Papan Buletin Blog Bhima

Bhima's Leaf

Jumat, 24 Desember 2010

Perkebunan Monokultur: Ekonomi Vs Ekologi, Ancam Keanekaragaman Hayati Indonesia


Oleh
Shalha Sahpianti
A1C407009
Keanekaragaman hayati merupakan suatu fenomena alam mengenai keberagaman makhluk hidup dan komplek ekologi yang menjadi tempat hidup bagi makhluk hidup. Keanekaragaman hayati dengan pengertian seperti itu mencakup interaksi antara berbagai bentuk kehidupan dengan lingkungannya, yang membuat bumi ini menjadi tempat yang layak huni dan mampu menyediakan jumlah besar barang dan jasa bagi kehidupan dan kesejahteraan manusia. Keanekaragaman hayati mempunyai peranan penting dalam membuat ekosistem berfungsi dan menyediakan berbagai jasa yang dihasilkan dari proses dari ekosistem tersebut.
Kerusakan alam dan pencemaran membuat gangguan terhadap ekosistem yang secara langsung juga mengganggu keanekaragaman hayati dan dapat menjadikannya keluar dari sistem web of life, yang berakibat pada terganggunya jasa ekosistem dalam menyediakan makanan, air bersih, kayu, sumber genetik dan lainnya, begitu juga dapat merusak fungsi regulasi dalam menjaga banjir, penyakit, kualitas air, dan penyerbukan (pollination), serta jasa pendukung dalam pemeliharaan kesuburan tanah. Hal ini yang menyebabkan berbagai bencana, baik secara langsung maupun tidak, yang tentunya lebih mempercepat  semakin rendahnya tingkat keanekaragaman hayati.
Berdasarkan data dan fakta yang ada, terlihat bahwa keanekaragaman hayati terus menerus mengalami penyusutan. Hutan tropis yang menjadi gudang keanekaragaman hayati telah menyusut lebih dari setengahnya. Kecenderungan penyusutan keanekaragaman hayati yang disebabkan oleh berbagai kasus lingkungan memerlukan perhatian khusus dan penanganan yang lebih serius.
Kerusakan lingkungan mengakibatkan sebanyak 17 ribu lebih spesies yang diketahui terancam punah, mengakibatkan hilangnya habitat satwa langka seperti gajah, harimau, orang utan dan dari yang sedikit diketahui mengenai tanaman dan serangga hingga berbagai jenis burung dan mamalia, dan tentunya bahkan sebagian spesies menghilang sebelum ditemukan atau dapat diidentifikasi.
`           Kerusakan-kerusakan lingkungan yang terjadi salah satunya disebabkan oleh pembukaan lahan hutan dalam skala besar dalam bentuk perkebunan monokultur, yakni perkebunan sawit. Di Indonesia saat ini pengembangan lahan sawit makin menjadi-jadi, ini karena secara ekonomi dipercaya bahwa sawit merupakan komoditas yang menguntungkan dan mempunyai prospek pasar yang cukup cerah, hal tersebut serta merta menjadi alasan untuk mengalahkan aspek pembangunan sosial dan lingkungannya. Sehingga semakin banyak pekebunan sawit maka semakin banyak pula kerusakan lingkungan yang terjadi akibat konversi hutan. Perubahan hutan menjadi perkebunan monokultur yang begitu cepat (terutama sawit), dan memporak porandakan bentang alam sehingga menyebabkan berbagai kerusakan lingkungan.
Akibat dari konversi hutan maka  bisa dipastikan Indonesia mendapat ancaman hilangnya keanekaragaman hayati dari ekosistem hutan hujan tropis. Juga menyebabkan hilangnya budaya masyarakat di sekitar hutan. Disamping itu praktek konversi hutan alam untuk pengembangan areal perkebunan kelapa sawit telah menyebabkan jutaan hektar areal hutan konversi berubah menjadi lahan terlantar berupa semak belukar dan/atau lahan kritis baru, sedangkan realisasi pembangunan perkebunan kelapa sawit tidak sesuai dengan yang direncanakan.
Dampak negatif terhadap lingkungan menjadi bertambah serius karena dalam prakteknya pembangunan perkebunan kelapa sawit tidak hanya terjadi pada kawasan hutan konversi, melainkan juga dibangun pada kawasan hutan produksi, hutan lindung, dan bahkan di kawasan konservasi yang memiliki ekosistem yang unik dan mempunyai nilai keanekaragaman hayati yang tinggi. Erosi dan penurunan kesuburan tanah juga diidentifikasi sebagai dampak pembukaan lahan hutan dalam skala besar dan dampak ini terjadi secara umum di perkebunan (monokultur).
Dampak negatif yang terungkap dari aktivitas perkebunan kelapa sawit diantaranya:
  1. Persoalan tata ruang, dimana monokultur, homogenitas dan overloads konversi. Hilangnya keaneka ragaman hayati ini akan memicu kerentanan kondisi alam berupa menurunnya kualitas lahan disertai  erosi, hama dan penyakit.
  2. Pembukaan lahan sering kali dilakukan dengan cara tebang habis dan land clearing dengan cara pembakaran demi efesiensi biaya dan waktu.
  3. Kerakusan unsur hara dan air tanaman monokultur seperti sawit, dimana dalam satu hari satu batang pohon sawit bisa menyerap 12 liter (hasil peneliti lingkungan dari Universitas Riau) T. Ariful Amri MSc Pekanbaru/ Riau Online).   Di samping itu pertumbuhan kelapa sawit mesti dirangsang oleh berbagai macam zat fertilizer sejenis pestisida dan bahan kimia lainnya.
  4. Munculnya hama migran baru yang sangat ganas karena jenis hama baru ini akan mencari habitat baru akibat kompetisi yang keras dengan fauna lainnya. Ini disebabkan  karena keterbatasan lahan dan jenis tanaman akibat monokulturasi.
  5. Pencemaran yang diakibatkan oleh asap hasil dari pembukaan lahan dengan cara pembakaran dan  pembuangan limbah, merupakan cara-cara perkebunan yang meracuni makhluk hidup dalam jangka waktu yang lama.  Hal ini semakin merajalela karena sangat terbatasnya lembaga (ornop) kemanusiaan yang melakukan kegiatan tanggap darurat kebakaran hutan dan penanganan Limbah.
  6. Terjadinya konflik horiziontal dan vertikal akibat masuknya perkebunan kelapa sawit. sebut saja konflik antar warga yang menolak dan menerima masuknya perkebunan sawit dan bentrokan yang terjadi antara masyarakat dengan aparat pemerintah akibat sistem perijinan perkebunan sawit.
  7. Selanjutnya, praktek konversi hutan alam untuk pembangunan perkebunan kelapa sawit seringkali menjadi penyebab utama bencana alam seperti banjir dan tanah longsor
Jika dilihat dari dampak yang diakibatkan dari perkebunan monokultur kelapa sawit, maka kontribusi ekonomi yang diharapkan tidak sebanding dengan dengan kerusakan lingkungan yang terjadi, yang mengakibatkan dampak signifikan atas emisi karbon, hilangnya keanekaragaman hayati dan potensi jasa lingkungan lainnya. Belum lagi praktik-praktik buruk dalam pengelolaan perkebunan sawit yang memperparah kerusakan lingkungan, seperti pembersihan lahan dengan cara pembakaran. Artinya, jika perkebunan sawit dibuka dengan proses mengonversi hutan alam yang mempunyai nilai keragaman hayati tinggi atau nilai konservasi tinggi maka bisa dikatakan industri sawit skala besar menjadi salah satu penyebab deforestasi dan menjadi ancaman serius bagi keberadaan hutan hujan tropis di Indonesia.
Kerusakan alam yang diakibatkan pembukaan lahan perkebunan monokultur ini sudah seharusnya menjadi perhatian dan perlu ditangani secara serius. Ini dilakukan agar tidak semakin menyusutnya keanekaragaman hayati. Karena Potensi sumber daya alam seperti keanekaragaman hayati di indonesia sangat berlimpah, maka kekayaan alam itu perlu dilestarikan. Masyarakat indonesia tidak anti pembangunan. Namun, pembangunan jangan sampai menghancurkan flora dan fauna serta tatanan nilai budaya yang ada. Hutan, bukanlah semata-mata kayu. Produksi kayu dari kawasan hutan hanyalah 5% dari bagian fungsi hutan. Fungsi ekologi dan sosio-kultur dari hutan, jauh lebih memberikan topangan kehidupan bagi generasi manusia yang ada saat ini di dunia. Hutan sebagai rumah kehidupan, area belajar, apotek raksasa, serta penyedia air dan udara bersih dan beragam manfaat ekologis dan sosial-budaya lainnya, harus terus dipertahankan keberadaannya.
















Referensi

Indradi, Y. 2010. Berkaca Di Kemilau Minyak Sawit. diakses tanggal 11 Juli 2010. http://bataviase.co.id/node/146735
Perkebunan Monokultur Skala Besar Ancam Kehidupan Rakyat dan Ekologis. diakses tanggal 11 Juli 2010. http://www.satuportal.net/content/perkebunan-monokultur-skala-besar-ancam-kehidupan-rakyat-dan-ekologis
Achmad, S. 2007. Dampak Ekologi dan Lingkungan Akibat Perkebunan Sawit Skala Besar.  http://adekrawie.wordpress.com/2007/07/27/dampak-ekologi-dan-lingkungan-akibat-perkebunan-sawit-skala-besar/

 

 

 



















Tugas Keanekaragaman Hayati

Perkebunan Monokultur: Ekonomi Vs Ekologi,  Ancam Keanekaragaman Hayati Indonesia

Oleh
Shalha Sahpianti (A1C407009)

Dosen Pengampu
Ir. Bambang Hariyadi, P,hD
Agus Subagyo, S.Si, M.Si



LAMBANG UNJA EMBOSE 2








PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
JURUSAN PMIPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2010

Tidak ada komentar:

Pengikut