekitarnya. Kemudain Wilson dan Rice (1968) mengadakan suatu penelitian untuk mengujikesuburan tanah bekas ditanami Helianthus annus tersebut.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada contoh tanah yang diambil setelah periode tanam ternyata ketersediaan fosfat, kalium, nitrat dan amonium nitrogen berkurang.
2. TUJUAN PRAKTIKUM
Mempelajari hubungan antara produsen dan konsumen di dalam ekosistem.
3. BAHAN DAN ALAT
a. Tabung biakkan tertutup
b. Rak tabung reaksi
c. Siput kecil, sebagai konsumen
d. Hydrilla, sebagai produsen
e. Larutan Bromtimol biru
f. Air
g. Sumber cahaya
h. Kamar gelap, untuk menempatkan beberapa tabung dalam lingkungan gelap
4. PROSEDUR KERJA
1. Siapkan dua percobaan A dan B, masing-masing terdiri dari empat tabung biakkan. Tandai tabung-tabung biakkan ini dengan kode A1, A2, A3, A4, dan B1, B2, B3, B4. Rangkaian percobaan A dan B sama seperti gambar 1.
2. Isilah setiap tabung dengan air sampai permukaan air kira-kira 20 mm di bawah mulut tabung.
3. Tambahkan 3 sampai 5 tetes Bromtimol Biru ke dalam tiap-tiap tabung.
4. Masukkan ke dalam tabung biakkan A1 dan B1 hewan siput, ke dalam tabung biakkan A2 dan B2 hewan siput dan tumbuhan Hydrilla sp., ke dalam tabung biakkan A3 dan B3 masukkanlah tumbuhan Hydrilla saja, dan ke dalam tabung biakkan A4 dan B4 tidak dimasukkan siput maupun Hydrilla sp. (sebagai kontrol). Kesemuanya dapat dilihat pada gambar 1.
5. Tutup semua tabung biakkan tersebut rapat-rapat, usahakan agar tutup tersebut tidak bocor.
6. Jika semua tabung telah tertutup rapat, tempatkan rangkaian percobaan A (A1 s/d A4) dalam tempat terang (Cahaya) dan rangkaian percobaan B (B1 s/d B4) dalam kamar gelap
7. Setelah 24 jam, amati semua tabung biakkan, catatlah semua perubahan dalam warna indicator (Bromtimol Biru). Demikian pula catatlah bilamana terjadi perubahan pada siput maupun Hydrilla. Setelah itu pindahkan tabng biakkan A (A1 s/d A4) ke dalam kamar gelap dan tabung biakkan B (B1 s/d B4) ke dalam tempat terang; setelah 24 jam lakukan lagi pengamatan-pengamatan dengan mengembalikan tabung biakkan A (A1 s/d A4) ke dalam tempat terang dan tabung biakkan B (B1 s/d B4) ke kamar gelap. Pengamatan dilanjutkan sampai beberapa hari (7 hari).
8. Buatlah data hasil pengamatan selama beberapa hari tersebut. Bagaimana kesimpulan Saudara tentang daur karbon pada percobaan ini?
Keterangan:
Bromtimol Biru merupakan suatu larutan indikator yang berwarna biru dalam larutan basa dan kuning kemerahan dalam larutan asam. Gas CO2 akan membentuk asam apabila dilarutkan dalam air. Perubahan warna larutan biakkan disebabkan oleh perubahan kandungan CO2 yang ada dalam biakkan tersebut. Kadar CO2 akan berkurang apabila terjadi reaksi fotosintesis oleh Hydrilla sp., sebaliknya kadar CO2 akan bertambah kalau terjadi respirasi. Pengukuran kandungan O2 dalam larutan juga dapat diukur dengan menggunakan Oxygen meter.
VIII. ANALISIS VEGETASI
1. DASAR TEORI
Vegetasi merupakan kumpulan tumbuh-tumbuhan, biasanya terdiri dari beberapa jenis yang hidup bersama-sama pada suatu tempat. Dalam mekanisme kehidupan bersama tersebut terdapat interaksi yang erat, baik diantara sesama individu penyusun vegetasi itu sendiri maupun dengan organisme lainnya sehingga merupakan suatu sistem yang hidup dan tumbuh serta dinamis.
Analisa vegetasi adalah cara mempelajari susunan komposisi jenis dan bentuk atau struktur vegetasi atau masyarakat tumbuhan. Berbeda dengan inventaris hutan titik beratnya terletak pada komposisi jenis pohon. Dari segi floristis ekologi untuk daerah yang homogen dapat digunakan random sampling, sedangkan untuk penelitian ekologi lebih tepat digunakan sistematik sampling, bahkan purposive sampling pun juga dibolehkan.
Untuk keperluan analisis vegetasi diperlukan data-data jenis, diameter dan tinggi untuk menentukan indeks nilai penting dari penyusun komunitas hutan tersebut. Dengan analisis vegetasi dapat diperoleh informasi kuantitatif tentang struktur dan komposisi suatu komunitas tumbuhan. Berdasarkan tujuan pendugaan kuantitatif komunitas vegetasi dikelompokkan kedalam 3 kategori yaitu (1) pendugaan komposisi vegetasi dalam suatu areal dengan batas-batas jenis dan membandingkan dengan areal lain atau areal yang sama namun waktu pengamatan berbeda; (2) menduga tentang keragaman jenis dalam suatu areal; dan (3) melakukan korelasi antara perbedaan vegetasi dengan faktor lingkungan tertentu atau beberapa faktor lingkungan.
Untuk mempelajari komposisi vegetasi dapat dilakukan dengan Metode Berpetak (Teknik sampling kuadrat : petak tunggal atau ganda, Metode Jalur, Metode Garis Berpetak) dan Metode Tanpa Petak (Metode berpasangan acak, Titik pusat kwadran, Metode titik sentuh, Metode garis sentuh, Metode Bitterlich).
Metode kuadrat, bentuk percontoh atau sampel dapat berupa segi empat atau lingkaran yang menggambarkan luas area tertentu. Luasnya bisa bervariasi sesuai dengan bentuk vegetasi atau ditentukan dahulu luas minimumnya. Untuk analisis yang menggunakan metode ini dilakukan perhitungan terhadap variabel-variabel kerapatan, kerimbunan, dan frekuensi.
Menurut Weaver dan Clements (1938) kuadrat adalah daerah persegi dengan berbagai ukuran. Ukuran tersebut bervariasi dari 1 dm2 sampai 100 m2. Bentuk petak sampel dapat persegi, persegi panjang atau lingkaran.
Metode kuadrat juga ada beberapa jenis:
a. Liat quadrat: Spesies di luar petak sampel dicatat.
b. Count/list count quadrat: Metode ini dikerjakan dengan menghitung jumlah spesies yang ada beberapa batang dari masing-masing spesies di dalam petak. Jadi merupakan suatu daftar spesies yang ada di daerah yang diselidiki.
c. Cover quadrat (basal area kuadrat): Penutupan relatif dicatat, jadi persentase tanah yag tertutup vegetasi. Metode ini digunakan untuk memperkirakan berapa area (penutupan relatif) yang diperlukan tiap-tiap spesies dan berapa total basal dari vegetasi di suatu daerah. Total basal dari vegetasi merupakan penjumlahan basal area dari beberapa jenis tanaman.
Cara umum untuk mengetahui basal area pohon dapat dengan mengukur diameter pohon pada tinggi 1,375 meter (setinggi dada).
d. Chart quadrat: Penggambaran letak/bentuk tumbuhan disebut Pantograf. Metode ini terutama berguna dalam mereproduksi secara tepat tepi-tepi vegetasi dan menentukan letak tiap-tiap spesies yang vegetasinya tidak begitu rapat. Alat yang digunakan pantograf dan planimeter. Pantograf diperlengkapi dengan lengan pantograf. Planimeter merupakan alat yang dipakai dalam pantograf yaitu alat otomatis mencatat ukuran suatu luas bila batas-batasnya diikuti dengan jarumnya.
Rumus-rumus yang digunakan dalam analisis vegetasi antara lain:
2. TUJUAN PRAKTIKUM
Mengetahui komposisi jenis, peranan, penyebaran, dan struktur dari suatu tipe vegetasi yang diamati.
3. BAHAN DAN ALAT
a. Sebuah tipe komunitas tumbuhan tertentu sebagai objek praktikum
b. Tali raffia atau benang
c. Penghitung (Counter)
d. Alat ukur diameter pohon seperti: Diameter tape (phi band) atau pita meter 100 cm
e. Meteran 10 m atau 20 m
f. Patok tanda pembatas
g. Alat tulis dan kertas label
h. Penggaris
i. Perlengkapan pembuatan herbarium
j. Buku-buku identifikasi.
4. PROSEDUR KERJA
1. Tali rafia ditarik sepanjang 100 m pada lokasi yang telah ditentukan.
2. Buatlah petak-petak dengan ukuran 10 m x 10 m secara berselang-seling seperti pada gambar di bawah ini.
1 | 10 m | 3 | 10 m | 5 | 10 m | 7 | 10 m | 9 | 10 m |
10 m | 2 | 10 m | 4 | 10 m | 6 | 10 m | 8 | 10 m | 10 |
3. Pada setiap plot (kotak) diamati jenis vegetasinya terutama yang diameter batangnya 10 cm atau lebih. Jika terjadi kesulitan untuk menentukan diameter, maka dicatat keliling batang, kemudian gunakan rumus keliling lingkaran untuk mendapatkan diameternya.
4. Catat nama spesies vegetasi yang terdapat dalam plot (menurut syarat diatas) dan jika belum diketahui namanya maka gunakan nama spesies A, spesies B, spesies C, dst.
5. Data dikumpulkan dari semua plot dan dianalisis dalam satu kesatuan.
Di bawah ini adalah table data hasil penghitungan vegetasi di lapangan.
Tabel 1. Lembar data pengamatan analisis vegetasi dengan metode kuadrat
NO | Nama Spesies | Jumlah Pada Plot | ∑ | |||||||||
1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | |||
1 | | | | | | | | | | | | |
2 | | | | | | | | | | | | |
3 | | | | | | | | | | | | |
4 | | | | | | | | | | | | |
5 | | | | | | | | | | | | |
6 | | | | | | | | | | | | |
7 | | | | | | | | | | | | |
8 | | | | | | | | | | | | |
9 | | | | | | | | | | | | |
10 | | | | | | | | | | | | |
Jumlah | |
Tabel 2. Lembar data keliling, jari-jari dan luas bidang dasar suatu jenis.
No | Spesies | Keliling (cm) | r (cm) | Luas (cm2) | Bidang Dasar |
1 | | | | | |
2 | | | | | |
3 | | | | | |
4 | | | | | |
5 | | | | | |
6 | | | | | |
7 | | | | | |
8 | | | | | |
9 | | | | | |
10 | | | | | |
11 | | | | | |
12 | | | | | |
13 | | | | | |
14 | | | | | |
15 | | | | | |
16 | | | | | |
17 | | | | | |
18 | | | | | |
19 | | | | | |
20 | | | | | |
21 | | | | | |
22 | | | | | |
23 | | | | | |
24 | | | | | |
25 | | | | | |
Tabel 3. Hasil Analisis Petak Kuadrat
No | Nama Jenis | KR (%) | FR (%) | DR (%) | INP | SDR |
1 | | | | | | |
2 | | | | | | |
3 | | | | | | |
4 | | | | | | |
5 | | | | | | |
6 | | | | | | |
7 | | | | | | |
8 | | | | | | |
9 | | | | | | |
10 | | | | | | |
11 | | | | | | |
12 | | | | | | |
13 | | | | | | |
14 | | | | | | |
15 | | | | | | |
16 | | | | | | |
17 | | | | | | |
18 | | | | | | |
Jumlah | | | | | |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar