Hormon tumbuhan atau fitohormon adalah zat pengatur yang dihasilkan oleh tumbuhan yang dalam konsentrasi rendah mengatur proses – proses fisiologis dalam tubuh tumbuhan. Sedang pengatur tumbuh merupakan senyawa – senyawa organik selain nutrisi, baik yang dihasilkan sendiri oleh tumbuhan maupun senyawa – senyawa kimia sintetik yang dalam jumlah kecil memacu, menghambat atau sebaliknya mengubah beberapa proses fisiologis dalam tumbuhan.
Istilah pengatur pertumbuhan tanaman meliputi kategori luas yaitu substansi organik (selain vitamin dan unsur mikro) yang dalam jumlah sedikit merangsang, menghambat, atau sebaliknya mengubah proses fisiologis. Auksin sintetik diperlukan karena jaringan dipisahkan dari sumber auksin alami. Perangsang pertumbuhan sintetik, dalam campuran yang tepat, merangsang kalus (pembentukan massa sel yang tidak terdiferensiasi), diferensiasi organ, dan morfogenesis seluruh tanaman dari satu sel parenkima. Pengatur pertumbuhan tanaman dibagi menjadi 5 kelas, yaitu auksin, giberelin, sitokinin, penghambat pertumbuhan, dan etilen (Gardner dkk, 1991).
Tumbuh tidak saja diatur oleh faktor – faktor lingkungan tetapi juga oleh bahan – bahan kimia yang dihasilkan di dalam tumbuhan. Bahan – bahan kimia itu disebut hormon. Hormon merupakan senyawa organik yang bekerja aktif dalam jumlah yang sedikit sekali, ditransportasikan ke dalam seluruh tubuh tumbuhan dan mempengaruhi pertumbuhan atau proses – proses fisiologis lainnya. Hormon dibentuk di suatu tempat tetapi menunaikan fungsinya di tempat lain. Berbeda dengan enzim, hormon selama proses – proses metabolik, dan harus diperbaharui untuk menjaga kelangsungan pengaruhnya. Pertumbuhan di satu bagian dapat bergantung pada kegiatan selular lainnya. Dengan bantuan hormon, sel – sel tumbuhan dapat diubah dari unit – unit yang bebas menjadi bagian – bagian yang saling berkaitan dalam satu kesatuan organisme ( S.S. Tjitrosomo, 1985).
Bersamaan dengan itu terjadi pula perubahan-perubahan dalam pola pertumbuhan, sehingga akhirnya terbentuklah akar, batang, daun, bunga dan bagian-bagian lain dari tumbuhan. Faktor-faktor lingkungan seperti cahaya dan suhu berinteraksi dengan fitohormon dan proses-proses kimia selama tumbuh dan deferensisasi berlangsung ( Prawirnata, 1989).
.W.Went (1928), berhasil menemukan adanya zat yang dihasilkan oleh ujung tumbuhan dan yang berpengaruh besar terhadap pertumbuhan. Zat itu disebut zat penumbuh atau auksin (Dwidjoseputro, 1986).
.W.Went (1928), berhasil menemukan adanya zat yang dihasilkan oleh ujung tumbuhan dan yang berpengaruh besar terhadap pertumbuhan. Zat itu disebut zat penumbuh atau auksin (Dwidjoseputro, 1986).
Auksin adalah salah satu bentuk hormon yang paling banyak diteliti. Terutama berpengaruh terhadap pertumbuhan dengan merangsang pembesaran sel. Dalam merangsang pembelahan sel dan perubahan – perubahan lainnya, auksin ini bekerja sama dengan hormon – hormon lain (S.S. Tjitrosomo, 1985).
Pengaruh auksin terhadap pemanjangan dapat dipelajari dari hasil berdasarkan penelitian pada ujung koleoptil kecambah sejenis gandum (Avena sativa). Sebetulnya sudah lama diketahui bahwa ujung koleoptil itu penting untuk pemanjangan koleoptil dan batang bawahnya. Bila ujungnya dipotong, pertumbuhan akan terhambat beberapa jam, dan akan tumbuh lagi apabila ujung batang yang terpotong itu telah memproduksi auksin kembali. Tetapi bila potongan ujung koleoptil itu segera diletakkan kembali di tempatnya dan dilekatkan dengan gelatin yang hangat maka pertumbuhan tidak akan terhenti (S.S. Tjitrosomo, 1985).
Auksin adalah asam indol asetat (IAA) atau C10H9O2N. IAA merupakan suatu group dan senyawa-senyawa lain, misalnya asam naftalin asetat (C12H10O2) dan asam 2,4 diklorofenoksi asetat (C8H6O3Cl2) atau disingkat 2,4-D. Banyak lagi auksin lain dan sangat mudah untuk mengetahui apakah senyawa itu auksin atau tidak. Efek karakteristik auksin adalah kemampuan untuk mendorong pembengkokan suatu benih dan efek ini berhubungan dengan adanya suatau group atau di dalam molekul auksin tersebut ( Suwasono, 1986).
Auksin merupakan istilah generik untuk substansi pertumbuhan yang khususnya merangsang perpanjangan sel, tetapi auksin juga menyebabkan suatu kisaran respon pertumbuhan yang agak berbeda – beda. Respon auksin berhubungan dengan konsentrasinya. Konsentrasi yang tinggi bersifat menghambat (Gardner dkk, 1991).
Auksin merupakan istilah generik untuk substansi pertumbuhan yang khususnya merangsang perpanjangan sel, tetapi auksin juga menyebabkan suatu kisaran respon pertumbuhan yang agak berbeda – beda. Respon auksin berhubungan dengan konsentrasinya. Konsentrasi yang tinggi bersifat menghambat (Gardner dkk, 1991).
Auksin mengatur proses di dalam tubuh tanaman dalam morfogenesis. Misalnya kuncup lateral dan pertumbuhan akar dihambat oleh auksin, namun permulaan pertumbuhan akar baru digalakkan pada jaringan kalus yang terbentuk pada stek. Konsentrasi auksin yang berlebihan menyebabkan ketidaknormalan., seperti epinasti (kelainan bentuk daun yang disebabkan oleh pertumbuhan yang tidak sama urat daun bagian ujung dan pangkalnya). Auksin menunda absisi daun dan buah. Auksin merangsang partenokarpi (buah tanpa biji) pada buah ; misalnya buah strawberry tumbuh tanpa biji bila diberi perlakuan dengan asam naftalenasetat (NAA) atau dengan pilokram. Secara normal, kehadiran biji atau suatu sumber eksogen auksin diperlukan untuk pertumbuhan buah. Auksin juga efektif dalam mencegah berkecambahnya umbi yang disimpan (Gardner dkk, 1991). Menurut Gardner, sifat – sifat tertentu yang dimiliki senyawa
fitohormon yaitu :
1. Tempat sintesis berbeda dari tempat aktivitas (misalnya, sintesis di pucuk dan daun muda, tetapi responnya pada batang, akar, atau organ – organ lain).
2. Respon dihasilkan oleh jumlah yang sangat kecil (yaitu konsentrasinya bisa sekecil 10-9 M).
3. Tidak seperti vitamin dan enzim, respon mungkin berbentuk formatif dan lastik (tidak terpulihkan).
Praktikum ini dilakukan dengan tujuan agar mahasiswa dapat :
1. Mengenal adanya hormon atau zat pengatur tumbuh.
2. Mengetahui dan mempelajari peranan zat pengatur tumbuh auksin pada pembentukan akar.
Tanaman yang dibiakkan dengan stek, stek yang akan ditanam harus mempunyai tunas agar dapat menghasilkan akar. Sehingga harus ada sesuatu yang dihasilkan oleh tunas dan yang diedarkan ke daerah bawahnya, yaitu ke dasar pemotongan stek tersebut. Zat itu disebut juga auksin, atau ada yang menyebutnya rizokalin. Ternyata AIA dan beberapa zat lain yang dibuat di luar tubuh tanaman dapat menggantikan rizokalin tersebut (Dwidjoseputro, 1986). Menurut Thimann dan Went, sekalipun suatu stek itu tidak mempunyai tunas pada ujungnya, namun pembentukan akar dapat juga terjadi, asal diberikan AIA atau zat penumbuh yang lain.
Praktikum ini menggunakan rhotone F, yaitu salah satu jenis auksin untuk mengindikasi adanya rangsangan tumbuh terhadap tunas, daun, dan ujung akar stek jeruk. Hasil praktikum menunjukkan bahwa kecepatan rata-rata tumbuh tunas pada kontrol (tanpa rhotone F) dalam 3 kali ulangan yaitu 3 ; 3 ; dan 4. sedangkan tanaman yang diberi rhotone F yaitu 19 ; 17 ; 20. Rata – rata jumlah daun baru yang muncul pada tanaman yang diberi rhotone F dalam 3 kali ulangan yaitu, 5 ; 4 ; 6, sedangkan pada kontrol yaitu, 3 ; 4 ; 6. Rata – rata jumlah akar baru pada tanaman yang diberi rhotone F yaitu, 5 ; 7 ; 13, sedangkan pada kontrol yaitu, 5 ; 4 ; 7.
Rata – rata kecepatan tumbuh tunas, jumlah daun baru maupun jumlah akar baru, pada tanaman yang diberi rhotone F lebih banyak daripada kontrol. Hal ini membuktikan bahwa adanya aktivitas rhotone F sangat memacu tumbuhnya tunas, daun, dan akar baru. Auksin berfungsi dalam pengembangan sel – sel yang ada di daerah belakang meristem. Sel – sel tersebut menjadi panjang – panjang dan banyak berisi air. Ternyata auksin mempengaruhi pengembangan dinding sel, di mana mengakibatkan berkurangnya tekanan dinding sel terhadap protoplas. Maka, karena tekanan dinding sel berkurang, protoplas mendapat kesempatan untuk meresap air dari sel – sel yang ada di bawahnya., karena sel – sel yang ada di dekat titik tumbuh mempunyai nilai osmosis yang tinggi. Dengan demikian diperoleh sel yang panjang dengan vakuola yang besar di daerah belakang titik tumbuh (Dwidjoseputro, ).
Praktikum ini menggunakan rhotone F, yaitu salah satu jenis auksin untuk mengindikasi adanya rangsangan tumbuh terhadap tunas, daun, dan ujung akar stek jeruk. Hasil praktikum menunjukkan bahwa kecepatan rata-rata tumbuh tunas pada kontrol (tanpa rhotone F) dalam 3 kali ulangan yaitu 3 ; 3 ; dan 4. sedangkan tanaman yang diberi rhotone F yaitu 19 ; 17 ; 20. Rata – rata jumlah daun baru yang muncul pada tanaman yang diberi rhotone F dalam 3 kali ulangan yaitu, 5 ; 4 ; 6, sedangkan pada kontrol yaitu, 3 ; 4 ; 6. Rata – rata jumlah akar baru pada tanaman yang diberi rhotone F yaitu, 5 ; 7 ; 13, sedangkan pada kontrol yaitu, 5 ; 4 ; 7.
Rata – rata kecepatan tumbuh tunas, jumlah daun baru maupun jumlah akar baru, pada tanaman yang diberi rhotone F lebih banyak daripada kontrol. Hal ini membuktikan bahwa adanya aktivitas rhotone F sangat memacu tumbuhnya tunas, daun, dan akar baru. Auksin berfungsi dalam pengembangan sel – sel yang ada di daerah belakang meristem. Sel – sel tersebut menjadi panjang – panjang dan banyak berisi air. Ternyata auksin mempengaruhi pengembangan dinding sel, di mana mengakibatkan berkurangnya tekanan dinding sel terhadap protoplas. Maka, karena tekanan dinding sel berkurang, protoplas mendapat kesempatan untuk meresap air dari sel – sel yang ada di bawahnya., karena sel – sel yang ada di dekat titik tumbuh mempunyai nilai osmosis yang tinggi. Dengan demikian diperoleh sel yang panjang dengan vakuola yang besar di daerah belakang titik tumbuh (Dwidjoseputro, ).
Panjang akar yang diberi rhotone F lebih pendek daripada kontrol. Hal ini terjadi mungkin karena konsentrasi rhotone F yang diberikan terlalu tinggi. Dalam akar, pengaruh IAA biasanya menghambat pemanjangan sel, kecuali pada konsentrasi yang sangat rendah ( Prawirnata, 1989).
Menurut Prawirnata (1989), faktor-faktor lingkungan seperti cahaya dan suhu berinteraksi dengan fitohormon dan proses-proses kimia selama tumbuh dan diferensisasi berlangsung. Pengaruh fisiologis auksin terhadap tumbuhan yaitu pada :
Menurut Prawirnata (1989), faktor-faktor lingkungan seperti cahaya dan suhu berinteraksi dengan fitohormon dan proses-proses kimia selama tumbuh dan diferensisasi berlangsung. Pengaruh fisiologis auksin terhadap tumbuhan yaitu pada :
a. Pemanjangan sel
IAA dan auksin lain merangsang pemanjangan sel, akibatnya juga pemanjangan koleoptil dan batang. Distribusi IAA yang tidak merata dalam batang dan akar menimbulkan perbedaan dalam pembesaran sel disertai dengan pembengkokan organ (geotropisme, fototropisme). Sel-sel meristem dalam kultur kalus dan kultur organ juga tumbuh berkat pengaruh IAA. Auksin pada umumnya menghambat pemanjangan sel-sel jaringan akar.
b. Tunas ketiak
IAA yang dibentuk pada meristem apikal dan ditranspor ke bawah menghambat perkembangan tunas ketiak (lateral). Jika meristem apikal dipotong maka tunas lateral berkembang.
c. Absisi daun
Daun akan terpisah dari batang jika sel-sel pada daerah absisi mengalami perubahan fisik dan kimia. Proses absisi dikontrol oleh konsentrasi IAA dalasm sel-sel sekitar atau pada daerah absisi.
d. Aktivitas cambium
Auksin merangsang pembelahan sel dalam daerah kambium.
e. Tumbuh akar
Dalam akar, pengaruh IAA biasanya menghambat pemanjangan sel, kecuali pada konsentrasi yang sangat rendah. Hormon tumbuhan yang lain (giberelin, sitokinin, asam absisik, etilen dll) ikut serta dengan IAA dalam respon-respon fisiologis tersebut di atas.
I. SIMPULAN
Simpulan yang dapat diperoleh dari praktikum ini antara lain :
1. Hormon tumbuhan atau fitohormon adalah zat pengatur yang dihasilkan oleh tumbuhan yang dalam konsentrasi rendah mengatur proses – proses fisiologis dalam tubuh tumbuhan. Sedang pengatur tumbuh merupakan senyawa – senyawa organik selain nutrisi, baik yang dihasilkan sendiri oleh tumbuhan maupun senyawa – senyawa kimia sintetik yang dalam jumlah kecil memacu, menghambat atau sebaliknya mengubah beberapa proses fisiologis dalam tumbuhan.
2. Auksin adalah salah satu bentuk hormon yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dengan merangsang pembesaran sel. Dalam merangsang pembelahan sel dan perubahan – perubahan lainnya, auksin ini bekerja sama dengan hormon – hormon lain.
3. Hasil praktikum menunjukkan rata – rata kecepatan tumbuh tunas, jumlah daun baru maupun jumlah akar baru, pada tanaman yang diberi rhotone F lebih banyak daripada kontrol (tanpa rhotone F). Hal ini membuktikan bahwa adanya aktivitas rhotone F sangat memacu tumbuhnya tunas, daun, dan akar baru.
4. Panjang akar yang diberi rhotone F lebih pendek daripada kontrol. Hal ini terjadi mungkin karena konsentrasi rhotone F yang diberikan terlalu tinggi. Dalam akar, pengaruh IAA biasanya menghambat pemanjangan sel, kecuali pada konsentrasi yang sangat rendah.
Konsentrasi IAA,dalam akar sebanding dengan organ tumbuhan yang lain. Sebagaimana ditunjukkan sekian lama ( sekitar tahun 1930-an ) auksin memacu pemanjangan potongan akar maupun akar utuh pada beberapa spesies tetapi hanya pada konsentrasiyang sangat rendah. Pada konsentrasi yang lebih tinggi perpanjagan akar dihambat sel-sel akar dianggap mengandung cukup auksin untuk pemanjangan secara normal. Pada kenyataannya, akaryang telah dipotong terus tumbuh untuk beberapa hari atau minggu secara invitro tanpa penambahan auksin, menunjukkan bahwa kebutuhan hormon untuk pemanjangan akar dapat dipenuhi melalui sintesisyang berlangsung pada akar itu sendiri. Penghambatan ini sebagian besar disebabkan oleh etilen, karena semua jenis auksin akan merangsang berbagai sel tumbuhan untuk menghasilkan etilen, terutama jika auksin diberikan dalam jumlah besar. Etilen menghambat pertumbuhan akar dan pertumbuhan batang. (Lakitan,1996).Auksin berperan penting dalam proses jatuhnya daun dan buah. Daun muda dan buah muda membentuk auksin dan selama itu keduanyatetap kuat menempel pada batang. Akan tetapi jika pembentukan auksin itu berkurang, selapis sel khusus terbentuk dipangkal tangkai daun atau dipangkal lapisan absisi tak lama kemudian tangkai daun atau tangkai buah melepaskandiri dan buah dan daun berjatuhan ketanah. Hal ini dapat diperagakan dengan mudah dilaboratorium. Jika helaian daun coleus dibuang, tangkai daun tetap menempel pada batang untuk beberapa hari lagi saja., pembuangan helaian daun itu agaknyamerupakn pemicu disini, selama daunyang tidak rusak pada buku batang tyang sama tetap menempel pada tumbuhan dalam waktu yang lebih lama, yaitu sebenarnyamerupakan panjang waktu yang normaljika auksin ditempelkan pada ujung potongan tangkai daun, kama absisi btangkai daun itu sangat ditunda. Kemanpuan auksin menunda absisi telah dimanfaatkan oleh para petani apel dan jeruk. Buah –buahan spesies ini sering berjatuhan sebelum saat pemetikan. Penerapan somprotan auksin secara berhati-hati mengurangi kerugian akibat jatuh sebelum matang. (Kimball. 1983)
Istilah auksin semakin mreluas sejak IAA ditemukan oleh Went, sebab banyak sekali senyawa yang stukturnya mirip dengan IAA dan menyebabkan respon yang serupa. Walaupun demikian semua senyawalirauksin tersebut mirip dengan auksin karena memiliki sebuah gugus karboksil yang menempel pada gugus lain yang mengandung karbon (biasanya –CH -) yang akhirnya berhubungan dengan sebuah cincin aromatic, secara kimia IAA mirip dengan asam amino triptofan ( walaupun sering 1000 kali lebih encer ), dn barang kali memang disentesis dari triptopan ada dua mekanisme sintesis yang diketahui dan keduanya meliputi pengusiran gugus asam amino dan gugus karboksil. Akhir dari cincin samping triptofan enzim yang paling aktif diperlukan untuk mengubah tritptofan menjadi IAA terdapat dari jaringgan muda, seperti meristem tajuk,serta daun dan buah yang sedang tumbuh yang merupakan bentuk cadangan IAA adalah enzim hidrolase. (Salisbury. 1995).
Hormon ialah suatu senyawa organik yang disintesis disalah satu bagian tumbuhan dan dapat dipindahkan jebagian lainnya dan pada konsentrasi rendah dapat melakukan respon fisiologis. Salah satu contoh hormon adalah auksin, dimana fungsi auksin ini salah satunya sebagai pengontrolproses absisi. Pada percobaan dapat dilihat petiol yang diolesi IAA, setiap minggunya bertambah panjang sedangkan yang diolesi lanolin gugur. Hal ini dikarenakan lanolin tidak mengandung auksin sedangkan IAA adalah auksin sintesis sehingga dapat menggantikan auksin alamiyang telah hilang pada helaian daun. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa auksin sangat penting sebagai pengontrol proses absisi yang terjadi pada tanaman baik didaun, cabang, ranting, bunga maupun buah.
Zona absisi terdiri dari satu lapisan atau lebih sel parenkima berdinding tipis yang berasal dari pembelahan antiklinal melintasi tangkai (kecuali diberkas pembuluh).
Selama konsentrasi auksin yang tinggi dipertahankan pada helai daun, maka pengguguran dapat ditunda. Namun menyebabkan penurunan tingkat auksin adalah penuaanorgan tumbuhan.
Pengunaan auksin sintetik dapat berfungsi dalam hal menguji perannya dalm mengontrol absisi. Petiol yang mendapat auksin sintetik tidak mengalami keguguran (absisi), sedangkan pada petiol tanpa auksisi mengalami absisi.
Selama konsentrasi auksin yang tinggi dipertahankan pada helai daun, maka pengguguran dapat ditunda. Namun menyebabkan penurunan tingkat auksin adalah penuaanorgan tumbuhan.
Pengunaan auksin sintetik dapat berfungsi dalam hal menguji perannya dalm mengontrol absisi. Petiol yang mendapat auksin sintetik tidak mengalami keguguran (absisi), sedangkan pada petiol tanpa auksisi mengalami absisi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar