1 PEMELIHARAAN CATATAN SPESIMEN
1.1 PANGKALAN DATA
Memasukkan catatan penyakit tanaman ke dalam pangkalan data adalah penting, karena memudahkan staf herbarium dalam pencarian informasi secara cepat tanpa perlu menyortir banyak sekali contoh secara fisik. Data disimpan secara teratur, sehingga mudah dicari, diperoleh kembali, dianalisa, dan diperbaharui bila perlu.
Informasi yang disimpan dalam pangkalan data dapat digunakan untuk memetakan penyebaran patogen tanaman dan penting untuk karantina dan analisa resiko hama penyakit. Suatu pangkalan data dapat sesederhana sebuah tabel yang dibuat dalam program lembar bentangan (spreadsheet) seperti Microsoft Excel atau dapat melibatkan program pangkalan data yang lebih canggih, seperti Microsoft Access, Oracle, BioLink atau KE EMu. Program-program ini dapat memungkinkan pengelolaan multimedia, seperti gambar digital dan alat pelaporan dengan gambar yang terpasang tetap sehingga mempercepat pertukaran informasi.
Pangkalan data seperti KE EMu (Gambar 17) sangat berguna, karena pengguna dapat menelusuri perubahan. Hal ini penting bilamana sampai pada variabel yang berubah secara konstan seperti tata nama patogen dan tanaman inang.
Pangkalan data tidak hanya menyimpan gambar digital, namun juga berbagai tipe multimedia seperti ‘text files’, ‘word documents’, ’PDFs’, ‘html’, dan video. Informasi yang rinci tentang kolektor, determinator dan petani dapat disimpan, seperti alamat, nomor telepon, fax, email, biografi, dan pustaka. ‘Task templates’ juga dapat dibuat untuk membantu staf herbarium memeriksa peminjaman yang sudah habis masanya, pembuatan kultur, dan kejadian penting lainnya.
Sangatlah penting untuk menyimpan data yang akurat di dalam pangkalan data, walaupun pangkalan data yang digunakan untuk menyimpan informasi tentang spesimen herbarium cukup kompleks. Hal ini sekarang menjadi lebih mudah, karena banyak pangkalan data taksonomi sekarang dapat ditemukan di Internet (Gambar 18).
www.indexfungorum.org - CABI Bioscience Database of Fungal Names
www.ipni.org - The International Plant Names Index
Pada skala nasional, pangkalan data koleksi yang tersebar yang dikelola oleh berbagai badan dapat disambungkan dengan sistem ‘Web-based’ untuk menciptakan herbarium yang sebenarnya (virtual herbarium). Contohnya, Australian Plant Pest Database (APPD, http://appd.cmis.csiro.au/), yang memberikan kerangka kerja untuk sebuah pangkalan data hama penyakit tanaman nasional yang sesungguhnya. APPD menyatukan catatan semua spesimen yang berada di lebih dari 9 simpul yang tersebar di Australia, sehingga memungkinkan pencarian dengan cepat lokasi spesimen bukti dan pencarian kembali data dari komputer secara efisien dari rincian data.
Pada skala internasional, Global Biodiversity Information Facility (GBIF, http://www.gbif.org) mempunyai pangkalan data yang dapat ditelusuri dengan maksud agar data primer tentang keanekaragaman hayati di dunia dapat diperoleh tanpa biaya dan secara universal dapat diperoleh melalui Internet. GBIF menggunakan portal sendiri agar memungkinkan pertanyaan tentang pangkalan data keanekaragaman hayati di seluruh dunia. Portal GBIF mempunyai akses pada beberapa pangkalan data patogen tanaman.
2 PEMELIHARAAN KOLEKSI
2.1 FASILITAS HERBARIUM
Suatu herbarium sebaiknya memberikan tempat yang aman dan permanen untuk menyimpan spesimen. Herbarium sebaiknya bebas serangga, serta tahan api dan air. Koleksi herbarium patogen tanaman yang cukup besar, sampai dengan 50.000 spesimen, dapat disimpan di ruangan berukuran 9 m2, terutama jika penyimpanan yang tersusun rapat digunakan untuk menyimpan spesimen. Rak dan lemari penyimpan berbahan logam lebih tahan terhadap serangga daripada yang terbuat dari kayu.
Herbarium sebaiknya ditempatkan di dalam ruangan yang suhu dan kelembabannya terkontrol, yaitu pada suhu 20–23°C dan kelembaban 40–60%. Kondisi ini sangat efektif untuk mengendalikan hama serangga perusak, terutama jika dikombinasikan dengan pembekuan spesimen baru. AC sebaiknya digunakan untuk mengatur suhu, sedangkan penyedot kelembaban (dehumidifier) untuk mengurangi kelembaban. Jendela dan pintu sebaiknya selalu tertutup untuk mencegah masuknya serangga. Pada daun jendela dapat dipasang pewarna cahaya (solar tinting) dan film untuk memantulkan cahaya.
2.2 PENGENDALIAN KUMBANG HERBARIUM
Kondisi di daerah tropik dengan suhu dan kelembaban yang tinggi cocok untuk perkembangan secara cepat serangga hama yang merusak. Beberapa serangga, terutama kumbang herbarium, memakan material tanaman kering dan dapat merusak koleksi herbarium dengan cepat di daerah tropik. Pembekuan spesimen herbarium pada suhu -20°C atau lebih rendah selama sekitar 7 hari merupakan teknik yang paling tepat untuk menghadapi serangga yang berpotensi merusak. Semua spesimen baru perlu dibekukan selama satu minggu sebelum disimpan di herbarium. Spesimen-spesimen herbarium yang sudah ada hendaknya dibekukan secara bergiliran dalam jangka waktu tertentu.
Spesimen-spesimen harus dibungkus dalam kantong plastik atau dalam kotak stirofom (Styrofoam) yang bertutup rapat untuk mencegah kondensasi uap lembab pada spesimen selama pembekuan. Setelah pembekuan, spesimen hendaknya dihangatkan secara bertahap dengan cara dibiarkan dalam herbarium ber-AC sampai suhu spesimen mencapai suhu ruangan.
Spesimen tanaman segar seringkali dikirim ke herbarium untuk diagnosa penyakit. Material ini hendaknya tidak disimpan dekat herbarium dan idealnya, seharusnya diperiksa jauh dari koleksi herbarium. Spesimen herbarium yang diambil (untuk pemeriksaan atau peminjaman) dari lingkungan herbarium yang suhu dan kelembabannya terkendali, hendaknya dikembalikan pada posisi semula jika telah dibekukan selama 7 hari.
Banyak herbarium memiliki tenaga operator profesional yang dapat melakukan fumigasi koleksi setahun sekali dengan fumigan yang diakui, seperti metil bromida, karbon bisulfida, karbon tetraklorida, etilen diklorida, gas hidrosianida, linden, kepingan diklorvos atau paradiklorobenzen. Fumigan harus diperlakukan dengan hati-hati, karena berbahaya bagi manusia dan mudah terbakar. Fumigasi bukanlah satu-satunya cara untuk mengendalikan serangga di herbarium, karena telur serangga dan pupa seringkali tidak mati.
2.3 PENGENDALIAN TUNGAU KULTUR
Tungau dapat merupakan masalah kronis dalam koleksi kultur jamur. Tungau pemakan jamur ini dapat terbawa ke laboratorium bersama material tanaman segar, sepatu dan pakaian, tubuh serangga, serta kultur yang berasal dari laboratorium lain. Tungau berkembangbiak dengan pesat pada kondisi tropik. Selain memakan kultur, tungau juga membawa spora jamur dan bakteri pada tubuh dan di dalam ususnya, sehingga dapat mengkontaminasi kultur.
Jika tidak terdeteksi, tungau dapat menyebabkan masalah besar di laboratorium dalam hitungan hari, karena tungau bergerak dengan cepat dari cawan yang satu ke cawan yang lain di dalam inkubator atau di atas meja dan makan kultur jamur. Tungau dapat dilihat dengan mata telanjang pada kultur jamur berupa bintik putih yang sangat kecil. Seringkali, mula-mula tungau diketahui dengan adanya jejak jamur dan bakteri kontaminan yang ditinggalkan pada cawan atau oleh adanya jejak yang ditinggalkan pada tetes-tetes kecil kondensasi pada tutup cawan Petri (Gambar 19). Seringkali, pendeteksian tungau yang pertama kali sudah merupakan pertanda perjangkitan yang besar.
Pencegahan dengan cara menjaga kebersihan yang sehat lebih baik daripada harus mengendalikan perjangkitan tungau.
Cara menjaga kebersihan yang sehat termasuk:
Ø Pemeriksaan dengan segera ada tidaknya tungau pada semua kultur yang masuk ke laboratorium. Jika kultur harus dipertahankan, maka hendaknya subkultur segera dibuat dan cawan asli hendaknya segera dimusnahkan dengan menggunakan autoklaf;
Ø Menggunakan inkubator terpisah untuk kultur yang bersih dan cawan-cawan isolasi yang utama;
Ø Memusnahkan secepat-cepatnya semua kultur yang sudah tua dan material tanaman yang berlebih dengan menggunakan autoklaf;
Ø Membersihkan secara teratur semua permukaan dengan alkohol 70% dan seminggu sekali mengelap bangku-bangku kerja dengan kain pel, dan bagian dalam inkubator dengan akarisida yang bukan fungisida.
Ø Menjaga agar supaya cawan-cawan kultur selalu tertutup dengan film plastik atau terbungkus rapat, walaupun pada akhirnya tungau dapat masuk ke dalam kultur yang disimpan dengan cara ini; dan
Ø Menghancurkan kultur yang terserang dan terkontaminasi dengan menggunakan autoklaf. Jika kultur sangat berharga dan tidak dapat diganti, kultur tersebut dapat ditaruh di dalam freezer selama 24 jam untuk membunuh tungau dewasa dan telur-telurnya. Selanjutnya kultur ini dapat dibuat subkulturnya pada medium yang baru dan cawan aslinya dimusnahkan. Beberapa jamur tidak dapat hidup lagi setelah dibekukan dalam freezer.
Gambar 19 Jejak-jejak tungau yang tertinggal dalam tetes-tetes kecil kondensasi pada tutup cawan Petri
2.4 PEMINJAMAN
Spesimen herbarium pada umumnya dapat dipinjamkan dalam jangka pendek untuk keperluan penelitian ilmiah. Protokol (satu perangkat peraturan yang mengatur komunikasi dan transfer spesimen) perlu dibuat guna menjamin keselamatan dan keamanan spesimen. Sangat dianjurkan untuk meminjamkan material hanya kepada herbarium lain di tempat yang transportasinya aman dan terjamin serta susunan penyimpanannya baik. Permohonan peminjaman hendaknya ditolak, secara keseluruhan atau sebagian, jika kurator herbarium berpendapat bahwa permohonan tersebut melampaui batas, mengganggu, atau tidak sesuai dengan program penelitian herbarium yang sedang berlangsung atau yang sedang diusulkan, atau merasa bahwa spesimen itu mungkin dapat menjadi sasaran penyalahgunaan, rusak, atau memburuk keadaannya.
Spesimen yang dikirim ke luar negeri kadang kala harus melalui perlakuan karantina pada waktu tiba. Perlakuan-perlakuan ini dapat mencakup perlakuan pemanasan, fumigasi, dan penyinaran gamma. Perlakuan-perlakuan tersebut dapat merusak spesimen atau mempengaruhi DNA-nya. Kurator koleksi bertanggung jawab untuk mengambil setiap langkah yang perlu untuk menjamin agar spesimen yang dipinjamkan dan yang dipinjam dipelihara dengan baik. Jika ada keraguan tentang cara suatu spesimen akan diperlakukan atau apabila perlakuan karantina tertentu akan merusak, maka spesimen hendaknya tidak dipinjamkan.
Jangka waktu peminjaman biasanya antara 6–12 bulan, namun perpanjangan peminjaman mungkin dapat diberikan bila ada permintaan. Herbarium yang meminjamkan spesimen hendaknya meminta agar spesimen yang dipinjam dikembalikan secepat-cepatnya setelah penelitian selesai. Pengembalian pinjaman sebagian-sebagian umumnya dapat diterima, tetapi harus dirundingkan dengan kurator herbarium.
Peminjaman harus dengan syarat bahwa material disimpan pada keadaan yang aman. Paket herbarium hendaknya tidak ditekuk, dilipat, atau ditangani yang menyebabkan spesimen dalam keadaan memburuk. Kecuali pada saat pemeriksaan yang sesungguhnya, spesimen hendaknya tetap berada di dalam paket aslinya. Paket asli harus dikembalikan bersama spesimennya. Semua spesimen hendaknya dibungkus dengan hati-hati untuk mencegah kerusakan selama dalam perjalanan.
Peminjaman hanya dilakukan untuk keperluan pemeriksaan yang tidak merusak spesimen herbarium dan pengamatan morfologi patogen dengan mikroskop untuk keperluan penelitian taksonomi. Material atau ekstrak tidak boleh diambil dari spesimen yang dipinjam untuk kepemilikan tetap (retention) atau untuk diberikan ke pihak ketiga tanpa izin tertulis dari kurator herbarium yang meminjamkan. Pengambilan atau pemotongan sebagian dari spesimen yang dipinjam dan ekstraksi DNA untuk keperluan penelitian biasanya diperbolehkan. Pengambilan material dari spesimen harus dilakukan secara hati-hati dan hanya boleh dilakukan jika organ tanaman inang yang diperlukan tersedia cukup banyak, sehingga meninggalkan material serupa yang lengkap. Kesabaran khusus diperlukan pada waktu memotong spesimen tipe.
Lembar anotasi hendaknya digunakan untuk mencatat informasi yang relevan, termasuk informasi tata nama dan taksonomi. Semua lembar anotasi hendaknya menggunakan kertas berkualitas arsip.
Berikut ini adalah daftar semua informasi yang diperlukan untuk catatan peminjaman yang berlaku. Salinan catatan peminjaman ini hendaknya dikirim bersama material herbarium yang dipinjamkan dan kurator herbarium hendaknya menyimpan duplikatnya.
1. Nomor peminjaman (nomor khusus untuk identitas pinjaman).
2. Nama dan alamat lengkap ilmuwan peminjam
3. Tujuan peminjaman (tata nama dan jangkauan taksonomi dari penelitian yang berangkutan).
4. Tanggal pengiriman dan pengembalian pinjaman.
5. Barang-barang yang dipinjamkan (daftar semua individu spesimen herbarium yang dipinjam).
Semua peminjaman harus disahkan oleh kurator herbarium; catatan peminjaman hendaknya ditandatangani dan diberi tanggal oleh kurator herbarium sebelum material dikirim.
2.5 KEAMANAN
Ada dua aspek yang diperlukan untuk keamanan koleksi. Yang pertama adalah jaminan keamanan fisik, dan yang kedua berkaitan dengan tanggung jawab etis dan menurut hukum dari penjaga/pemelihara koleksi.
Keamanan fisik
Agar keamanan fisik koleksi herbarium terjamin, maka dianjurkan agar koleksi tersebut tidak terbuka untuk umum. Koleksi hendaknya disimpan di dalam gedung yang aman dan tahan cuaca buruk, sebaiknya dikelilingi pagar yang dapat dikunci dan diawasi penjaga keamanan pada malam hari.
Spesimen herbarium sebaiknya disimpan pada rak besi yang kuat atau di dalam lemari besi. Herbarium hendaknya dilengkapi dengan sistem pemadam kebakaran yang otomatis, sebaiknya gas, karena air dapat menyebabkan banyak kerusakan seperti halnya api pada spesimen herbarium kering. Alat pemadam kebakaran kecil hendaknya juga ditempatkan di seluruh gedung, dan petugas perlu dilatih untuk menggunakan alat tersebut.
Keamanan data juga penting. Data yang disimpan dalam format elektronik, seperti spreadsheets dan pangkalan data, perlu dibuat duplikatnya secara teratur (setiap hari). Program pangkalan data yang canggih seperti KE EMu (dibahas lebih lengkap dalam Bab 8) dapat mengontrol kemampuan pengguna tertentu untuk melihat data dan menyunting catatan.
Tanggung jawab etis dan menurut hukum
Setiap lembaga yang memelihara koleksi yang berharga bagi komunitas ilmiah mempunyai tanggung jawab etis dan menurut hukum guna menjamin bahwa koleksi yang berada dalam perawatannya dilindungi, aman, dirawat, dan diawetkan. Oleh karena itu, sangatlah penting bagi institusi tersebut untuk memperkecil penggunaan teknik yang tidak ilmiah, kondisi lingkungan yang jelek, dan penanganan yang buruk, guna melindungi spesimen untuk keperluan saat ini dan yang akan datang.
Lembaga yang bertanggungjawab terhadap koleksi hendaknya mengembangkan kebijaksanaan dan prosedur yang memberikan kerangka kerja tertulis untuk pengelolaan koleksi, perawatan, dan penggunaannya. Sangatlah penting bagi lembaga tersebut untuk menyediakan sumberdaya, termasuk staf teknisi dan staf professional yang handal, dana, serta ruangan dan peralatan yang memadai, untuk keperluan penyimpanan jangka panjang dan dokumentasi koleksi yang berada dalam rawatannya. Dalam beberapa kasus, nilai koleksi penyakit tanaman telah diakui oleh pemerintah yang telah membuat undang-undang khusus untuk melindungi koleksi. Contohnya, herbarium DAR di New South Wales, Australia, dilindungi dengan Agricultural Scientific Collections Trust Act 1983.
3 DAFTAR PUSTAKA PILIHAN
Umum
Crop Protection Compendium. 2004. CAB International, Wallingford, UK.
Disease Compendium Series. American Phytopathological Society, St. Paul, Minnesota, USA.
Greuter, W., McNeill, J., Barrie, F.R., Burdet, H.M., Demoulin, V., Filgueiras, T.S., Nicolson, D.H., Silva, P.C., Skog, J.E., Trehane, P., Turland, N.J. & Hawksworth, D.L. 2000. International Code of Botanical Nomenclature (Saint Louis Code). Regnum Vegetabile, 138. Koletz Scientific Books, Germany.
Holiday, P. 2001. A Dictionary of Plant Pathology. Edisi 2. Cambridge University Press, UK.
Holmgren, P.K., Holmgren, N.H. & Barnett, L.C. (editor) 1990. Index Herbariorum. Part 1: The Herbaria of the World. Edisi 8. Regnum Vegetabile, 120. New York Botanical Garden, USA.
Ploetz, R.C. 2003. Diseases of Tropical Fruit Crops. CABI Publishing, Wallingford, UK.
Walker, J. 1975. Mutual Responsibilities of Taxonomic Mycology and Plant Pathology. Annual Review of Phytopathology, 13: 335 – 355.
Waller, J.M., Lenné, J.M. & Waller, S.J. (editor) 2002. Plant Pathologist’s Pocketbook. Edisi 3. CABI Publishing, Wallingford, UK.
Waller, J.M., Ritchie, B.J. & Holderness, M. 1998. Plant Clinic Handbook. IMI Technical Handbook No. 3. CAB International, Wallingford, UK.
Bakteri
Bradbury, J.F. & Sadler, G.S. 1997. Guide to Plant Pathogenic Bacteria. Edisi 2. CAB International Mycological Institute, Surrey, UK.
Fahy, P.C. & Persley, G.J. 1983. Plant Bacterial Diseases. A Diagnostic Guide. Academic Press, Sydney, Australia.
Goto, M. 1992. Fundamentals of Bacterial Plant Pathology. Academic Press, San Diego, USA.
Schaad, N.W., Jones, J.B. & Chun, W. 2001. Laboratory Guide for Identification of Plant Pathogenic Bacteria. Edisi 3. APS Press, St Paul, Minnesota, USA.
Swings, J.G. & Civerolo, E.L. 1993. Xanthomonas. Chapman & Hall, London, UK.
Jamur
Agrios, G.N. 2005. Plant Pathology. Edisi 5. Elsevier Academic Press, USA.
Ainsworth, G.C., Sparrow, F.K. & Sussman, A.S. 1973. The Fungi. An Advanced Treatise. Vols. IVA, IVB. Academic Press, New York, USA.
Arx, J.A. von. 1981. The Genera of Fungi Sporulating in Pure Culture. Edisi 3. J. Cramer, Lehre, Germany.
Barnett, H.L. & Hunter, B.B. 1998. Illustrated Genera of Imperfect Fungi. Edisi 4. APS Press, St Paul, Minnesota, USA.
Barron, G.L. 1968. The Genera of Hyphomycetes from Soil. The Williams & Wilkins Company, Baltimore, USA.
Boerema,G.H., de Gruyter, J., Noordeloos, M.E. & Hamers, M.E.C. 2004. Phoma Identification Manual. CABI Publishing, Wallingford, UK.
Braun, U. 1987. A monograph of the Erysiphales (powdery mildews). Nova Hedwigia 89.
Braun, U. 1995. A Monograph of Cercosporella, Ramularia and Allied Genera (Phytopathogenic Hyphomycetes). Vol. 1. IHW-Verlag, München, Germany.
Braun, U. 1998. A Monograph of Cercosporella, Ramularia and Allied Genera (Phytopathogenic Hyphomycetes). Vol. 2. IHW-Verlag, München, Germany.
Burgess, L.W., Summerell, B.A., Bullock, S., Gott, K.P. & Backhouse, D. 1994. Laboratory Manual for Fusarium Research. Edisi 3. Fusarium Research Laboratory, Department of Crop Sciences, University of Sydney, Australia.
Carmichael, J.W., Kendrick, W.B., Connors, I.L. & Sigler, L. 1980. Genera of Hyphomycetes. University of Alberta Press, Edmonton, Canada.
Crous, P.W. & Braun, U. 2003. Mycosphaerella and its anamorphs: 1. Names published in Cercospora and Passalora. CBS Biodiversity Series 1. Centraalbureau voor Schimmelcultures, Utrecht, The Netherlands.
Cummins, G.B. & Hiratsuka, Y. 2003. Illustrated Genera of Rust Fungi. Edisi 3. APS Press, St. Paul, Minnesota, USA.
Domsch, K.H., Gams, W. & Anderson, T.-H. 1993. Compendium of Soil Fungi. Vol. I, II. Academic Press, New York, USA.
Ellis, M.B. 1971. Dematiaceous Hyphomycetes. CMI, Kew, UK.
Ellis, M.B. 1976. More Dematiaceous Hyphomycetes. CMI, Kew, UK.
Ellis, M.B. & Ellis, J.P. 1997. Microfungi on Land Plants. Richmond, London, UK.
Erwin, D.C. & Ribeiro, O.K. 1996. Phytophthora Diseases Worldwide. APS Press, St. Paul, Minnesota, USA.
Hansford, C.G. 1961. The Meliolineae. Sydowia, Beih. 2:1-806.
Hansford, C.G. 1963. Iconographia meliolinearum. Sydowia, Beih. 5: pls. I-CCLXXXV.
Hawksworth, D.L. 1974. Mycologist’s Handbook. Commonwealth Agricultural Bureaux, UK.
Hughes, S.J. 1976. Sooty moulds. Mycologia 68:693-820.
Index of Fungi. CAB International, Mycological Institute, Surrey, UK.
Kirk, P.M., Cannon, P.F., David, J.C. & Stalpers, J.A. (editor) 2001. Dictionary of the Fungi. Edisi 9. CABI Publishing, Wallingford, UK.
McLaughlin, D.J., McLaughlin, E.G. & Lemke, P.A. 2001. The Mycota. Vol. VII. Systematics and Evolution. Springer-Verlag, Berlin, Germany.
Mueller, G.M., Bills, G.F. & Foster, M.S. (editor) 2004. Biodiversity of Fungi. Inventory and Monitoring Methods. Elsevier, Academic Press, USA.
Nag Raj, T.R. 1993. Coelomycetous Anamorphs with Appendage-Bearing Conidia. Mycologue Publications, Waterloo, Canada.
Pitt, J.I. & Hocking, A.D. 1999. Fungi and Food Spoilage. Aspen Publishers, Gaithersburg, Maryland, USA.
Rossman, A.Y., Palm, M.E. & Spielman, L.J. 1987. A Literature Guide for the Identification of Plant Pathogenic Fungi. The American Phytopathological Society, St Paul, Minnesota, USA.
Sivanesan, A. 1984. The Bitunicate Ascomycetes and their Anamorphs. J. Cramer, Vaduz, Liechtenstein.
Spencer, D.M. 1981. The Downy Mildews. Academic Press, London, UK.
Sutton, B.C. 1980. The Coelomycetes. CMI, Kew, UK.
Smith, D. & Onions, A.H.S. 1994. The Preservation and Maintenance of Living Fungi. Edisi 2. IMI Technical Handbook No. 1. CAB International, Wallingford, UK.
Vánky, K. 2002. Illustrated Genera of Smut Fungi. Edisi 2. APS Press, St. Paul, Minnesota, USA.
White, J.F., Bacon, C.W., Hywel-Jones, N.L. & Spatafora, J.W. 2003. Clavicipitalean Fungi: Evolutionary Biology, Chemistry, Biocontrol, and Cultural Impacts. Mycology Series 19. Marcel Dekker, New York, USA.
Wingfield, M.J., Seifert, K.A. & Webber, J.F. 1999. Ceratocystis and Ophiostoma: Taxonomy, Ecology and Pathogenicity. APS Press, St. Paul, Minnesota, USA.
Nematoda
Anon. 2005. Interactive Diagnostic Key to Plant Parasitic, Freeliving and Predaceous Nematodes. University of Nebraska - Lincoln Nematology Laboratory, http://nematode.unl.edu/key/nemakey.htm
Bell, M. 2004. Plant Parasitic Nematodes: Lucid key to 30 Genera of Plant Parasitic Nematodes. http://www.lucidcentral.com/keys/nematodes/
Eisenback, J.D. 2002. Identification Guides for the Most Common Genera of Plant-Parasitic Nematodes. Mactode Publications, Blacksburg, USA.
Hodda, M. 2005. Key to the Nematodes of Australia. http://www.ento.csiro.au/science/nematode.html
Hunt, D.J. 1993. Aphelenchida, Longidoridae and Trichodoridae : Their Systematics and Bionomics. CAB International, Wallingford, UK.
Nickle, W.R. 1991. Manual of Agricultural Nematology. M. Dekker, New York, USA.
Nobbs, J.M. 2004. Plant Parasitic Nematodes of Australia [CD]. South Australian Research and Development Institute, Adelaide. (available from nobbs.jackie@saugov.sa.gov.au)
Shurtleff, M.C & Averre, C.W. 2000. Diagnosing plant diseases caused by nematodes. APS Press, St. Paul, Minnesota, USA.
Siddiqi, M.R. 2000. Tylenchida: Parasites of Plants and Insects. CABI Publications, Wallingford, UK.
Stirling, G.R., Nicol, J. & Reay, F. 1999. Advisory Services for Nematode Pests: Operational Guidelines. Rural Industries Research and Development Corporation, Barton, ACT, Australia. viii, 111 p. (http://www.rirdc.gov.au/reports/Ras/99-41.pdf)
Fitoplasma
Whitcomb, R.F. & Tully, J.G. (editor). 1989. The Mycoplasmas. Vol. 5. Academic Press, New York.
Virus
Brunt, A., Crabtree, K., Dallwitz, M., Gibbs, A. & Watson, L. 1996. Viruses of Plants: Descriptions and Lists from the VIDE Database. CABI Publishing, Wallingford, UK.
Hull, R. 2002. Matthews’ Plant Virology. Academic Press, London, UK.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar