Papan Buletin Blog Bhima

Bhima's Leaf

Rabu, 22 Desember 2010

Konsepsi Validitas Tes Atau Alat Ukur Sosial Psikologis



Validitas penelitian mempersoalkan derajat kesesuaian hasil penelitian dengan keadaan yang sebenarnya. Validitas penelitian mengandung dua sisi, yaitu: 1) validitas internal, dan 2) validitas eksternal. Validitas internal penelitian mempersoalkan kesesuaian antara data hasil penelitian dengan keadaan yang sebenarnya. Untuk mendapatkan validitas internal penelitian yang memadai, peneliti menggunaan instrumen pengambil data yang memenuhi persyaratan ilmiah tertentu. Validitas eksternal penelitian mempersoalkan derajat kesesuaian antara generalisasi hasil penelitian dengan keadaan yang sebenarnya atau sejauhmana generalisasi hasil penelitian sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Untuk menjamin validitas eksternal hasil penelitian, peneliti menyusunan rancangan sampling yang cermat.
Validitas soal (item validity) adalah istilah yang mudah menimbulkan kerancuan, mungkin karena namanya yang mudah menimbulkan salah tafsir (misleading). Validitas soal adalah derajat kesesuaian antara sesuatu soal dengan perangkat soal-soal lain, Ukuran validitas soal adalah korelasi antara skor pada soal itu dengan skor pada perangkat soal (item-total correlation) yang banyak dihitung dengan korelasi biserial. Isi validitas soal adalah daya pembeda soal (item discreminating power). Informasi yang di miliki hanyalah bahwa kumpulan atau perangkat soal itu bersama-sama mengukur sesuatu.
Validitas Tes atau validitas alat ukur adalah "sejauh mana tes itu mengukur apa yang dimaksudkan untuk diukur" (validity of test is the extent to which the test measures what it is purposed to measure). Jadi, validitas tes pada dasarnya menunjuk kepada derajat fungsi mengukurnya suatu tes, atau derajat kecermatan ukurnya sesuatu tes.
Definisi yang paling lazim mengenai validitas tercermin dalam pertanyaan: ”Apakah kita sungguh-sungguh mengukur ihwal yang memang ingin kita ukur? Dalam pertanyaan ini yang ditekankan adalah apa yang sedang diukur. Misalnya seorang guru telah menyusun tes untuk mengukur minat pada matematika, namun yang yang dimasukkan ke dalam tes tersebut adalah butir-butir yang mengukur bakat pada matematika. Tes tersebut tidak valid, karena meskipun mengukur tentang perihal matematika siswa, namun tidak mengungkap minat dan yang terungkap adalah bakat. Dengan kata lain, pengukuran yang dilakukan oleh tes ini tidak mengukur apa yang seharusnya diukur oleh guru itu.
Suatu tes atau alat ukur dikatakan valid jika pernyataan pada tes atau alat ukur tersebut mampu untuk mengungkap sesuatu yang hendak diukur. Validitas ditentukan oleh ketepatan dan kecermatan hasil pengukuran. Pengukuran dilakukan untuk mengetahui seberapa banyak (dalam arti kuanfitatif) suatu aspek terdapat dalam diri sese¬orang, yang dinyatakan oleh skor pada instrumen pengukur yang bersangkutan.
Dalam teori skor-murni klasikal, pengertian validitas tersebut dapat dinyatakan sejauhmana besar skor-tampak X mendekati besarnya skor-murni T. Skor-tampak X tidak akan sama dengan skor-murni T kecuali apabila alat ukur yang bersangkutan memiliki validitas yang sempurna. Semakin skor-tampak mendekati skor-murni akan semakin tinggi validitasnya dan sebaliknya.
Suatu alat ukur yang tinggi validitasnya akan memiliki eror pengukuran yang kecil, artinya skor setiap subjek yang diperoleh oleh alat ukur tersebut tidak jauh berbeda dari skor yang sesungguhnya. Dengan demikian secara keseluruhan alat tes yang bersangkutan akan menghasilkan varians eror yang kecil pula.
Pengukuran aspek non-fisik atau psikologis dan sosial mengandung lebih banyak sumber eror daripada pengukuran aspek fisik. Prosedur validasi alat ukur non-fisik adalah suatu estimasi terhadap validitas dengan prosedur tertentu. Dengan menggunakan teknik dan cara yang tepat dapat dilakukan prosedur estimasi guna melihat apa yang sesungguhnya diukur oleh tes dan seberapa cermat hasil ukurnya.


VALIDITAS ISI.
Tipe Validitas ini merupakan validitas yang diestimasi lewat pengujian terhadap isi tes dengan analisis rasional (professional judgment), "sejauh mana item-item dalam tes mencakup keseluruhan kawasan isi objek yang hendak diukur" atau "sejauh mana isi tes mencerminkan ciri atribut yang hendak diukur".
Pengertian "mencakup keseluruhan kawasan" isi tidak saja menunjukkan bahwa tes tersebut harus memuat isi yang komprehensif dan relevan pada batasan tujuan ukur. Estimasi validitas ini tidak melibatkan perhitungan statistik apapun melainkan hanya analisis rasional maka tidaklah diharapkan setiap orang akan sama sependapat mengenai sejauhmana validitas isi suatu tes telah tercapai.
Validitas isi terbagi menjadi dua tipe, yaitu face validity (validitas muka) dan logical validity (validitas logik). Validitas muka adalah tipe validitas yang paling rendah signifikansinya karena hanya didasarkan pada penilaian terhadap format penampilan (appearance) tes. Apabila penampilan tes telah meyakinkan dan memberikan kesan mampu mengungkap apa yang hendak diukur maka dapat dikatakan bahwa validitas muka telah terpenuhi. Validitas logik disebut juga sebagai validitas sampling (sampling validity). Validitas ini menunjuk pada sejauhmana isi tes merupakan representasi dari ciri-ciri atribut yang hendak diukur. Untuk memperoleh validitas logik yang tinggi suatu tes harus dirancang sedemikian rupa sehingga hanya berisi item yang relevan dan perlu menjadi bagian tes secara keseluruhan. Suatu objek ukur yang hendak diungkap haruslah dibatasi kawasan perilaku secara seksama dan konkret. Batasan perilaku yang kurang jelas menyebabkan item-item yang tidak relevan terikut dan tertinggalnya bagian penting dari objek ukur yang seharusnya dimasukan.

VALIDITAS KONSTRUK.
            Merupakan tipe validitas yang menunjukkan sejauhmana tes mengungkap suatu trait atau konstruk teoretik yang hendak diukur. Pengujian validitas konstrak merupakan proses yang terus berlanjut sejalan dengan perkembangan konsep mengenai trait yang diukur. Walaupun pengujian validitas konstrak biasanya memerlukan teknik analisis statistika yang lebih kompleks, namun hasil estimasi validitas konstruk tidak dinyatakan dalam bentuk koefisien validitas.

VALIDITAS BERDASARKAN KRITERIA.
            Prosedur pendekatan validitas berdasar kriteria menghendaki tersedianya kriteria eksternal yang dapat dijadikan dasar pengujian skor tes. Suatu kriteria adalah variabel perilaku yang akan diprediksikan oleh skor tes atau berupa suatu ukuran lain yang relevan. Untuk melihat tingginya validitas berdasar kriteria dilakukan komputasi korelasi antara skor tes dengan skor kriteria. Koefisien ini merupakan koefisien validitas bagi tes yang bersangkutan, yaitu rxy, dimana X melambangkan skor tes dan Y melambangkan skor kriteria.
Prosedur validasi berdasar kriteria menghasilkan dua macam validitas, yaitu validitas prediktif (predictive validity) dan validitas konkuren (concurrent validity). Validitas prediktif sangat penting artinya bila tes dimaksudkan untuk berfungsi sebagai prediktor bagi performansi di waktu yang akan datang. Contoh situasi yang menghendaki adanya prediksi performansi ini antara lain dalam seleksi mahasiswa baru. Tes yang digunakan untuk seleksi masuk perguruan tinggi, untuk menguji validitas prediktif tes seleksi tersebut diperlukan kriteria performansi yang akan datang, yang dalam hal ini adalah indeks prestasi (IP) setelah calon mahasiswa diterima menjadi mahasiswa dan menempuh pelajaran beberapa semester atau beberapa tahun kemudian. Tes seleksi masuk perguruan tinggi tersebut memiliki validitas yang tinggi apabila tes tersebut bila dikorelasikan dengan IP memiliki koefisien korelasi yang tinggi. Koefisien korelasi antara skor tes dan skor kriteria merupakan indikator mengenai saling hubungan antara skor tes dengan skor kriteria sebagai koefisien validitas prediktif. Prosedur validasi prediktif pada umumnya memerlukan waktu yang lama dan mungkin pula biaya yang tidak sedikit dikarenakan prosedur ini pada dasarnya bukan pekerjaan yang dianggap selesai karena lebih merupakan kontinyuitas dalam proses pengembangan tes.
Validitas konkuren adalah apabila skor tes dan skor kriterianya dapat diperoleh dalam waktu yang sama, maka korelasi antara kedua skor. Misalnya dalam penyusunan suatu skala inteligensi. Maka dapat menguji validitas skala inteligensi yang sedang disusun dengan cara menghitung korelasi antara skor skala tersebut dengan skor pada tes inteligensi lain yang telah valid, misalnya Skala Wechsler. Disamping itu, estimasi validitas skala inteligensi tersebut dapat pula diperoleh lewat perhitungan koefisien korelasinya dengan skor pada variabel lain yang relevan, yaitu yang dapat dianggap sebagai indikator tingkat inteligensi.

Tidak ada komentar:

Pengikut