Papan Buletin Blog Bhima

Bhima's Leaf

Rabu, 22 Desember 2010

Pengelolaan Koleksi Patogen Tanaman (bag IV)

1          IDENTIFIKASI PATOGEN


Kunci (identifikasi) taksonomi untuk kebanyakan patogen tanaman tidak ada. Lagi pula, pustaka tentang patogen tanaman sangatlah banyak dan kompleks sehingga hanya spesialis saja yang rupanya mengetahui semua informasi yang tersedia tentang taksonomi kelompok tertentu. Meskipun demikian, dengan kebiasaan menggunakan kunci identifikasi, pustaka dan pemeriksaan spesimen, tugas identifikasi yang akurat menjadi lebih mudah dilaksanakan.

1.1       JAMUR


Jamur adalah mikroorganisme kecil, eukariota, biasanya membenang, dan pembawa spora, yang tidak mempunyai klorofil,  mempunyai dinding sel yang berisi khitin, selulosa, atau keduanya. Tubuh  jamur disebut miselium, dan tiap-tiap cabang atau filamen dari miselium disebut hifa. Pertumbuhan miselium terjadi di ujung hifa.

Jamur berkembang biak dengan spora. Spora merupakan alat reproduksi yang terdiri atas satu atau beberapa sel. Spora dibentuk secara aseksual atau sebagai hasil dari proses seksual. Pada jamur primitif, spora aseksual diproduksi di dalam kantong yang disebut sporangium. Sebagian dari spora-spora bergerak terus dan disebut zoospora. Jamur lainnya menghasilkan spora aseksual yang disebut konidia, dari hifa khusus yang disebut konidiofora. Pada jamur yang lain lagi, spora aseksual (konidia)  dihasilkan di dalam struktur berdinding tebal yang disebut piknidia.

Kebanyakan kelompok jamur melakukan reproduksi seksual. Pada beberapa kelompok, dua sel (gamet) bergabung untuk menghasilkan zigot yang disebut zigospora. Pada jamur lainnya, zigot ini disebut oospora. Dalam kelompok jamur yang disebut Ascomycetes, spora seksual dihasilkan di dalam sel zigot yang disebut  askus, dan sporanya disebut askospora. Pada kelompok jamur lain, yang dikenal sebagai Basidiomycetes, sel zigot disebut basidium dan sporanya disebut basidiospora.

Ada sekitar 250.000 jenis jamur patogen dijumpai pada tumbuhan. Hampir semua jamur ini menggunakan sebagian dari hidupnya pada tumbuhan inangnya dan sebagian lagi di dalam tanah atau pada sisa-sisa tumbuhan.

Organisme-organisme yang dipelajari oleh ahli mikologi pada umumnya termasuk dalam dunia (kingdom) Jamur, tapi beberapa di antaranya termasuk dalam Protozoa dan Chromista. Protozoa mencakup jamur lendir. Chromista mencakup Oomycetes, termasuk embun bulu maupun Pythium dan Phytophthora. Dalam dunia Jamur ada empat filum utama, yaitu Zygomycota, Chytridiomycota, Ascomycota, dan Basidiomycota.

Penyakit tanaman yang disebabkan oleh jamur patogen seringkali dapat dikenal berdasarkan bagian organ yang terinfeksi dan tipe gejala yang dihasilkan. Tipe-tipe umum gejala penyakit jamur adalah rebah semai, busuk akar, layu pembuluh, embun bulu dan embun tepung, bercak daun dan hawar daun, jamur karat, jamur api, antraknos, nyali, mati pucuk, dan penyakit pasca-panen (lihat Tabel 1).

1.1.1        Patogen akar


Infeksi jamur pada akar tanaman dapat menghambat penyerapan air dan translokasi hara, sehingga pucuk tanaman menjadi kerdil, daun menjadi layu dan kuning. Akar-akar muda biasanya mudah diserang jamur, dan kerusakan akar karena penanaman atau pada saat pemindahan seringkali memperburuk penyakit. Demikian juga, status hara tanah yang rendah (P atau K), salinitas, dan pH yang tak seimbang, semuanya ini memperlemah tanaman terhadap serangan busuk akar.

Busuk akar seringkali sulit didiagnosis, karena bisa  jadi disebabkan oleh beberapa atau sekelompok jamur yang kompleks, seperti Fusarium, Pythium, Macrophomina bersama nematoda, atau serangkaian jamur. Phytophthora dan  Pythium paling umum dijumpai di tanah basah.  Rhizoctonia dan Fusarium merajai pada kondisi yang lebih hangat dan di tanah yang memiliki kandungan bahan organik tinggi.

Walaupun Fusarium dan Phytophthora dapat menyebabkan penyakit akar pada beberapa tanaman berkayu, tetapi kebanyakan busuk akar pada pohon-pohon seperti itu disebabkan oleh Basidiomycetes penghancur selulosa, seperti  Armillaria, Ganoderma, Rigidoporus dan Phellinus. Informasi lebih lanjut tentang penyakit Phytophthora dapat dilihat pada Erwin dan Ribeiro (1996).

1.1.2        Patogen batang


Layu pembuluh
Patogen-patogen yang menyebabkan layu pembuluh biasanya hanya berhubungan dengan sistem pembuluh (xilem).  Gejala-gejala penyakit termasuk hilangnya turgor, layu daun, perubahan warna daun menjadi kuning, dan pada kasus yang berat, tanaman roboh dan mati. Hanya setelah tanaman mati, jamur berpindah ke jaringan lain untuk bersporulasi. Empat marga jamur penyebab layu pembuluh  adalah Fusarium, Verticillium, Ceratocystis dan Ophiostoma. Untuk informasi lebih lanjut tentang  Ceratocystis dan Ophiostoma lihat Wingfield dkk. (1999).

Fusarium menyebabkan layu pembuluh pada banyak tanaman sayuran, bunga, buah, dan serat. Kebanyakan jenis-jenisnya yang penting termasuk kompleks Fusarium oxysporum. Ada banyak sekali  forma khusus (formae speciales, ff. spp.), yang masing-masing mempunyai kisaran inang yang terbatas dan seringkali memiliki sejumlah ras patogen. Untuk informasi tambahan tentang teknik laboratorium untuk Fusarium lihat Burgess dkk. (1994).

Kanker
Kanker pada batang tanaman herba dihasilkan oleh jamur patogen seperti Colletotrichum dan Phomopsis, yang juga menyerang dedaunan dan buah. Rhizoctonia solani dan Corticium rolfsii adalah agen penyebab penyakit bilur yang penting pada bagian dasar batang tanaman herba, terutama kacang-kacangan. Seringkali miselium dapat dilihat pada permukaan inang. Phytophthora dan Fusarium seringkali menyerang tanaman berkayu, walaupun gejala luar agak sulit ditemukan.


Nyali
Nyali atau gal adalah pertumbuhan abnormal atau pembengkakan yang disebabkan  oleh pembesaran hiperplastik jaringan tanaman akibat stimulasi oleh serangga, bakteri, virus, dan jamur patogen  seperti Exobasidium dan Synchytrium.

Sapu setan
Penyakit ini mempunyai ciri khas berupa perkembangan yang  abnormal, berlebihan, seperti sikat atau sapu pada tunas atau akar yang lemah. Contohnya adalah penyakit sapu setan pada coklat yang disebabkan oleh jamur Crinipellis pernicosa.

Kerak merah jambu (Pink crust)
Corticium salmonicolor adalah Basidiomycetes yang membentuk kerak datar berwarna merah jambu pada ranting dan cabang  tanaman berkayu di kawasan tropik dan subtropik, menyebabkan penyakit merah jambu atau kerak merah jambu. Jamur penyakit ini masuk ke dalam pepagan dan kayu, mematikan ranting dan cabang, dan menyebabkan daun menjadi kisut.

1.1.3        Patogen daun


Gejala pada daun sangat penting dalam diagnosis penyakit tanaman. Beberapa penyakit daun disebabkan oleh saprob, yang lainnya disebabkan oleh patogen jamur obligat. Gejala umum dapat disebabkan oleh banyak patogen jamur yang berbeda, tetapi gejala yang spesifik cenderung berhubungan dengan kelompok patogen tertentu.

Pada daun, berbagai mikroorganisme dapat menyebabkan bercak nekrotik dan blobor, yang biasanya ditunjukkan dengan ciri bentuk dan pola tertentu. Sifat diagnostik penting lainnya ialah adanya tubuh buah jamur, umur daun dan ukuran areal yang rusak.

‘Bercak daun’ umumnya terbatas pada areal-areal yang kecil dari jaringan nekrotik. Walaupun, dalam beberapa kasus jaringan mungkin tidak mati, hanya berubah warna karena adanya organisme penyebab. Berbagai jamur patogen (dan hama serangga) dapat menyebabkan bercak daun. Bercak daun dapat pula dikelilingi oleh lingkaran klorotik.

‘Bercak target’ (target spot) terdiri atas satu seri cincin melingkar; ‘bercak cincin’ biasanya melingkar dengan pinggir gelap; ‘bercak daun bersegi’ dibatasi vena daun, dan ‘bercak mata’ biasanya berbentuk lensa dengan bercak gelap di tengah. ‘Lubang gotri’ adalah istilah yang digunakan untuk mempertelakan bercak daun dengan pusat nekrotik dari bercak rontok. Seringkali, ini merupakan hasil ikutan dari reaksi pertahanan tanaman inang untuk membatasi penyebaran penyakit.

Antraknos
Gejala antraknos berupa bercak atau bidang kecil nekrotik yang gelap, agak terbenam  kadang dengan pinggir yang terangkat. Acervuli (acervular conidiomata) kadang-kadang dapat dijumpai tersusun dalam cincin atau lingkaran pada bilur.  Gejala-gejala ini biasanya terjadi pada dedaunan, batang, dan buah. Infeksi yang berat dapat menyebabkan mati pucuk ranting atau cabang. Banyak ahli patologi tanaman menggunakan istilah antraknos khusus untuk beberapa, namun tidak semua, penyakit yang disebabkan oleh Colletotrichum.

Karat putih
Jamur karat putih termasuk Peronosporales. Cirinya ialah adanya rangkaian sporangia yang dihasilkan di dalam sorus berwarna putih, di bawah epidermis. Gejalanya muncul seperti lepuh putih tepat di bawah epidermis. Oospora dapat dijumpai di dalam jaringan inang. Contohnya ialah karat putih pada Brassica (Albugo candida).

Hawar
Istilah hawar digunakan untuk mempertelakan pengerutan yang tiba-tiba dan luas serta kematian daun, bunga, pucuk, buah dan bahkan seluruh tanaman. Biasanya  jaringan yang paling muda tumbuhnya diserang lebih dulu. Hawar disebabkan oleh berbagai jenis jamur patogen termasuk Colletotrichum gloeosporioides (hawar bunga mangga) dan Phytophthora colocasiae (hawar daun talas).

Lepuh
Lepuh yang mempengaruhi daun dicirikan oleh adanya bilir-bilur yang tampak rusak seperti tersiram air panas. Bilur-bilur kebanyakan memutih, tetapi dapat juga sebagian tembus pandang, dan biasanya tidak menunjukkan adanya klorosis. Contoh penyakit lepuh misalnya lepuh daun padi (Gerlachia oryzae) dan lepuh barley (Rhynchosporium secalis).

Blas
Bidang-bidang kecil nekrotik dan pucat pada daun yang disebabkan oleh jamur dan bakteri disebut blas. Hal itu dapat merupakan gejala penyakit atau stres, hasil pelukaan serangga, atau karena kondisi iklim yang berubah. Sebagai contoh patogen ialah Pyricularia oryzae pada padi dan beberapa rumput lain.

Kudis
Kudis adalah bilur dangkal yang memiliki ciri tersendiri, yaitu secara lokal sangat kasar dan berlubang-lubang kecil. Gejala-gejalanya meliputi penebalan abnormal dari lapisan permukaan dengan atau tanpa perkembangan gabus. Jamur dari marga Elsinoë, Fusicladium, Sphaceloma, Venturia dan Cladosporium kebanyakan menyebabkan kudis. Jamur kudis dapat pula dijumpai pada buah dan batang.

Embun bulu
Embun bulu disebabkan oleh  jamur dari bangsa Sclerosporales (jenis-jenis yang menginfeksi rumput) dan Peronosporales (jenis-jenis  yang menginfeksi tanaman dikotil). Kebanyakan dari jenis-jenis ini sangat bergantung kepada lapisan tipis air untuk bergerak di permukaan tanaman inang dan menyerang jaringan tanaman.  Pada keadaan kelembaban tinggi, embun bulu dapat menyebabkan kerusakan berat pada tanaman pertanian.  Contohnya, embun bulu pada tanaman jewawut (Sclerospora graminicola). Gejala-gejala tampak sebagai lapisan tepung putih pada permukaan bawah daun. Bentuk konidiofora dapat digunakan untuk membedakan marga yang berbeda. Informasi selanjutnya tentang embun bulu dapat dilihat pada Spencer (1981).


Embun tepung
Jamur embun tepung adalah parasit obligat yang termasuk suku  Erysiphaceae, contohnya Blumeria graminis pada tanaman serealia dan rerumputan. Ciri khas jamur embun tepung adalah terbentuknya proliferasi miselium berwarna putih di permukaan dan konidia seperti tepung pada permukaan daun. Askomata yang kecil dan membulat kadang-kadang timbul di permukaan daun. Haustorium dibentuk di  dalam sel epidermis; konidiofora dibentuk secara lateral pada hifa dan konidia tidak bersekat dibentuk dalam rantai basipetal. Kebanyakan jenis jamur ini mempunyai forma spesial (formae specialis, f. sp.) yang didasarkan pada jenis inangnya. Jamur embun tepung dapat beradaptasi pada lingkungan yang relatif kering, dan sebetulnya merupakan satu-satunya kelompok  jamur parasit tanaman yang konidianya dapat berkecambah tanpa adanya air bebas. Informasi selanjutnya tentang embun tepung selanjutnya dapat dilihat pada Braun (1987).

Jamur jelaga
Jamur jelaga disebabkan oleh anggota-anggota Capnodiales dan Chaetothyriales. Mereka membentuk selaput hitam pada daun dan batang hidup dengan cara tumbuh pada tanaman dan kotoran serangga. Jamur jelaga biasanya berasosiasi dengan kerusakan yang disebabkan oleh hama pengisap cairan tumbuhan seperti kutu daun dan kutu perisai. Jamur jelaga dapat menurunkan fotosintesis secara nyata dan mempunyai potensi untuk mengurangi gegas tanaman dan menurunkan hasil panen. Informasi  selanjutnya mengenai jamur jelaga dapat dilihat pada Hughes (1976).

Embun hitam
Jamur embun hitam termasuk Meliolales, seringkali dikacaukan dengan jamur jelaga. Jamur embun hitam merupakan patogen daun, yang umum dijumpai di hutan hujan tropik. Jamur ini  seringkali tertukar dengan jamur jelaga. Kerusakan yang disebabkannya biasanya tidak parah. Jamur ini dicirikan oleh adanya hifa yang kasar dengan  hifopodia lateral yang pendek, askomata di permukaan, dan askospora yang besar dan gelap. Informasi selanjutnya tentang Meliolales dapat dilihat pada Hansford (1961) dan Hansford (1963).

1.1.4        Patogen buah dan biji


Beberapa patogen yang umum seringkali berasosiasi dengan busuk buah. Salah satu dari yang paling banyak berlimpah ruah adalah Colletotrichum gloeosporioides (teleomorfnya adalah Glomerella cingulata), yang biasanya berasosiasi dengan antraknos pada buah. Bilur ini umumnya membuka bila umurnya bertambah. Jenis-jenis Phytophthora berperan dalam pembusukan berbagai buah-buahan, contoh yang baik ialah pada coklat dan kelapa. Phomopsis dan Fisicoccum berasosiasi dengan busuk ujung batang tanaman buah-buahan tropik.

Buah-buahan biasanya rentan terhadap penyakit pasca panen yang timbul selama proses pengepakan, penyimpanan, transportasi dan penanganan. Penyakit pasca panen seringkali melibatkan patogen yang ada di lapangan namun tidak tampak. Penyakit akan terus berkembang bahkan dalam kondisi di dalam lemari es dan gejala-gejalanya akan tampak pada tingkat apa saja dalam  proses, ketika kondisi lingkungan menjadi baik untuk perkembangan penyakit. Contoh-contoh penyakit pasca panen di antaranya ialah busuk alih (Rhizopus stolonifer), jamur pensil (Penicillium expansum), kapang kelabu (Botrytis cinerea), busuk buah Aspergillus (Aspergillus spp.) dan busuk ujung batang (Phomopsis spp. dan Fusicoccum spp.). Informasi selanjutnya mengenai penyakit pasca panen yang disebabkan jamur dapat dilihat pada Pitt dan Hocking (1999).

Ergot
Penyakit ergot disebabkan oleh jamur dari bangsa Clavicipitales dan terdapat pada rerumputan termasuk sebagian besar serealia. Konidia jamur ergot Sphacelia menginfeksi bakal buah. Umumnya serangga menyebarkan konidia ini, yang terdapat dalam ‘embun madu’ yang keluar dari floret inang sebagai reaksi terhadap infeksi. Sklerotiumnya seringkali mengandung alkaloid yang beracun dan dapat mengkontaminasi biji-bijian untuk konsumsi manusia dan hewan. Informasi selanjutnya mengenai jamur Clavicipitales dapat dilihat pada White dkk. (2003).

1.1.5        Jamur karat


Penyakit karat disebabkan oleh jamur yang termasuk bangsa Uredinales. Gejala-gejalanya meliputi bisul bertepung pada daun dan batang. Spora jamur berwarna kuning, jingga atau coklat dan mempunyai penampakan seperti karat. Contohnya, Puccinia polysora pada jagung, Puccinia purpurea pada sorgum, dan Phakopsora pachyrhizi pada kedelai. Jamur karat dibahas secara luas oleh Cummins dan Hiratsuka (2003).

Jamur karat merupakan patogen tanaman yang bernilai ekonomi tinggi. Lebih dari 7.000 jenis jamur telah dipertelakan yang mencakup 160 marga, di antaranya yang terbesar adalah Puccinia. Paling sedikit 30 marga bersifat monotipe. Jamur karat selama daur hidupnya dapat membentuk lima tipe spora. Tipe spora ditulis dengan angka Romawi:

O         Spermatia (dibentuk dalam spermogonium).
I           Esiospora (dibentuk dalam esium).
II         Urediniospora (dibentuk dalam uredinium).
III        Teliospora (dibentuk dalam telium).
IV        Basidiospora (dibentuk di atas basidium oleh teliospora yang sedang berkecambah).

Jamur karat yang menghasilkan kelima tipe spora disebut makrosiklik. Banyak jamur karat yang tidak mempunyai kemampuan untuk menghasilkan satu tipe spora atau lebih misalnya jamur karat mikrosiklik yang hanya menghasilkan tipe III dan IV. Banyak jamur karat mempunyai dua tanaman inang yang tidak berkerabat, inang primer untuk tipe II, III dan IV, dan inang lainnya untuk tipe O dan I.  Jamur karat dengan dua tanaman inang yang tidak berkerabat adalah heteroesius. Jamur karat yang mempunyai inang tunggal disebut autoesius.

Daur hidup jamur karat makrosiklik dan heteroesius yang khas adalah sebagai berikut:

1.         Basidiospora yang sedang berkecambah menginfeksi daun tanaman inang.
2.         Spermogonia yang dihasilkan di daun melepaskan sel-sel kecil (spermatia) dalam tetesan kecil yang disebarkan oleh serangga. Hifa reseptif di permukaan tumbuh keluar dari spermogonium (atau melalui epidermis) yang dibuahi oleh spermatia dari kelamin yang berlawanan.
3.         Hifa yang terbentuk menghasilkan esium dan esiospora yang disebarkan oleh angin atau serangga. Esiospora hanya dapat menginfeksi inang lain.
4.         Setelah menginfeksi, miselium membentuk uredinium dan urediniospora yang tampak seperti massa debu, berwarna jingga atau coklat. Urediniospora disebarkan oleh angin. Mereka menyebabkan infeksi baru pada inang yang sama dan beberapa generasi urediniospora mungkin dibentuk selamau musim tumbuh.
5.         Telium dengan teliospora dibentuk pada akhir musim tumbuh. Kadang-kadang teliospora dan urediniospora menempati sorus yang sama. Teliospora biasanya berfungsi sebagai spora yang sedang istirahat. Setiap sel teliospora mampu membentuk basidium tunggal, bersekat tiga, yang menghasilkan basidiospora pada sterigmata. Basidiospora disebarkan oleh angin.

Jika memeriksa material tanaman yang diduga terinfeksi jamur karat amatilah hal-hal berikut ini:

Ø  Uredinium dan telium - terdapat di mana? Di bagian permukaan daun (atau bagian tanaman yang lain) yang mana?;
Ø  Urediniospora - bentuk dan hiasan pada permukaan;
Ø  Parafisa (sel steril) - jika ada, bentuk dan ukurannya;
Ø  Pori kecambah - jumlah dan letak pada urediniospora; dan
Ø  Teliospora - bentuknya, pembentukan sekat, dan ada tidaknya tangkai.

1.1.6        Jamur api


Penyakit jamur api disebabkan oleh jamur yang termasuk kelas Ustilaginomycetes. Ciri khas jamur ini ialah dibentuknya massa spora seperti tepung berwarna hitam (sori). Sori tampak di dalam atau di permukaan akar, batang, daun, perbungaan, bunga, kepala sari  dan bakal buah.

Jamur api merupakan patogen tanaman pertanian dan tanaman hias yang sangat penting. Ada lebih kurang 2.000 jenis jamur api yang termasuk dalam 90 marga. Klasifikasi jamur api telah banyak berubah dalam beberapa tahun terakhir berdasarkan hasil penelitian ultrastruktur dan molekuler. Dalam sejarahnya, klasifikasi bergantung kepada cara perkecambahan spora. Informasi selanjutnya dapat dilihat pada Vánky (2002).

Ciri-ciri jamur api yang paling mencolok ialah  massa spora seperti debu yang  berwarna gelap (teliospora),  di dalam sori pada organ-organ tertentu. Spora jamur api tidak bertangkai, sangat berbeda dengan teliospora jamur karat. Spora jamur api umumnya disebarkan oleh angin.

Teliospora berkecambah dan menghasilkan basidiospora (sporidia) yang berkecambah seperti koloni khamir dalam kultur. Di alam, dua basidiospora yang sedang berkecambah bergabung membentuk hifa infeksi. Biasanya hanya bagian- bagian tertentu dari tanaman inang yang rentan terhadap infeksi, misalnya bakal buah dan bunga.

Perubahan-perubahan mutakhir dalam klasifikasi jamur api berarti bahwa banyak nama jamur api telah berubah. Beberapa contoh adalah sebagai berikut:

Ø  Sporisorium terbatas  pada rerumputan dan mengakomodasi banyak jamur api yang semula dalam marga lain, termasuk Sphacelotheca and Sorosporium;
Ø  Sphacelotheca terbatas pada inang yang termasuk Polygonaceae dan sekarang digolongkan dalam Urediniomycetes (yang meliputi jamur karat);
Ø  Sorosporium terbatas pada bunga tanaman inang dalam Caryophyllaceae; dan
Ø  Ustilago terbatas pada rerumputan namun jenis-jenis yang dipertelakan pada inang-inang lain (terutama dikotil) kebanyakan termasuk Microbotryum dalam Urediniomycetes.

Bila mengamati materi tanaman yang diperkirakan terinfeksi jamur api amatilah yang berikut ini:

Ø  Bagian inang yang terinfeksi;
Ø  Jaringan hipertrofi;
Ø  Adanya bola-bola spora atau spora-spora yang lepas;
Ø  Bentuk, ukuran dan hiasan permukaan spora;
Ø  Ada tidaknya sel-sel steril di antara spora;
Ø  Ada tidaknya peridium dan kolumela di dalam sorus;

1.2       BAKTERI


Bakteri adalah mikroorganisme bersel tunggal, prokariot, tidak berklorofil, dan dicirikan oleh perkembang biakan yang cepat. Bakteri terdapat di mana-mana dan beragam menurut sifat fisiologinya, sehingga mereka menempati relung ekologi yang luas. Penyakit bakteri pada tanaman terdapat di seluruh dunia. Karena  bakteri menyukai kondisi lembab atau hangat, mereka sangat penting di daerah tropik, subtropik dan yang suhunya hangat.

Umumnya bakteri dapat bertahan hidup pada sisa-sisa tanaman pertanian, di dalam tanah, pada biji atau tanaman hidup. Bakteri menginfeksi tanaman melalui luka atau pembukaan alami seperti stomata dan lentisel. Biji yang terinfeksi, bibit tanaman   yang terinfeksi, cipratan air, serangga dan mesin semuanya dapat menyebarkan bakteri.

Tidak ada klasifikasi formal untuk bakteri, namun nama-nama yang diberikan untuk bakteri telah diatur. International Code of Nomenclature of Bacteria (Bacteriological Code) berisi peraturan-peraturan yang mengatur pemberian nama bakteri yang akan digunakan. Pada tahun 1975, Bacteriological Code (Revisi 1975) memperkenalkan konsep publikasi yang sahih (valid) untuk nama-nama bakteri. Penerbitan Approved Lists of Bacterial Names (International Journal of Systematic Bacteriology, 1980, 30, 225-420) merupakan titik awal baru dimulainya tata nama bakteri. International Code of Nomenclature of Bacteria (Revisi 1990) merupakan landasan tata nama bakteri. Kode tersebut menyatakan bahwa nama suatu takson terbit dengan sahih dan karena itu kedudukan dalam  tata nama, jika salah satu kriteria berikut ini terpenuhi:

Ø  Nama tersebut disitir di dalam Approved Lists of Bacterial Names;
Ø  Nama tersebut terbit di dalam makalah dalam International Journal of Systematic Bacteriology (IJSB) atau dalam International Journal of Systematic and Evolutionary Microbiology (IJSEM) dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Bacteriological Code.  Sejak Agustus 2002, ada lagi satu  persyaratan dari IJSEM bagi penulis jenis baru, anak jenis baru, dan kombinasi baru untuk memberikan bukti bahwa spesimen tipe telah disimpan sekurang-kurangnya paling tidak di dua koleksi kultur yang dikenal di dua negara yang berbeda; dan
Ø  Nama tersebut telah diterbitkan secara sahih dengan cara diumumkan dalam Daftar Validasi. Daftar Validasi adalah daftar yang diterbitkan dalam IJSB atau IJSEM yang memvalidasi nama-nama bakteri yang diterbitkan di tempat lain.

Approved Lists of Bacterial Names memuat 2.212 nama marga, jenis atau anak jenis dan 124 nama takson tingkat yang lebih tinggi. Approved Lists of Bacterial Names mengakui nama jenis-jenis bakteri berdasarkan pertelaan modern. Pada tahun 2002 tercatat adanya 5.806 jenis bakteri yang termasuk dalam sekitar 1.094 marga. Telah tercatat adanya 132 jenis bakteri patogen tanaman dalam 29 marga. Marga-marga utama bakteri penyebab penyakit tanaman adalah Agrobacterium, Clavibacter, Erwinia, Pseudomonas, Streptomyces, Xanthomonas dan Xylella. Dalam takson-takson di atas ada beberapa ratus patogen, banyak yang dikenal sebagai patovar yang spesifik pada jenis dan marga tanaman inang mereka. Contohnya, Pseudomonas syringae mempunyai lebih dari 40 patovar yang berbeda, sedangkan Xanthomonas campestris mempunyai lebih dari 123 patovar.

Banyak bakteri patogen tanaman mempunyai daur penyakit yang hidup pada inang sebagai epifit sebelum fase patogen. Banyak bakteri patogen tanaman tidak masuk ke dalam sel secara langsung, tetapi memperbanyak diri dalam ruang antar sel.   Bakteri-bakteri ini dapat masuk melalui lubang alami seperti stomata, hidatoda, dan luka. Bakteri-bakteri ini memiliki satu seri faktor virulensi yang dikeluarkan oleh bakteri, termasuk  enzim ekstraselular, racun, fitohormon dan  polisakarida ekstraselular.

Diagnosa penyakit bakteri tanaman meliputi pemeriksaan yang teliti terhadap semua gejala dan mempertimbangkan faktor-faktor lain yang mungkin penting. Penyakit bakteri dapat ditunjukkan dengan tidak adanya patogen  dan hama yang lebih dapat dilihat seperti  serangga dan jamur. Adanya lanyau (ooze)  dan observasi dengan mikroskop pada goresan bakteri dari permukaan yang diiris di bawah air menunjukkan infeksi bakteri.
Metode pengenceran seringkali digunakan untuk mengisolasi bakteri. Tujuannya ialah untuk mendapatkan koloni tunggal  dari patogen  yang diduga, sehingga menjamin isolasi kultur murni yang hanya berisi satu jenis bakteri.  Mediumnya  harus sesuai dan permukaan agar-agar harus kering. Pastikan kemurnian kultur sebelum memulai pengujian. Bekerja dengan kultur campuran merupakan usaha yang sia-sia dan memberikan hasil yang tidak ada artinya. Banyak patogen tanaman yang  dapat diidentifikasi sementara dengan menggunakan beberapa pengujian.

Sebelum mencoba mengidentifikasi kultur bakteri, kultur tersebut sebaiknya diperiksa kemurniannya. Hal ini dilakukan dengan membuat larutan yang sangat encer dari beberapa sel dalam air steril atau larutan garam steril dan membuat goresan dengan jarum ose  pada cawan agar-agar yang kering, seperti untuk goresan isolasi. Goresan diperiksa setiap hari selama beberapa hari untuk mengecek apakah semua koloni identik. Koloni yang tampak identik pada waktu tumbuh terpisah kadang terlihat berbeda jika tumbuh berdekatan. Jika ada keraguan tentang kemurnian kultur pada tahap ini, koloni tunggal sebaiknya dibuat lagi sub-kulturnya sampai kemurniannya terjamin. Tidak ada gunanya bekerja dengan kultur campuran.

Pengujian goresan untuk mengecek kemurnian sebaiknya juga digunakan untuk mengamati morfologi  koloni. Bentuk, ukuran, tekstur, tanda-tanda permukaan koloni, elevasi, tipe tepi, konsistensi, warna, sifat tembus atau tidak tembus cahaya  dan kecepatan pertumbuhan koloni harus dicatat. Demikian pula adanya pigmen, presipitasi atau kristal sebaiknya dicatat juga.

Kunci dikotom (pembagian dalam dua bagian) merupakan salah satu bentuk kunci paling awal yang digunakan untuk mengidentifikasi bakteri. Diagnosa mengikuti gerak maju langkah demi langkah sepanjang rute percabangan.  Walaupun kunci umumnya tidak dapat dipercaya lagi dalam bidang yang lebih luas dari taksonomi bakteri, namun kunci tersebut masih digunakan dengan baik oleh ahli diagnosa yang tertarik pada patogen  tanaman. Haruslah hati-hati selama melaksanakan prosedur identifikasi, terutama pada pengujian awal. Sejumlah teknik lainnya digunakan untuk mempermudah identifikasi bakteri patogen tanaman, seperti analisa asam lemak, uji tipe reaksi terhadap fagotipe, antibodi monoklonal dan pemeriksaan asam nukleat.

Sifat morfologi mempunyai nilai sangat terbatas untuk identifikasi bakteri. Ukuran koloni, kecepatan pertumbuhan, warna, tekstur dan sifat tidak tembus cahaya tidak memberikan cukup banyak informasi untuk mengidentifikasi bakteri. Identifikasi bakteri bergantung kepada satu seri percobaan yang menunjukkan ada atau tidak adanya enzim-enzim tertentu.

1.3       FITOPLASMA


Fitoplasma, sebelumnya dikenal sebagai organisme yang menyerupai Mycoplasma, adalah prokariota dalam kelas Mollicutes. Mereka mirip dengan bakteri namun tidak mempunyai dinding sel yang kaku dan tidak dapat hidup bebas di lingkungan sekitar dan belum dapat ditumbuhkan dalam kultur. Fitoplasma dijumpai dalam sel-sel tabung tapis jaringan floem tanaman dan umumnya disebarkan oleh wereng daun dan  wereng batang pemakan floem. Fitoplasma merupakan parasit obligat dan menyelesaikan daur hidupnya di dalam jaringan inang. Fitoplasma menyebabkan penyakit pada berbagai tanaman inang. Gejala-gejala yang  biasanya disebabkan oleh fitoplasma ialah daun menjadi berwarna kuning, pengerdilan, mati pucuk, ukuran daun berkurang ('daun kecil'), sapu setan, berfilodium, menghijau (virescence) dan gigantisme ('kuncup besar').

Sampai saat ini, metode-metode utama yang digunakan untuk mengidentifikasi dan membedakan penyakit fitoplasma adalah adanya gejala, kisaran inang, kekhususan vektor, dan pengamatan dengan mikroskop elektron transmisi (TEM) terhadap irisan yang sangat tipis dari jaringan yang sakit.  Perkembangan teknik molekuler atas dasar DNA, terutama primer PCR fitoplasma-spesifik yang dirancang berdasarkan rangkaian gen 16S ribosomal RNA (rRNA) yang sangat awet, telah meningkatkan kapasitas untuk mendeteksi dan mengidentifikasi fitoplasma.

1.4       VIRUS DAN VIROID


Virus adalah parasit obligat yang amat sangat kecil dan hanya dapat dilihat dengan bantuan mikroskop elektron. Tidak serupa dengan bakteri dan jamur,  virus tidak terdiri atas sel-sel, melainkan terdiri atas selubung  atau cangkang protein yang disebut ‘capsid’, yang mengelilingi genom asam ribonukleat (Ribonucleic Acid, RNA) atau asam deoksiribonukleat (Deoxyribonucleic Acid, DNA). Virus  hanya dapat memperbanyak diri di dalam sel hidup dengan komando yang diberikan oleh  proses genetik tanaman yang terinfeksi. Sumber energi tanaman dengan demikian dialihkan untuk mengembang-biakkan virus. Infeksi virus mengganggu fungsi normal tanaman seperti fotosintesis dan pertumbuhan. 

Serangga pengisap cairan misalnya kutu daun dan wereng daun seringkali menyebarkan virus. Bibit tanaman vegetatif yang terinfeksi memegang peranan penting dalam penyebaran virus. Virus seringkali bertahan hidup pada inang lainnya yang tumbuh sebagai gulma.


Viroid adalah molekul-molekul asam ribonukleat yang bundar dengan bobot molekul rendah, tidak memiliki selubung protein, dan menginfeksi sel-sel tanaman, menggandakan diri dan menyebabkan penyakit.  Viroid ditularkan secara mekanis selama pemangkasan tanaman, melalui penyebaran biji dan perkembang-biakkan vegetatif misalnya okulasi.

1.4.1        Jenis virus dan catatan-catatan


Jenis-jenis virus tidak harus selalu berhubungan dengan spesimen karena virus tidak merupakan organisme berbentuk sel. Jenis-jenis virus tanaman, seperti yang dikenal oleh ‘International Committee on Taxonomy of Viruses’ (ICTV) (http://www.ncbi.nlm.nih.gov/ICTV/), dipertelakan dan diidentifikasi, atas dasar kepemilikan kombinasi yang unik dari beberapa sifat termasuk:

Ø  Jenis tanaman yang secara alami terinfeksi virus;
Ø  Gejala-gejala pada tanaman yang secara alami terinfeksi pada beberapa tingkat infeksi;
Ø  Cara penyebaran, misalnya melalui persentuhan, biji, serbuk sari, dan vektor;
Ø  Berbagai jenis yang rentan terhadap infeksi percobaan;
Ø  Bentuk partikel virus;
Ø  Sifat khas biokimia protein dan asam nukleat virus;
Ø  Pembandingan rangkaian dan organisasi gen dengan virus lain yang telah dikenal; dan
Ø  Serologi.

Alasan mengapa catatan-catatan virus tanaman seringkali tidak dikaitkan dengan spesimen-spesimen tanda bukti ialah karena sampai saat ini, belum mungkin untuk menyimpan spesimen-spesimen virus dalam keadaan hidup. Umumnya virus tidak stabil walaupun dikering-bekukan. Sekarang sudah ada metode yang canggih untuk penyimpanan virus jangka panjang, misalnya dengan mengklon genomnya dalam bakteri.

Oleh karena itu catatan-catatan tentang virus jarang berdasarkan spesimen. Malahan catatan-catatan tentang virus sering berdasarkan sifat-sifat yang tercatat, misalnya teks yang deskriptif, foto, data percobaan, sederetan gen, dan serologi. Informasi tentang sebagian besar virus yang menginfeksi tanaman dapat ditemukan pada pangkalan data VIDE (Virus Identification Data Exchange) (http://image.fs.uidaho.edu/vide/refs.htm#descriptions).

Virus bentuk-batang
Virus bentuk-batang, termasuk virus mosaik tembakau (Tobacco Mosaic Virus, TMV) umumnya berdiameter 3–25 nm dan panjangnya 150–2000 nm, bergantung kepada panjang RNA-nya. Partikel virus dapat berbentuk batang lurus, melengkung atau bengkok. Struktur umum virus ini terdiri atas RNA dan subunit protein yang tersusun dalam sebuah uliran.

Virus isometrik
Virus isometrik dapat dijumpai tunggal atau dalam pasangan dengan diameter 20–70 nm. Di bawah mikroskop elektron virus ini tampak mempunyai struktur geometris dengan simetri ikosahedral, yaitu mempunyai 12 puncak dan 20 permukaan bersegi tiga. Contohnya, Cauliflower mosaic Virus (CaMV).

Virus bentuk basil
Virus bentuk basil mempunyai bentuk mirip dengan bakteri dalam marga Bacillus. Virus ini kadang diselimuti oleh selubung. Contohnya antara lain, Alfalfa Mosaic Virus (AMV) dan Sugarcane Bacilliform Virus (SCBV).

Beberapa cara dapat digunakan untuk mengidentifikasi virus tanaman. Para ahli virologi tanaman seringkali memelihara tanaman herba indikator di dalam rumah kaca bebas serangga, yang dapat digunakan untuk mempelajari daya tular virus dan berbagai tanaman inang. Tanaman-tanaman ini memperlihatkan gejala-gejala yang berbeda bila diinokulasi dengan virus yang berbeda. Gejala-gejala saja biasanya tidak cukup untuk identifikasi yang meyakinkan. Teknik-teknik laboratorium seperti serologi, mikroskop elektron, dan analisis asam nukleat harus digunakan dalam identifikasi virus.

1.4.2        Gejala virus


Gejala-gejala penyakit yang tampak, yang disebabkan  oleh infeksi virus seringkali dapat dilihat oleh seorang pembuat diagnosa yang berpengalaman. Ada dua tipe gejala utama penyakit virus, yaitu yang diakibatkan oleh infeksi primer pada tanaman inang, misalnya bilur,  dan yang disebabkan  infeksi sekunder atau  sistemik, contohnya mosaik. Tidak seperti  jamur patogen, virus hanya dapat masuk ke dalam sel tanaman melalui luka, seperti rambut-rambut epidermis yang putus,  luka lecet ringan, atau lubang dalam lapisan sel epidermis yang seringkali disebabkan oleh gigitan serangga.

Gejala awal yang berkembang pada tempat masuknya virus ke dalam sel tanaman disebut gejala lokal dan seringkali jelas berbentuk areal sel-sel yang sakit, yang disebut bilur. Bilur bervariasi ukurannya, dari sebesar titik ujung jarum sampai bercak yang lebih besar, yang dapat menjadi klorotik, karena hilangnya klorofil, atau nekrotik (jika sel-sel mati). Bilur seringkali terjadi setelah penularan virus melalui cairan tanaman secara mekanis ke permukaan daun dan kadang-kadang setelah dimakan serangga yang membawa virus, seperti kutu daun, walaupun hal ini jarang terjadi.

Pada  beberapa interaksi antara inang dan virus, virus tidak mampu menyebar ke luar lokasi awal infeksi dan bilur lokal mungkin merupakan satu-satunya gejala yang dapat diamati. Tipe reaksi  yang sangat terbatas ini disebut reaksi hipersensitif. Jika virus tidak ditahan, virus akan menyebar ke dalam mesofil daun. Segera sesudah virus mencapai sistem jaringan pembuluh, virus akan menyebar sangat cepat ke seluruh tanaman, sehingga mengakibatkan terjadinya infeksi sekunder atau sistemik. Kebanyakan virus berpindah melalui floem.

Gejala sekunder atau gejala sistemik mungkin dapat menghasilkan perubahan-perubahan yang dapat dilihat, contohnya klorosis dan layu, dan perubahan internal seperti terbentuknya struktur sel yang abnormal, yang hanya dapat diamati dengan bantuan mikroskop cahaya atau mikroskop elektron.

Gejala mosaik terjadi jika sel-sel tertentu dalam organ tanaman yang dipengaruhi virus, biasanya daun, terinfeksi dan berubah warna, sementara sel-sel lainnya tampak normal. Sel-sel yang terinfeksi biasanya berwarna hijau pucat, karena produksi klorofil berkurang. Bentuk dan pola gejala-gejala mosaik sangat bervariasi bergantung kepada tanamannya. Pada jenis-jenis monokotil,  gejala ini biasanya tampak berbentuk garis atau goresan. Pada jenis-jenis dikotil, bila bagian yang warnanya berubah bentuknya bundar, seringkali diacu sebagai moreng (bilur, mottle), kurik klorotik (chlorotic flecking), bercak dan blobor.

Pada beberapa interaksi antara virus dan tanaman inang, seluruh daun mungkin menjadi kuning disebabkan  oleh berkurangnya produksi klorofil dan hancurnya kloroplas. Hal ini merupakan gejala utama yang ada hubungannya dengan virus-virus ‘menguning’,  bit kuning, dan jelai kerdil kuning. Gejala menguning biasanya mula-mula diamati berupa klorosis antar vena, dan kadang-kadang di areal yang berbatasan dengan jaringan-jaringan pembuluh tetap hijau, yang berlainan dengan bagian-bagian daun lainnya. Walaupun demikian, virus-virus tertentu  menyebabkan vena menguning (vein yellowing) dan vena tembus cahaya (vein clearing), misalnya penyakit lettuce big vein dan Turnip Mosaic Virus (TuMV).

Bercak cincin adalah gejala yang biasanya terjadi ketika areal yang berpenyakit terbatas pada lingkaran sel yang terinfeksi. Sel-sel yang terinfeksi ini dapat menjadi klorosik atau nekrosik. Cincin dapat terjadi dalam lingkaran konsentris (Gambar 15). Bercak cincin dapat pula terjadi pada batang dan buah, walaupun umumnya terjadi pada daun. Contoh virus yang menyebabkan bercak cincin termasuk Tomato Spotted Wilt Virus (TSWV) dan Papaya Ringspot Virus (PRSV).

Nekrosis sel  dapat terjadi pada bilur yang terlokalisasi sekitar titik infeksi atau secara teratur pada bagian-bagian tanaman lainnya, seperti buah dan biji atau daun yang terlindung. Contohnya, Turnip Mosaic Virus menyebabkan nekrosis pada bagian dalam daun tanaman kol.

Pengurangan ukuran tanaman (pengerdilan, pengecilan) adalah gejala umum infeksi virus yang biasanya dijumpai berkombinasi dengan gejala lainnya. Pengerdilan dapat terjadi di seluruh tanaman atau terbatas pada bagian tertentu seperti meristem pucuk. Gejala ini mungkin sulit diamati, kecuali jika tanaman yang terinfeksi virus tumbuh berdampingan dengan tanaman sehat.

Bean Common Mosaic Virus dan Strawberry Latent Ringspot Virus merupakan dua di antara virus-virus yang dapat mengakibatkan pertumbuhan abnormal, yaitu distorsi pada daun dan batang tanaman inang yang terinfeksi. Kedua virus ini menyebabkan daun kacang-kacangan dan seledri menjadi seperti sabuk. Pertumbuhan abnormal muncul karena tidak adanya keseimbangan hormon dalam daun. Distorsi dan ketidaknormalan lainnya  termasuk proliferasi sel, seperti pada batang coklat yang terinfeksi Cacao Swollen Shoot Virus.  Pertambahan jumlah sel yang berlebihan disebut hiperplasia, sedangkan pertambahan ukuran sel disebut hipoplasia. Contoh hipoplasia adalah terjadinya lubang-lubang pada batang jeruk disebabkan oleh Citrus Tristeza Virus.






Gambar 15     Gejala-gejala virus (dari kiri ke kanan), lingkaran klorotik, bercak cincin, dan mosaik


Beberapa virus menimbulkan pertumbuhan seperti tumor (enasi dan tumor) pada daun dan akar. Pertumbuhan pada daun disebut enasi yang tampak seperti kutil, dan dapat terjadi di permukaan atas dan bawah daun. Gejala enasi dapat dijumpai pada tanaman kapri yang terinfeksi Pea Enation Mosaic Virus (PEMV).  Seperti pada distorsi batang dan daun, tumor terjadi sebagai akibat dari tidak adanya keseimbangan hormon yang diinduksi virus, yang menyebabkan terjadinya proliferasi sel abnormal.

Perubahan warna pada daun mahkota dan bunga tulip adalah salah satu penyakit virus yang dipertelakan pertama kali dalam abad ke-17. Penyakit yang disebabkan virus mosaik pada tulip ini menghasilkan keanekaragaman warna pada bunga tulip. Umbi yang terinfeksi virus dihargai tinggi oleh para petani di Negeri Belanda dan penyakit ini sampai sekarang masih dimanfaatkan. Turnip Mosaic Virus dan Bean Yellow Mosaic Virus berturut-turut dapat menyebabkan perubahan warna pada stok dan gladiol.

Infeksi virus dapat mengakibatkan  jumlah buah yang sedikit, kecil atau bentuknya tidak baik. Misalnya Cucumber Mosaic Virus dapat mengakibatkan buah ketimun yang cacat. Demikian pula, infeksi tanaman selada oleh Lettuce Mosaic Virus dapat sangat mengurangi produksi biji. Juga serbuk sari tanaman yang terinfeksi virus seringkali steril atau kelangsungan hidupnya dapat terganggu.

Kerusakan kloroplas sel dan proliferasi sel yang abnormal telah dikemukakan di atas. Walaupun demikian, ada perubahan sitologi dan histologi lainnya yang terjadi, misalnya  ‘jasad kepungan’  (inclusion bodies) yang disebabkan oleh virus. Beberapa jenis virus telah diamati dalam inti sel tanaman. Banyak virus menyebabkan perubahan di dalam kloroplas, kebanyakan mengakibatkan penurunan daya biokimia dan struktur, yaitu kehilangan warna dan bentuk. Perubahan histologi lainnya termasuk pengurangan atau penambahan jumlah sel, nekrosis sel internal, terbentuknya lignin pada unsur xilem, dan degenerasi serta kematian sel floem.

Virus dapat tertimbun dalam jumlah besar di dalam sel, membentuk ‘jasad kepungan’, yang hampir seluruhnya dapat terdiri atas partikel virus. ‘Jasad kepungan’ dapat terbentuk di dalam inti sel, tetapi biasanya di dalam sitoplasma. Partikel dapat tersusun secara acak, berdampingan, ujung dengan ujung, atau dalam kisi-kisi tiga dimensi.

Tanaman yang tidak memperlihatkan gejala infeksi virus tidak berarti bahwa tanaman bebas virus. Virus dapat menginfeksi inang tertentu dan memperbanyak diri di dalam sel inang tanpa memperlihatkan gejala yang dapat dilihat. Infeksi laten sangat umum dijumpai pada tanaman liar dan gulma. Virus dapat bertahan hidup terus pada inang pengganti yang kemudian dapat ditularkan kembali pada tanaman hortikultura dan tanaman pertanian oleh serangga pengisap cairan.

Perkembangan gejala penyakit virus seringkali beragam bergantung kepada galur virus dan gen mematikan yang dimilikinya. Tanaman inang itu sendiri mungkin resisten, toleran, atau rentan terhadap infeksi virus. Demikian pula, umur tanaman dan saat infeksi memainkan peranan penting dalam penampakan gejala. Umumnya, tanaman muda lebih rentan terhadap infeksi dan tanaman yang tua lebih toleran. Infeksi yang lebih awal juga cenderung mengakibatkan hilangnya hasil panen yang lebih besar daripada infeksi yang terjadi kemudian.

Perkembangan gejala virus seringkali lambat pada suhu tinggi, sebab perbanyakan virusnya biasanya terhambat. Walaupun demikian, suhu tinggi juga dapat mengurangi kemampuan tanaman inang  melawan infeksi, dan segera setelah suhu turun, infeksi dapat berlangsung dengan cepat. Tanaman yang tumbuh dengan intensitas cahaya yang tinggi, kurang peka terhadap infeksi daripada tanaman yang tumbuh dengan intensitas cahaya rendah. Juga, tanaman yang tumbuh pada tanah yang subur seringkali lebih rentan terhadap infeksi virus. Kadar  nitrogen yang tinggi, misalnya, dapat menyebabkan tanaman lebih rentan.

Gejala penyakit yang berasosiasi dengan infeksi virus seringkali sangat mirip dengan gejala kekurangan hara atau keracunan kimia seperti kerusakan oleh herbisida. Ada dua cara untuk menyingkirkan ketidakteraturan hara atau ketidakseimbangan kimia, yaitu:

Ø  Perhatikan distribusi tanaman yang terjangkit penyakit. Umumnya dalam hal ketidakteraturan hara, tanaman akan dipengaruhi menurut pola yang berasosiasi dengan tipe tanah atau penggunaan zat kimia. Virus yang paling sering disebarkan oleh vektor, biasanya mempunyai distribusi  mengelompok atau menunjukkan kecenderungan dekat dari sumber infeksi, misalnya gulma;
Ø  Demostrasikan pemindahan gejala dengan menggunakan okulasi atau pemindahan cairan secara mekanis dari tanaman yang diduga terinfeksi virus ke tanaman yang sehat dalam kondisi percobaan. Hal ini merupakan tahapan pertama dalam penggunaan postulat Koch untuk menentukan penyebab penyakit.

1.5       NEMATODA


Metode yang telah lama digunakan untuk mengidentifikasi nematoda ialah membandingkan ciri-ciri morfologi spesimen dengan pertelaan yang telah diterbitkan, seringkali dengan bantuan kunci identifikasi.  Berkaitan dengan hal ini, spesimen harus diawetkan dan direkatkan untuk diamati dan diukur dengan bantuan mikroskop mengharuskan dengan perbesaran tinggi. Untuk identifikasi yang meyakinkan, sebanyak 5–10 nematoda betina dewasa dan atau jantan perlu disediakan, karena beberapa ciri  yang membedakan bersifat kuantitatif dan keragaman antar jenis umum dijumpai.

Dalam banyak kasus, identifikasi nematoda parasit tanaman sampai tingkat marga dapat dilakukan berdasarkan ciri-ciri morfologi umum, pengetahuan mengenai inang dan fauna nematoda di daerah koleksi. Pada beberapa kasus, identifikasi spesimen hidup sampai tingkat jenis dimungkinkan dengan informasi tersebut.

Walaupun demikian, beberapa jenis nematoda sulit ditentukan, bahkan dengan hasil pengamatan pakar mengenai sifat morfologi dan morfometrik yang tepat.  Oleh karena itu, nematologi berdasarkan taksonomi dan diagnosa bergerak semakin cepat menuju metode  molekuler dan biokimia. Untuk beberapa marga nematoda, sekarang diperlukan  informasi tentang rangkaian DNA untuk mempertelakan jenis baru. Studi kemotaksonomi menunjukkan adanya jenis kriptik, yaitu jenis yang tidak dapat dibedakan berdasarkan sifat morfologinya. Walaupun demikian, dimungkinkan untuk mencari kembali perbedaan morfologi  untuk mendukung data kimia.

1.5.1        Perlunya identifikasi


Pendekatan dan keahlian yang diperlukan untuk identifikasi nematoda akan bergantung kepada tujuannya. Spesimen yang disimpan dalam koleksi nasional dan internasional harus dideterminasi, atau paling tidak dikonfirmasi, oleh seorang ahli taksonomi nematoda yang berpengalaman. Meskipun, perlu diketahui bahwa untuk takson yang sulit, ahli taksonomi yang berpengalamanpun mungkin memberikan determinasi yang berbeda atau mungkin tidak dapat memberikan identifikasi yang pasti.

Untuk keperluan survei, identifikasi nematoda mungkin cukup dilakukan oleh ahli diagnosa nematoda, saran ahli  taksonomi hanya diperlukan jika terdapat catatan baru atau jenis yang belum dapat diidentifikasi. Apabila ada catatan baru, spesimen harus disimpan dalam koleksi nasional untuk pemeriksaan ulang apabila diperlukan. Jika ada kemungkinan mempunyai implikasi karantina dan perdagangan, maka  konfirmasi yang mandiri dapat dianjurkan sebelum dipublikasi.

Untuk studi pengelolaan atau ekologi, determinasi spesimen hidup dengan memperhitungkan fauna lokal dan inang yang sedang diteliti mungkin tepat guna. Namun, untuk memperkuat studi seperti itu disarankan untuk memperoleh penegasan dari ahli taksonom mengenai material yang sedang diteliti. Seringkali dalam pekerjaan seperti ini hanya marga saja yang dideterminasi.

1.5.2        Membedakan nematoda parasit tanaman


Untuk keperluan produksi tanaman dan pengaturannya, pada awalnya penting untuk membedakan nematoda pemakan tanaman dan nematoda pemakan substrat lain. Nematoda pemakan tanaman mempunyai stilet (alat makan berlubang yang dapat dikeluar-masukkan) pada lubang mulutnya. Klasifikasi spesimen hidup ke dalam kelompok-kelompok yang diduga, dimungkinkan dengan memeriksanya dibawah mikroskop stereo yang baik kualitasnya. Gambar 16 menunjukkan keragaman dalam morfologi anterior nematoda yang berhubungan dengan perilaku makan.


Gambar 16     Perbandingan morfologi anterior beberapa kelompok nematoda. A, B, C – ‘tylenchid’, ‘aphelenchid’, ‘dorylaimid’ – nematoda berstilet, pemakan tanaman, jamur dan ganggang, beberapa menjadi predator; D, E –  ‘rhabditid’, ‘cephalobid’ – pemakan bakteri; dan F – ‘mononchid’ – predator

Dari pada makan tanaman, beberapa jenis nematoda yang berstilet lebih menyukai jamur, ganggang dan lumut kerak, dan beberapa jenis lainnya bertindak sebagai predator mikrofauna tanah. Oleh karena itu, hubungan antara morfologi dan inang perlu dipertimbangkan untuk menempatkan spesimen secara pasti  ke dalam marga pemakan tanaman.

1.5.3        Identifikasi jenis


Identifikasi berdasar morfologi
Identifikasi dilakukan berdasarkan bentuk, adanya ciri-ciri anatomi dan jumlahnya termasuk dimorfisme seksual secara morfologi, ukuran-ukuran serta rasio ukuran-ukuran (morfometrik). Kunci-kunci dan pertelaan yang telah diterbitkan menunjukkan ciri-ciri yang mendiagnosa  marga dan jenis. Kunci identifikasi yang dapat digunakan dengan bantuan komputer juga telah tersedia. Dua contoh yang menggunakan program-program berbeda adalah marga-marga nematoda tanaman (www.lucidcentral.org) dan nematoda Australia (www.ento.csiro.au).  

Identifikasi secara molekuler dan biokimia
Metode-metode DNA berdasarkan urutan pemeriksaan, fragmen yang terbatas dan yang sejenisnya telah dikembangkan untuk memecahkan beberapa tantangan identifikasi dan diagnosa yang teliti. Sebagian orang mengandalkan pada ekstraksi dan amplifikasi (penguatan) DNA dari  individu nematoda, sedangkan yang lainnya dapat mendeteksi dan menghitung jenis-jenis tertentu dalam contoh tanah. Suatu kendala yang nyata ialah bahwa identifikasi dapat hanya terbatas pada suatu jenis tunggal atau kelompok jenis yang kecil dan validasi mungkin dapat dilakukan dengan penarikan contoh terbatas dari keragaman antar jenis. Walaupun demikian, penerapan teknologi ini mungkin sekali meningkat dengan pesat.

Metode-metode kemotaksonomi lainnya telah dikembangkan, yang meliputi analisa isozim, profil protein, pengujian serologi, tetapi hanya beberapa yang telah diterima secara luas. Pemilahan jenis-jenis nematoda buncak akar dengan cara analisa isozim telah terbukti merupakan pendekatan yang praktis karena sifat-sifat morfologi berdasarkan diagnosa kurang tegas. Pendekatan DNA dan kimia membutuhkan fasilitas yang lebih canggih tetapi tidak memerlukan tenaga ahli taksonomi terlatih dalam diagnostik rutin. Walaupun demikian, pengembangan pendekatan ini lebih lanjut harus menggunakan bahan yang telah diidentifikasi secara dapat dipercaya untuk memberikan cara pemecahan yang kuat.

1.6       TEKNIK-TEKNIK DIAGNOSA


1.6.1        Mikroskop elektron payar


Berbeda dengan mikroskop majemuk yang menggunakan cahaya untuk melihat contoh, maka mikroskop elektron payar (Scanning Electron Microscope, SEM) menggunakan elektron untuk menghasilkan gambar suatu contoh. SEM mempunyai perbesaran (resolusi) yang jauh lebih besar daripada mikroskop majemuk, karena panjang gelombang elektron sekitar 100.000 kali lebih kecil daripada panjang gelombang cahaya. SEM sangat berguna untuk memeriksa struktur permukaan spora jamur.

Perbesaran terbaik mikroskop cahaya adalah 0,2 µm atau 200 nm. Perbesaran SEM adalah 3–6 nm, hampir 100 kali lebih baik daripada mikroskop cahaya. SEM memungkinkan pengamatan permukaan preparat yang jauh lebih rinci daripada mikroskop cahaya dan memiliki medan pengamatan yang lebih dalam, sehingga lebih banyak contoh yang dapat diamati pada waktu yang sama.

SEM menggunakan cahaya elektron untuk melihat dengan teliti permukaan suatu contoh untuk membentuk gambar tiga dimensi dari spesimen itu. Elektron sangatlah kecil dan mudah dibelokkan oleh molekul gas di udara. Oleh karena itu, untuk memungkinkan elektron mencapai contoh, kolom tempat pancaran elektron lewat dan bilik spesimen dibuat hampa udara.

Untuk menyimpan struktur contoh biologi dalam keadaan hampa udara, contoh harus dikeringkan secara hati-hati dengan menggunakan karbon dioksida cair dalam mesin yang disebut pengering titik kritis (critical point drier). Contoh biasanya direkatkan pada tonggak logam (stub) dengan menggunakan selotip dua muka (double-sided tape), kemudian dilapisi dengan lapisan tipis logam mulia seperti emas, agar bersifat menghantar listrik. Spora jamur karat dan jamur api yang berdinding tebal tidak perlu dikeringkan dengan pengering titik kritis dan dapat langsung diberi lapisan setelah direkatkan pada tonggak logam.

1.6.2        Teknik biokimia dan molekuler


Tidak adanya gejala penyakit yang tampak pada suatu tanaman tidak berarti bahwa tanaman tersebut bebas patogen. Pakar patologi tanaman perlu menggunakan teknik biokimia atau molekuler untuk mendeteksi keberadaan beberapa patogen.  Pengindeksan adalah istilah yang digunakan untuk suatu prosedur pengujian keberadaan patogen yang diketahui, terutama virus, pada tanaman. Pengindeksan memberi peluang untuk menerapkan secara cepat strategi pengendalian dan mengurangi kemungkinan berkembangnya wabah penyakit. Pengindeksan juga penting dalam penerapan strategi karantina untuk menjaga agar suatu negara bebas dari penyakit asing, dan rencana sertifikasi yang menghasilkan bibit tanaman ‘bebas penyakit’.

1.6.3        Serologi (imunologi)


Dalam serologi, antibodi-antibodi khusus yang dibuat untuk antigen-antigen pada patogen digunakan untuk diagnosa penyakit. Antibodi ini dapat bersifat poliklonal (populasi campuran antibodi yang dibuat dengan cara mengebalkan seekor hewan dengan ekstrak patogen dan mengumpulkan darahnya) atau antibodi monoklonal (sel-sel limpa hewan yang dikebalkan yang mengeluarkan antibodi tunggal dipinakkan (cloned) dan diperbanyak dalam kultur jaringan).

Salah satu uji serologi diagnostik yang paling umum digunakan ialah Enzyme-linked Immunosorbent Assay (ELISA). Antibodi dibiarkan menyerap dalam sumuran cawan mikrotiter. Larutan uji kemudian ditambahkan ke dalam sumuran dan bila terdapat antigen, antigen akan mengikat pada antibodi. Sumuran kemudian dicuci, kemudian ditambahkan antibodi yang dikonyugasikan dengan enzim, sumuran dicuci lagi dan akhirnya ditambahkan substrat enzim. Jika terdapat antigen, maka ikatan konyugasi antibodi-enzim mengkatalisasi perubahan substrat kromogenik menjadi produk yang berwarna.

Diagnosa patogen dengan menggunakan metode serologi memiliki banyak keuntungan. Walaupun untuk memproduksi antibodi diperlukan waktu beberapa minggu, namun antibodi itu stabil untuk jangka waktu lama, jika  disimpan secara benar dan memberikan hasil yang cepat. Metode serologi dapat disesuaikan untuk kondisi laboratorium dan lapangan.

1.6.4        Metode berdasar asam nukleat


Banyak gen dimiliki secara bersama oleh organisme hidup, tetapi umumnya gen dengan fungsi yang sama akan berbeda urutannya dari satu takson ke takson lain. Keragaman ini dapat digunakan untuk diagnosa dengan menggunakan beberapa teknik seperti hibridisasi asam nukleat dan reaksi rantai polimerase (Polymerase Chain Reaction, PCR). Teknik molekuler moderen untuk menganalisa asam nukleat sangatlah peka, sehingga pada kondisi ideal jumlah  DNA dalam pikogram dapat dideteksi.

Suatu PCR tertentu meliputi pemanasan campuran DNA, polimerase DNA yang tahan panas, primer DNA dan dNTP dalam larutan penyangga yang sesuai hingga suhu lebih dari 90°C untuk mengubah sifat DNA, diikuti pendinginan hingga suhu sekitar 50–60°C untuk menguatkan primer pada untaian DNA yang terpisah, kemudian suhu dinaikkan menjadi 72°C,  yang merupakan suhu optimal untuk polimerisasi DNA, agar terbentuk untaian DNA komplementer sebagai perpanjangan dari primer DNA.  Setelah setiap siklus pengubahan sifat, penguatan dan perpanjangan, jumlah DNA menjadi berlipat dua, menuju peningkatan jumlah DNA secara  eksponensial, yang setelah 30 siklus, dapat digambarkan dengan mudah dalam gel agarosa melalui pewarnaan dengan etidium bromid.

Metode diagnosa berdasarkan asam nukleat memiliki keunggulan kecepatan dan kepekaan pendeteksian, beberapa kali lebih baik daripada teknik imunologi. Kelemahan teknik berdasarkan asam nukleat meliputi peralatan, reagen dan sarana yang mahal, kurang praktis jika dibandingkan dengan teknik serologi, dan peningkatan kepekaan dapat berarti bahwa kontaminasi contoh lebih menjadi  masalah.

Tidak ada komentar:

Pengikut