Papan Buletin Blog Bhima

Bhima's Leaf

Minggu, 28 Agustus 2011

Berkorban demi Badak Jawa


WWF/TNUKInduk badak dan anakan jantan yang terekam kamera video jebak yang dipasang di Taman Nasional Ujung Kulon.
Sebelum Taman Nasional Ujung Kulon ditetapkan, Sarija (66), warga Ujung Jaya, Kecamatan Sumur, lebih dulu menggarap lahan itu sebagai kebun. Ia dan ratusan warga desa tersebut telah berdiam di sana sejak lama dan terbiasa hidup berdampingan dengan badak jawa.
Sarija cukup terkenal di dunia perbadakan Ujung Kulon. Ia adalah warga lokal yang menjadi pemandu utama fotografer satwa liar Alain Compost saat berburu gambar di Ujung Kulon tahun 2001.
Perjalanan memasuki hutan selama berhari-hari dan penggunaan perahu kedap suara membuahkan hasil jepretan yang legendaris. Compost mendapatkan foto badak jawa (Rhinoceros sondaicus) sedang mandi di sungai. Sebuah adegan yang sangat jarang terekam.
Kini, lelaki beranak dua itu hanya duduk terpaku saat ekskavator meratakan lahan garapannya yang ditanami kelapa dan mangga untuk dibangun pagar beraliran listrik.
Tetangga Sarija, Arman (70), juga kehilangan sebagian lahan garapan yang ditanami jagung. Ekskavator itu menerabas ladangnya yang akan dijadikan lahan konservasi badak berupa semacam "kandang".
Proyek pembuatan kandang yang disebut Javan Rhino Study and Conservation Area (JRSCA) itu dimulai 20 Juni 2011. Proyek bermula dari Pos Cilintang menuju Aermokla sejauh 5 kilometer melintasi kebun warga dan hutan.
Masyarakat berkorban
Eko Cahyono, aktivis Sajogyo Institute (Sains), menuturkan, masyarakat lokal banyak yang tinggal bertautan dengan areal Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK). Dari sekitar 261,61 hektar lahan garapan masyarakat, sekitar 110 hektar di antaranya di Kampung Legon Pakis, Ujung Jaya, terserobot proyek itu. Lahan tersebut selama ini ditanami padi, kelapa, kopi, petai, melinjo, jengkol, dan mahoni.
Itu baru dari satu desa. Di sebelah timur TNUK, sekitar Gunung Honje, ada 15 desa di sekitar kawasan konservasi. Lahan mereka masih tumpang tindih dengan areal TNUK, yang diklaim memiliki luas 78.169 hektar daratan dan 44.337 hektar lautan. Namun, proyek JRSCA seluas 3.000 hektar-4.000 hektar tersebut hanya bersentuhan dengan Desa Ujung Jaya.
Konservasi badak
Proyek JRSCA muncul karena badak jawa termasuk mamalia besar yang dilindungi dan langka. Fauna yang memakan pucuk daun (bukan rumput seperti badak india atau badak afrika) itu termasuk kategori daftar merah pada International Union for Conservation of Nature (IUCN), yakni satwa yang sangat terancam punah. Selain itu, masuk daftar Apendiks I CITES (sangat dilindungi).
Badak jawa ini pernah ada di seluruh Pulau Jawa, Sumatera, hingga Indochina. Di Vietnam, jumlahnya tinggal 8 ekor dan berada di Cagar Alam Cat Loc, berdekatan dengan Taman Nasional Cat Tien. Di Indonesia, menurut data Kementerian Kehutanan, selama 30 tahun terakhir jumlahnya hanya 50 ekor hingga 60 ekor. Namun, pengamatan WWF Indonesia menggunakan kamera tersembunyi hanya menangkap gambar 29 badak jawa di TNUK.
Selain badak jawa, di TNUK berdiam sekitar 500 ekor banteng jawa (Bos javanicus), macan tutul (Panthera pardus), owa (Hylobates moloch), rusa (Cervus timorensis), kijang (Muntiacus muntjak), kancil (Tragulus javanicus), jelarang (Ratufa bicolor), dan ajag (Cuon alpinus). Ini membuat kawasan konservasi di ujung barat Pulau Jawa tersebut—bersama Cagar Alam Krakatau—ditetapkan sebagai Situs Warisan Alam Dunia yang ditetapkan UNESCO pada tahun 1991.
Hampir seluruh perhatian pencinta mamalia kini tertuju pada badak jawa yang sudah sulit dilihat secara langsung. Saat memasuki hutan, biasanya orang hanya menjumpai jejak kaki, kotoran, bekas makanan, serta kubangan hewan yang berbobot 900 kilogram-2.300 kilogram dan panjang 2 meter-4 meter serta tinggi 1,5 meter tersebut.
"Badak itu pemalu dan memiliki penciuman serta pendengaran yang tajam. Mereka akan menghindar ketika radarnya menangkap keberadaan manusia," kata Marcellus Adi, dokter hewan yang 20 tahun aktif dalam konservasi badak.
Sulitnya badak dijumpai menjadi salah satu alasan pembangunan JRSCA. International Rhino Foundation, Yayasan Badak Indonesia, dan Balai TNUK sedang membangun JRSCA dengan pertimbangan untuk memudahkan pengamatan demi peningkatan populasi badak jawa.
Dibagi tiga
JRSCA dibangun di tengah kawasan TNUK dengan batas laut di sisi utara dan selatan. Adapun di timur dari Cilintang menuju Aermokla dibangun pagar beraliran listrik sepanjang 20 kilometer, demikian pula di barat dari Pos Laban menuju Karang Ranjang sejauh 2 kilometer. Pagar JRSCA membagi TNUK menjadi tiga bagian, Semenanjung Ujung Kulon, JRSCA, dan Gunung Honje.
Guru Besar Ekologi Satwa Liar dari Institut Pertanian Bogor Hadi S Alikodra mengingatkan, pemagaran bisa menjadi bumerang. Hal itu karena maksud hati ingin meningkatkan jumlah badak, tetapi badak dan hewan lain bisa mati karena areal jelajahnya dibatasi. Kebiasaan fauna makan di suatu lokasi akan terhambat oleh pagar beraliran listrik sehingga mereka akan kelaparan.
Pemilik proyek ini, Yayasan Badak Indonesia, melalui ketuanya, Widodo Sukohadi Ramono, meyakini bahwa pembangunan JRSCA bisa meningkatkan jumlah badak. Ia menyebutkan tiga faktor bisa diatasi dengan pembuatan JRSCA, di antaranya adalah mencegah penyakit akibat penularan kerbau kepada badak serta menghilangkan langkap (palem-paleman yang menjadi gulma dan mengurangi persediaan makan).
Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Kementerian Kehutanan Darori mengatakan bahwa pembangunan JRSCA bertujuan meningkatkan populasi badak jawa yang populasinya minus 0,7 persen setiap tahun.
Berdasarkan camera trap tahun 2011, hanya ditemukan 19 badak jawa yang terdiri dari 16 badak jantan dan 3 badak betina. "Harapan kami, dengan dilaksanakannya program JRSCA ini, populasi badak jawa tidak akan punah dan justru akan bertambah," kata Darori.
Pemerintah rupanya mengambil pelajaran berharga dalam konservasi harimau bali dan harimau jawa yang musnah karena sebelumnya tidak dilakukan upaya konservasi secara serius dan intensif.
Upaya konservasi badak jawa tentu saja pantas didukung. Meski demikian, langkah yang dilakukan harus tepat dan efektif serta melalui kajian yang mendalam agar bisa meningkatkan populasi badak jawa. Jangan sampai pengorbanan yang sudah diberikan masyarakat serta pengorbanan TNUK tidak sesuai dengan harapan. Kini, harapan tinggal digantungkan kepada mereka. (Ichwan Susanto)

http://sains.kompas.com/read/2011/08/05/08073220/Berkorban.demi.Badak.Jawa

Molekul DNA Ditemukan di Meteorit


Ilustrasi
Peneliti Badan Antariksa AS, NASA, menemukan DNA, molekul inti kehidupan, dalam meteorit yang jatuh ke Bumi. Penemuan ini mengindikasikan bahwa benda luar angkasa seperti asteroid pernah menghantam Bumi dan membantu terbentuknya kehidupan.
Molekul DNA tersebut ditemukan pada 12 meteorit, 9 di antaranya berasal dari Antartika. Berdasarkan analisis, ada 2 basa nitrogen, yakni adenin dan guanin, yang terdapat pada meteor tersebut. Ada pula hipoxanthine dan xanthine, molekul yang ditemukan di jaringan otot.
Selain itu, ilmuwan juga menemukan 3 molekul yang berkaitan dengan basa nitrogen, disebut analog basa nitrogen. Namun, dua molekul ini tidak pernah ditemukan dalam biologi atau makhluk hidup. Ini menantang para ilmuwan untuk menguraikan apakah molekul ini terbentuk di antariksa.
Pimpinan penelitian, Michael Callahan mengatakan, "Manusia telah menemukan komponen DNA di meteorit sejak tahun 60an. Tapi, peneliti tidak yakin apakah itu terbentuk di luar angkasa atau hasil kontaminasi kehidupan di Bumi."
Lebih lanjut, seperti dikutip CNN, Kamis (11/8/2011) Callahan menuturkan, "Jika asteroid adalah pabrik kimia yang mengeluarkan material prebiotik, Anda akan mengharapkan mereka memproduksi banyak variasi basa nitrogen, tak cuma yang biologis, terkait dengan kondisi masing-masing asteroid."
Penemuan basa nitrogen yang bervariasi, termasuk yang tak terdapat dalam biologi sesuai dengan harapan. Dengan kontaminasi yang minimal dari sampel meteorit lain, Callahan dan timnya yakin bahwa material yang terdapat pada meteorit ini terbentuk di luar angkasa.
Penemuan ini semakin menguatkan teori bahwa kehidupan di Bumi berasal dari luar angkasa. Hasil penelitian dipublikasikan di Proceedings of the National Academy of Sciences, Amerika Serikat. Callahan adalah peneliti di Goddard Space Flight Center, NASA.

http://sains.kompas.com/read/2011/08/12/16065119/Molekul.DNA.Ditemukan.di.Meteorit

Sekitar 71 Persen Hutan Bakau Rusak


Sekitar 71 persen hutan bakau (mangrove) yang ada di Indonesia saat ini dalam kondisi rusak. Kondisi itu harus dibenahi karena mangrove memegang peranan penting dalam mempertahankan keseimbangan ekosistem pesisir pantai.
Hal itu disampaikan Menteri Lingkungan Hidup Gusti Muhammad Hatta, dalam acara pencanangan kawasan pantai utara Brebes sebagai sabuk hijau, di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, Sabtu (6/8/2011).
Kegiatan tersebut ditandai dengan penanaman secara simbolis 80.000 mangrove bersama masyarakat setempat di kawasan pesisir Desa Randusanga Kulon, Kecamatan Brebes, Kabupaten Brebes.
Berdasarkan data dari Kementerian Lingkungan Hidup, saat ini dari sekitar 9,36 juta hektar hutan mangrove di Indonesia, sekitar 71 persennya rusak. Rinciannya, sekitar 4,51 juta hektar (48 persen) dalam kondisi rusak sedang, sedangkan 2,15 juta hektar lainnya (23 persen) rusak berat.(WIE)

Gajah Asia Suka Kelompok Lebih Kecil



TRIBUN PEKANBARU/MELVINAS PRIANANDAInduk dan anak Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) di kawasan hutan Taman Nasional Tesso Nilo, Kabupaten Pelalawan, Riau.
Beberapa gajah betina di Asia punya jaringan sosial yang luas. Meskipun demikian, ditemukan pula gajah betina yang hanya berinteraksi dalam kelompok kecil yang terdiri atas beberapa kerabat dekat.
"Jika Anda amati dalam waktu yang cukup lama, dalam hitungan bulan atau bahkan tahun, setiap individu lebih memilih untuk berhubungan dengan beberapa individu tertentu," jelas Sergey Kryazhimskiy, peneliti dari Harvard University.
Menurut Kryazhimskiy, itu berarti hubungan antargajah tidak terjadi secara acak. Meskipun para ilmuwan mendapati ada beberapa gajah labil yang sering menukar lima teman utama mereka.
Jaringan sosial di populasi gajah Asia tampak konsisten di berbagai musim. Pola ini berbeda dengan gajah Afrika-sudah diteliti lebih dulu-yang diketahui memiliki perubahan kehidupan sosial yang lebih luas.
Pada studi gajah Asia ini, Shermin de Silva, peneliti dari Universitas Pennsylvania mengumpulkan data selama dua tahun dengan bantuan tim dari Uda Walawe National Park, Sri Lanka. Setiap kali mereka berjumpa dengan kelompok gajah, mereka mengamati setiap individu yang ada di dalamnya.
Di akhir pelacakan, Kryazhimskiy menganalisis data dari gajah yang dijumpai setidaknya 30 kali dari total 51 ekor. Berhubung gajah Asia jantan menjalani hidupnya seorang diri, peneliti fokus ke gajah betina.
Peneliti mengamati berbagai level kelompok: mulai dari sepasang gajah, individu-individu berhubungan dengan seekor gajah, sampai populasi secara keseluruhan. Ternyata, beberapa gajah bisa memiliki banyak kawan, meski hubungan lebih kuat terjadi pada gajah yang memiliki sedikit teman. Selama penelitan, sekitar 16 persen gajah mengganti 5 teman terdekat mereka.
Mereka mendapati bahwa jumlah teman yang dimiliki setiap individu gajah maksimal mencapai sekitar 20 ekor. Jumlah ini meningkat di saat musim kering. "Mungkin ini cara mereka untuk mengatasi penurunan sumber daya, khususnya air, sehingga setiap kelompok harus dapat bertahan dari kelompok lain," kata Kryazhimskiy.
Sementara itu di musim hujan, di saat sumber air jauh lebih banyak, mereka tidak perlu membentuk kelompok-kelompok. "Dengan demikian setiap individu, tanpa hubungan erat di antara mereka, hidup saling menyebar," ucap Kryazhimskiy sambil menunjukkan bukti bahwa pasangan gajah yang memiliki hubungan pertemanan kuat akan terus bersama bahkan meski sumber air berlimpah di musim hujan.
Menurut Prithiviraj Fernando, peneliti dari Center for Conservation and Research in Rajagiriy, Sri Lanka, penelitian yang dipublikasikan di jurnal BMC Ecology ini merupakan kontribusi besar terhadap pengetahuan tentang kehidupan sosial gajah Asia. Masih banyak penelitian yang perlu dilakukan terhadap hewan tersebut, meski itu cukup sulit karena mereka tinggal di habitat yang sulit ditemui dan cenderung menghindari manusia. (National Geographic Indonesia/Abiyu Pradipa)

http://sains.kompas.com/read/2011/08/07/1233201/Gajah.Asia.Suka.Kelompok.Lebih.Kecil

Burung Langka Mencari Rumah di Jakarta



Burung Fregata andrewsi.
Cikalang Christmas (Fregeta andrewsi), salah satu burung laut paling langka di dunia telah menemukan 'tempar tinggal' kedua di Teluk Jakarta. Hidup di antara perangkap ikan dan sampah yang mengambang di salah satu perairan tersibuk di Indonesia mungkin bukan rumah yang ideal untuk setiap burung. Tetapi Cikalang Christmas tampaknya menyukai keadaan tersebut. Ratusan burung jenis ini sering berkumpul di sekitar Pulau Rambut, kurang lebih 4 km lepas pantai dari Jakarta.
Antara 10-20 persen dari populasi Burung Cikalang Christmas di dunia secara teratur hadir di Teluk Jakarta. Sebelumnya hampir tidak ada yang mengetahui tentang burung ini serta risiko yang tengah mereka hadapi.
Clkalang Christmas merupakan burung laut dengan ciri warna bulu hitam, bentuk besar, dan ekor bercabang panjang. Kini burung tersebut berada dalam bahaya kepunahan. Hanya sekitar 3.000-4.000 individu burung yang masih hidup di dunia. Burung yang dikenal sebagai Cikalang di Indonesia ini berkembang biak di Pulau Christmas (Australia), sekitar 300 km.selatan bagian Jawa Barat.
Burung yang berkembang biak di Pulau Christmas ini tampaknya lebih suka mencari makanan di perairan Indonesia, khususnya Selat Sunda dan Teluk Jakarta. Teluk Jakarta dan Sunda Selat merupakan habitat penting untuk Burung Cikalang Christmas. Namun, hampir tidak ada yang mengetahui tentang risiko hidup di situ. Yaitu bahwa daerah yang mereka sukai itu tidak memiliki perlindungan hukum setara dengan cagar alam. lni dapat menyebabkan terjadinya perburuan, polusi, dan kemungkinan terjebak dalam perangkap ikan yang tersebar di beberapa bagian dari Teluk Jakarta.
Adanya kemungkinan risiko-risiko tersebut selanjutnya akan dicari dan dinilai dalam sebuah kegiatan baru yang dipimpin oleh LSM lokal Burung Laut Indonesia (Seabirds Indonesia), sebagai bagian dari 'Survey Burung Laut Indonesia' (Indonesia Seabirds Survey -ISSUE). Mulai Juli 2011 hingga Juli 2012, tim akan memantau kehadiran Burung Cikalang Christmas, menilai ancaman terhadap burung-burung, dan memasukkan langkah-langkah untuk melindungi mereka.
"Antara 10-20 persen dari populasi Burung Cikalang Christmas di dunia secara teratur hadir di Teluk Jakarta. Sebelumnya hampir tidak ada yang mengetahui tentang burung ini serta risiko yang tengah mereka hadapi. Kegiatan ini akan menjawab pertanyaan-pertanyaan mengenai ancaman mereka dan mencoba bekerja untuk meningkatkan perlindungan untuk burung-burung ini," ujar Man Febrianto, pemimpin kegiatan survei dalam siaran persnya, Rabu (10/8/2011).
Fransisca Noni, salah satu anggota tim, menyatakan perlunya partisipasi masyarakat dalam menjaga keberlanjutan hidup Cikalang. "Seharusnya kita menyadari bahwa salah satu burung laut terlangka di dunia hidup di Jakarta. Dan sepatutnya kita bangga akan hal ini. Sayangnya sampai sekarang kita belum melakukan apa-apa untuk melindungi burung ini," tegasnya,
Tim akan bekerjasama dengan warga lokal, termasuk nelayan, pemilik perangkap ikan, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) setempat, manajemen pelabuhan, dan operator kapal untuk menggambarkan rincian ancaman terhadap burung-burung dl Teluk Jakarta. Tim juga akan berkolaborasi dengan kelompok-kelompok yang juga merniliki misi untuk meningkatkan konservasi Burung Cikalang Christmas di Teluk Jakarta, relawan, dan organisasi Non Pemerintah lokal (LSM), serta klub pengamat burung kampus untuk membantu dan belajar tentang konservasi burung laut.

http://sains.kompas.com/read/2011/08/11/05090466/Burung.Langka.Mencari.Rumah.di.Jakarta

Lindungi Hiu Paus di Teluk Cendrawasih



Zac WolfHiu paus (Rhincodon typus) di Akuarium Georgia, AS.
Hiu paus (Rhincodon typus) di perairan Kwatisore, Kabupaten Nabire, Papua, harus dilestarikan dengan mengategorikan sebagai satwa dilindungi. Pemerintah jangan terlambat mengantisipasi punahnya hiu paus yang terlihat sepanjang tahun di Taman Nasional Teluk Cendrawasih.
Menurut Kepala Balai Besar Taman Nasional Teluk Cendrawasih (TNTC) Djati Witjaksono Hadi, hiu paus atau biasa disebut gurano bintang oleh masyarakat lokal termasuk satwa air yang hanya ditemui di perairan Papua, Filipina, Australia, dan Afrika Selatan. Hiu ini beberapa kali terlihat di Sabang, dan Selat Madura, tetapi tak sepanjang tahun.
"Hiu ini bermigrasi mencari tempat makan dan bertelur. Namun, di perairan Kwatisore, Nabire, selama tiga tahun kami mengamati, hiu paus selalu terlihat. Tidak seperti di Australia yang hanya terlihat saat musim panas," kata Djati, Selasa (9/8/2011).
Hiu paus diperkirakan ada sejak 60 juta tahun lalu. Ia mampu hidup sampai umur 150 tahun dengan panjang hingga 14 meter. Hiu yang dijuluki hiu bodoh, karena jinak dan tidak agresif, memasuki usia subur pada umur 30 tahun. Reproduksinya relatif lambat dibandingkan dengan ikan lain. TNTC mencatat, tahun 2011, ada sekitar 40 hiu paus di perairan Teluk Cendrawasih.
Pemerintah perlu meningkatkan status perlindungan hiu paus. Saat ini, perlindungan hanya mengacu International Union for the Conservation of Nature dan Resources bahwa hiu paus adalah satwa yang rentan.
Pemerintah Indonesia, kata Djati, harus mencantumkan hiu paus sebagai satwa dilindungi dan memasukkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Tumbuhan dan Satwa. "Saat ini sedang dibahas di Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan Konservasi Alam, dan menunggu uji ilmiah LIPI," kata Djati.
Makanan utama hiu paus adalah ikan puri dan plankton. Tidak seperti hiu lain yang memiliki gigi tajam, hiu ini hanya memiliki gigi halus di ujung bibir. Ia menyedot air laut dan menjaring ikan kecil yang masuk.
Keberadaan hiu paus sepanjang tahun adalah peluang bagi sektor pariwisata Papua. Di Kwatisore, hiu-hiu ini berenang di sekitar bagan ikan milik nelayan. Dengan melempar ikan puri, hiu paus naik ke permukaan air. Adapun di Australia, wisatawan harus menunggu waktu tertentu dan hiu paus digiring lebih dulu agar bisa ditonton.
Djati berharap masyarakat diberdayakan dan menikmati manfaat hiu paus. Daya tarik wisata yang ditawarkan kepada turis adalah menyelam dan snorkeling menikmati keindahan hiu paus sambil memberi makan. (THT)


http://sains.kompas.com/read/2011/08/11/06005593/Lindungi.Hiu.Paus.di.Teluk.Cendrawasih

Tiga Gajah Dikembalikan ke Habitat



Tiga ekor gajah, sepasang induk dan seekor anak, yang dimiliki pengusaha asal Tanjungbalai, Asahan, Sumatra Utara, dikembalikan ke habitat asalnya di hutan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN), Riau. Pengembalian hewan raksasa itu dilakukan oleh tim terpadu dari Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Riau, WWF Riau dan Yayasan TNTN.
Dahulunya pada tahun 2000, Abi Besok mengajukan izin memelihara gajah kepada Menteri Kehutanan. Gajah itu dipelihara untuk keperluan kebun binatang mini di Tempat Hiburan dan Kolam Renang Artabe di Tanjung Balai.
"Sejak tahun 2005, izin pemeliharaan itu sudah habis, namun baru sekarang dapat dikembalikan ke habitat asalnya," kata Syamsuardi, Kepala Unit Gajah Flying Squad, WWF Riau, yang dijumpai di Pekanbaru, Jumat (12/8/2011) dalam perjalanan dari tanjung Balai menuju hutan Taman Nasional Tesso Nilo.
Pada kesempatan sama, drh Rini Deswita yang ikut dalam rombongan mengungkapkan, tiga ekor gajah yang dibawa dengan menggunakan truk itu dalam kondisi sehat. Gajah-gajah itu sama sekali tidak merasa terganggu, karena selama ini gajah itu sering berdekatan dengan manusia.
"Yang penting selama dalam perjalanan, kami menyediakan makanan secukupnya. Setiap dua jam kami berhenti untuk menyiram tubuh gajah agar tubuhnya tidak kering. Di perjalanan cuaca cukup panas, namun gajahnya enjoy saja," kata Rini.
Juru bicara WWF, Syamsidar mengungkapkan, dua gajah dewasa asal Tanjungbalai itu akan dijadikan anggota Flying Squad di areal PT Musim Mas. Sebelum dapat menjalankan fungsinya, gajah itu akan dilatih di kamp flying squad WWF TNTN di Kecamatan Ukui.
Selama ini, tim Flying Squad Musim Mas sebenarnya sudah dibentuk. Hanya saja, patroli lingkungan dari gangguan gajah liar masih dilakukan dengan tenaga manusia semata. Dengan kedatangan dua gajah dewas dan satu anaknya, tim Flying Squad Musim Mas nantinya dapat berpatroli dengan menggunakan gajah untuk menghalau gajah liar.

http://sains.kompas.com/read/2011/08/12/20220260/Tiga.Gajah.Dikembalikan.ke.Habitat

Sulawesi Harus Jadi Prioritas Konservasi


SHUTTERSTOCKPenyelam bertemu dengan penyu laut hijau (Chelonia mydas) yang bertengger di dinding terumbu karang pulau Bunaken, Sulawesi Utara.
JAKARTA, KOMPAS.com - Sulawesi harus jadi prioritas tertinggi dalam konservasi di Indonesia. Hal ini diungkapkan oleh guru besar matematika dan ekologi University of Queensland, Hugh Possingham, dalam kuliah umum bertajuk "The Business of Biodiversity : Decision Science for Conservation Problem", Selasa (16/8/2011) di Kedutaan Australia, Jakarta.
"Indonesia harus mengkaji prioritas konservasinya. Tapi berdasarkan analisis, saya merekomendasikan bahwa Sulawesi harus menjadi prioritas tertinggi dalam konservasi," ungkap Possingham.
Possingham mengatakan, Sulawesi menjadi yang paling utama sebab termasuk dalam kawasan Wallacea. Kawasan Wallacea memiliki keanekaragaman hayati yang kaya, baik di darat maupun lautannya dan relatif belum banyak diperhatikan dibanding Sumatera dan Kalimantan.
Biodiversitas di Sulawesi menurutnya juga penting bagi dunia. Lebih lanjut, Possingham menuturkan, pemilihan Sulawesi bukan berarti mengabaikan masalah yang terjadi di pulau-pulau lain. Namun, dengan budget yang terbatas, pemilihan lokasi memang harus dilakukan sehingga bisa mendapat manfaat tertinggi dalam konservasi serta meminimalkan alokasi budget di tempat yang kurang perlu.
"Setelah Sulawesi, prioritasnya Jawa dan Bali, lalu Borneo dan wilayah Peninsular Malaysia," kata Possingham yang juga Direktur Australian Research Council Center of Excellence for Environmental Decision.
Possingham menggarisbawahi, prioritas konservasi yang dikembangkannya didasarkan pada perhitungan matematis yang melihat tiga faktor, jumlah spesies endemik yang ada di wilayah tertentu, budget yang harus dikeluarkan serta kemungkinan kesuksesan program konservasi. Scoring tiap wilayah kemudian dihitung dan hasilnya menyatakan prioritas wilayah.
Perhitungan matematis yang dikembangkan Possingham tidak hanya berguna untuk penetapan lokasi prioritas, tetapi juga spesies prioritas yang mesti diselamatkan. Ia mengatakan, banyak program konservasi saat ini yang menaruh perhatian pada spesies yang paling terancam punah, padahal pendekatan itu tak selalu tepat. Possingham percaya, perhitungan matematis sangat penting dalam konservasi.
"Ini seperti menjadwalkan kereta api, kalau tak memakai matematika, maka akan terlewat dan takkan berjalan," pungkasnya.

http://sains.kompas.com/read/2011/08/16/18493186/Sulawesi.Harus.Jadi.Prioritas.Konservasi

Penyu Hijau Terberkati Itu Kini Tiada


Andre, penyu hijau yang dirawat 414 hari di Loggerhead Marinelife Center akhirnya dilepasliarkan.
Andre, si penyu hijau terberkati yang berhasil selamat dari kematian, menjalani rehabilitasi di Loggerhead Marinelife Center dan akhirnya dilepas ke lautan dari pantai Florida, sekitar 3 minggu lalu, ditemukan mati.
David McClymont, presiden Loggerhead Marinelife Center, mengatakan bahwa Andre ditemukan mati pada Rabu (24/8/2011) di wilayah Hutchinson Island. Menurut McClymont, Andre bisa dikenali dari tanda yang disematkan di tubuhnya sebelum dilepaskan. Saat ditemukan mati, McClymont mengatakan bahwa kondisi Andre sangat buruk. Saking buruknya, hingga kini belum bisa diidentifikasi faktor penyebab tewasnya. Upaya identifikasi masih akan dilakukan.
"Para staff dan sukarelawan benar-benar merasa sedih," ungkap McClymont seperti dikutip AP, Kamis (25/8/2011). Bisa dipahami sebab berbagai upaya telah dilakukan untuk menyelamatkan Andre dari ancaman kematian terdahulu, saat Andre ditemukan terdampar pada 25 Juni 2010 lalu.
Sedikit mengingat, saat terdampar, cangkang Andre telah berlubang akibat dua kali tabrakan dengan kapal. Lebih dari 10 kg pasir masuk ke dalam tubuhnya. Tulang belakangnya terekspos, paru-parunya tak berfungsi dengan baik dan ia pun terserang pneumonia. Untung saja sistem saraf dan sirip Andre masih bekerja saat itu.
Andre waktu itu dibawa ke pusat rehabilitasi dan mulai ditangani. Untuk menyedot cairan, digunakan sistem vacuum therapy. Sementara, teknologi yang sama dengan kawat gigi manusia dipakai untuk menutup lubang-lubang kecil pada cangkang. Teknik menumbuhkan jaringan yang digunakan untuk mengatasi penyakit hernia juga dipakai untuk menutup lubang besar pada cangkang.
Kini, semua kegigihan para staf Loggerhead Marinline Center serta sorak sorai para sukarelawan saat pelepasan seolah tenggelam karena Andre telah tiada. Andre mungkin saja hanya korban dari ganasnya alam yang baru saja dicicipinya lagi. Tapi, mungkin saja kematian Andre kali ini juga tak lepas dari peran serta manusia.
Dengan kematian Andre, satu lagi penyu hijau tiada. Ini berarti bahwa populasi penyu hijau yang kini telah masuk dalam kategori langka semakin berkurang. Langkah konservasi perlu dilakukan agar apa yang dialami Andre tak terjadi pada Andre-Andre yang lain. Bagaimana pun, menjaga lingkungan agar tetap mendukung kehidupan penyu hijau adalah hal utama.

http://sains.kompas.com/read/2011/08/26/11352373/Penyu.Hijau.Terberkati.Itu.Kini.Tiada

13 Katak Bertaring Ditemukan di Sulawesi


Jim McGuireKatak ini meletakkan telur di dedaunan dan bukan di air, lalu menungguinya. Jenis ini adalah salah satu dari 9 spesies katak yang belu dikenal dunia ilmu pengetahuan sebelumnya.
 
Ben Evans, pakar hewan dari McMaster University di Hamilton dan ilmuwan Indonesia menemukan 13 spesies katak bertaring di Sulawesi. Sejumlah 9 dari 13 spesies itu belum pernah ditemukan sebelumnya. Penemuan ini dilaporkan dalam jurnal The American Naturalist bulan ini.
Katak bertaring termasuk dalam genus Limnocetes, disebut bertaring karena memiliki tonjolan tulang di rahang bawah. Taring yang dimaksud bukan berarti gigi taring yang sebenarnya, sebab tak memiliki akar gigi atau ciri-ciri gigi lainnya.
Dalam papernya, Evans menulis, seluruh spesies katak bertaring yang ditemukan memiliki variasi adaptasi yang berbeda, sesuai kondisi lingkungan dan iklim mikro masing-masing, mulai dari yang terbasah hingga terkering dan dengan beragam vegetasi yang ada.
Beberapa spesies punya kaki berselaput tebal untuk beradaptasi dengan arus sungai yang deras. Sementara yang lain berselaput tipis, sesuai dengan lingkungan darat. Yang unik, ada katak yang melakukan fertilisasi internal, meletakkan telurnya jauh dari air dan mengawasinya.
"Penemuan ini menjadi contoh bagus bagaimana spesies pada akhirnya menggunakan taktik yang sama untuk survive dan melakukan diversifikasi ketika diberi kesempatan," kata Evans seperti dikutip CBCnews, Jumat (12/8/2011).
Evans mengatakan bahwa berdasarkan hasil penelitian, tak ada genus katak lain di Sulawesi yang bisa berkompetisi dengan genus katak bertaring. Ini menjadi bukti bahwa katak bertaring berevolusi untuk mengisi kekosongan relung kehidupan yang ada di Sulawesi.
Sampai saat ini, ilmuwan belum mengetahui manfaat taring pada katak genus ini. Beberapa kemungkinan adalah sebagai senjata melawan pejantan lain untuk mempertahankan wilayah, menangkap mangsa seperti ikan dan serangga serta sebagai senjata melawan predator.
Untuk menemukan katak ini, Evans dan timnya harus melakukan ekspedisi di sepanjang sungai dan hutan dengan resiko gigitan ular berbisa. Hasilnya, ada 683 ekor katak yang berhasil ditangkap. Peta distribusi katak lalu dibuat, sekaligus perbandingan ciri katak dengan lingkungannya.
Saat ekspedisi, Evans berusaha menangkap katak di hutan yang belum tersentuh illegal logging. Namun, ia mengatakan, "Ada banyak hutan dimana kami mengambil sampel yang kemudian hilang ketika kami mengunjunginya beberapa tahun kemudian."
Sejauh ini, Evans mengatakan belum ada dari spesies yang ditemukan punah. Tapi ia mempercayai, distribusi katak-katak tersebut telah berkurang. Perlu usaha pelestarian lingkungan untuk menjaga katak-katak ini tetap eksis.

http://sains.kompas.com/read/2011/08/14/16055090/13.Katak.Bertaring.Ditemukan.di.Sulawesi

Susunan Gen Ganja Berhasil Dipetakan


SHUTTERSTOCK
Susunan kode genetik atau genom tanaman ganja berhasil diurutkan oleh tim peneliti dari Medicinal Genomics, perusahaan farmasi yang berbasis di Belanda. Temuan ini diharapkan bisa menjadi perintis untuk penelitian efek tanaman ganja dalam pengobatan kanker.
Susunan gen tersebut sekarang masih "mentah", belum pada bentuk yang sudah dapat digunakan. Namun, saat proses itu selesai, tiap gen yang aktif menyusun tanaman ini akan terurai dan dapat diisolasi.
"Memahami gen-gen ini serta karakteristiknya akan memungkinkan kita mengontrol berbagai kandungan di dalam tanaman ganja," ujar Kevin McKernan dari Medicinal Genomics.
Penelitian ini diharapkan bisa menjadi terobosan baru bagi dunia pengobatan karena merintis jalan menuju penelitian efek tanaman ganja untuk pengobatan kanker dan peradangan.
Ganja telah dikenal manusia sejak lama dan digunakan sebagai bahan pembuat kantong karena serat yang dihasilkannya kuat. Biji ganja digunakan sebagai sumber minyak. Tumbuhan ini sering pula disalahgunakan untuk mabuk-mabukan. (National Geographic Indonesia/Gloria Samantha)

http://sains.kompas.com/read/2011/08/21/09524257/Susunan.Gen.Ganja.Berhasil.Dipetakan

Tiga Tewas Akibat Amuba Pemakan Otak



Dua orang anak dan seorang pemuda dilaporkan tewas sepanjang musim panas kali ini di tiga negara bagian Amerika Serikat. Kematian mereka dicurigai akibat serangan amuba pemakan otak, yang biasa hidup di air.
Laporan itu disampaikan otoritas kesehatan Atlanta, Georgia, Kamis (18/8/2011). Secara rinci disebutkan, korban pertama tewas menimpa seorang remaja perempuan warga negara bagian Florida berusia 16 tahun. Dicurigai dia terinfeksi amuba berbahaya itu setelah berenang.
Korban kedua teridentifikasi sebagai anak laki-laki berusia sembilan tahun. Menurut ibunya, dia tewas setelah sebelumnya jatuh sakit di hari pertama mengikuti kemah memancing selama seminggu.
Diyakini, kasus-kasus tersebut merupakan kelanjutan dari peristiwa serupa yang pernah terjadi sebelumnya. Kebanyakan korban berjenis kelamin laki-laki dan masih berusia anak-anak atau remaja. Biasanya mereka terinfeksi setelah sebelumnya berinteraksi dengan lokasi amuba biasa hidup seperti berenang di kolam atau danau yang airnya hangat.
Sementara itu kasus kematian ketiga terjadi di negara bagian Louisiana dan menimpa seorang pria muda yang tewas Juni lalu. Diperkirakan dia terinfeksi dari sebuah alat penyemprot kecil berbentuk teko teh, yang biasa dipakai untuk membersihkan hidung dengan air garam. Petugas kesehatan belakangan menemukan keberadaan amuba mematikan tersebut di saluran air rumah tempat tinggal pria muda tersebut.
Namun begitu pakar penyakit menular pemerintah negara bagian Louisiana, Dr Raoult Ratard, menyatakan amuba itu tidak ditemukan di contoh air yang dikonsumsi warga kota. Dengan begitu disimpulkan air yang terinfeksi amuba pemakan otak tadi hanya terdapat di sistem air rumah tempat tinggal si korban, yang cuma diidentifikasi sebagai seorang pria berusia 20 tahunan asal kawasan tenggara Louisiana.
Ratard menambahkan, pria muda itu dipastikan tidak pernah berenang sembarangan atau melakukan kontak dengan air permukaan lainnya. Selain itu diketahui alat penyemprot yang biasa dipakai tidak pernah digunakan dengan air mentah melainkan air steril atau melalui proses penguapan

http://sains.kompas.com/read/2011/08/18/15383873/Tiga.Tewas.Akibat.Amuba.Pemakan.Otak

Bumi Diperkirakan Punya 8,8 Juta Spesies


Tim Laman/National GeographicKatak pohon jenis baru (Litoria sp. nov.) yang ditemukan di Papua belum lama ini unik dengan bagian tubuh memanjang di mukanya sehingga seperti hidung Pinokio.
Studi baru para ilmuwan mengungkap bahwa Bumi ternyata memiliki 8,8 juta spesies. Namun baru seperempatnya saja yang berhasil ditemukan. Hasil studi ini dipublikasikan di jurnal online PLoS Biology yang terbit Selasa (23/8/2011).
Boris Worm dari Dalhousie University dan Camilo Mora dari University of Hawaii adalah peneliti yang melaukan studi ini. Mereka menggunakan model matematika rumit untuk mendapatkan jawaban. Studi tidak hanya menjawab potensi penemuan pada tingkat spesies, tapi juga takson lebih tinggi.
Worm dan Mora mengungkapkan, dari 8,8 juta speies ada di Bumi, sebanyak 6,5 juta spesies hidup di darat dan 2,2 juta hidup di laut. Sementara, 7,8 juta spesies yang ada adalah hewan, 611.000 adalah jamur serta 300. 000 adalah tumbuhan.
Ilmuwan mengatakan, hingga saat ini baru 1,9 juta spesies saja yang baru ditemukan. Ia mengatakan, "Banyak spesies yang belum ditemukan sebenarnya berada di lokasi yang mudah dijangkau atau halaman belakang rumah kita."
Eksplorasi pada keragaman spesies perlu dilakukan. Beberapa penemuan terakhir, seperti lobster mini buta, ikan katak dan kadal kecil, menunjukkan bahwa spesies tidak hanya unik, tetapi juga punya potensi untuk didayagunakan mengatasi masalah yang dihadapi manusia saat ini.
Biolog Harvard University dan juga pemenang Pulitzer Prize, Edward O Wilson, yang tidak terlibat studi ini mengatakan, "Kita tidak akan tahu keuntungan spesies bagi manusia (jika tidak mencari). Jika kita mau maju di di ilmu medis, kita perlu tahu apa yang ada di lingkungan."
Sejauh ini, jumlah penemuan spesies semakin meningkat. Wilson sendiri telah menemukan kadal terkecil di Dominika pada tahun 2011. Sementara 3 tahun lalu, ia juga berhasil menemukan ular terpendek yang memproduksi telur yang panjang namun jumlahnya hanya 1.
Dari sebanyak 1,9 juta yang ditemukan saat ini, hanya 1,2 juta spesies saja yang sudah masuk daftar Encyclopedia of Life, suatu upaya ilmuwan tingkat intenasional yang berusaha mendata setiap spesies yang ada di muka Bumi.
Erick Mata, direktur eksekutif Encyclopedia of Life mengatakan, jika jumlah spesies 8,8 juta memang benar, hal itu adalah angka yang luar biasa. "Kita bisa menghabiskan waktu 400 sampai 500 tahun untuk mendokumentasikan spesies yang ada di planet kita," katanya.

http://sains.kompas.com/read/2011/08/24/17155822/Bumi.Diperkirakan.Punya.8.8.Juta.Spesies

Inilah Monster "Garuda" dari Sulawesi



Ahli serangga dari University of California menemukan spesies baru tawon dalam ekspedisi ke Sulawesi. Tawon tersebut dijuluki tawon monster sebab penampakannya yang menakutkan, memiliki mandibula bak ninja dan rahang yang lebih panjang dari kaki depannya.
"Rahang hewan ini begitu besar sehingga menutup bagian samping kepala. Jika rahang terbuka, akan tampak lebih panjang dari kaki depan tawon jantan ini," ungkap ahli serangga Lim Kimsey, seperti dikutipDaily Mail, Kamis (25/8/2011).
Kimsey yang juga kepala Bohart Museum of Entomology mengatakan bahwa ia berencana memberi nama tawon tersebut "garuda", sesuai lambang Indonesia. Ia mengatakan, tawon ini cenderung memilih untuk memakan serangga lain. Namun, jika terancam, tawon ini juga bisa menyerang manusia.
Tawon ini ditemukan di pegunungan Mekongga. Menurut Kim, kawasan Mekongga dan Sulawesi pada umumnya memiliki keanekaragaman yang besar. Ia mengatakan, selama tiga kali perjalanan ke Sulawesi, ratusan spesies mungkin bisa dikatalogkan.
Kimsey mengatakan, di Sulawesi, banyak ditemukan spesies langka dan belum pernah dilihat di belahan dunia lain. Ia berharap penemuan spesies tawon ini bisa menggugah kesadaran warga masyarakat terhadap perlunya melestarikan biodiversitas di kawasan itu.

http://sains.kompas.com/read/2011/08/27/14135991/Inilah.Monster.Garuda.dari.Sulawesi

Udang Mungil Ini Suka Makan "Rumahnya"


Zdenek DurisUdang spesies Typton carneus.
Udang kecil spesies Typton carneus tidak hanya memanfaatkan bunga karang sebagai tempat tinggalnya. Hewan yang berukuran cukup kecil dibandingkan jenis udang lainnya  itu juga suka memakan rumah mereka.
"Petunjuk pertama yang membuktikan T. carneus mengonsumsi rumahnya adalah pada capit yang dimiliki," kata Adam Petrusek, ekolog dari Charles University, Republik Ceko. Alat khusus tersebut tidak seperti capit hewan pada umumnya. "Fungsi capit pada spesies ini lebih mirip gunting," jelas Petrusek.
Bukti yang lebih kuat ditemukan setelah peneliti membuka perut udang. Para peneliti mendapati adanya jaringan tubuh milik bunga karang tersebut. “Saat udang ini lapar, mereka tinggal menggunting sedikit bagian dari sponge,” kata Petrusek dalam laporannya yang dipublikasikan di jurnal PLoS ONE.
Bunga karang yang jadi tempat tinggal tidak terganggu oleh konsumsi udang. Bunga karang tersebut terus-menerus menumbuhkan jaringan baru sehingga gigitan kecil T. carneus tidak akan mengganggu, malah menguntungkan. Selain gunting, udang jantan memiliki capit besar dan kuat untuk melawan predator.
"Spesies udang ini membela rumah dari invertebrata pemakan bunga karang, seperti bintang laut," jelas Petrusek.
Temuan T. carneus dan hubungannya dengan bunga karang ini awalnya ditemukan para penyelam di Belize Barrier Reef, Belize. Udang kecil dengan ukuran tak lebih dari 1,5 sentimeter tersebut hidup dengan bersembunyi di dalam rongga-rongga milik bunga karang.
Peneliti telah mengkatalogkan keanekaragaman udang yang ada di sana. Mereka menemukan bahwa salah satu spesies udang membentuk koloni seperti semut di dalam bunga karang. (National Geographic Indonesia/Abiyu Pradipa)

http://sains.kompas.com/read/2011/08/05/02540475/Udang.Mungil.Ini.Suka.Makan.Rumahnya

Kelelawar Vampir Punya Sensor Panas Peka


SHUTTERSTOCKKelelawar vampir.
Kelelawar vampir menggunakan sensor panas yang sangat sensitif di dekat hidung dan mulutnya untuk mengetahui adanya darah. David Julius dari Universitas California, San Francisco, Amerika Serikat, meneliti sensor itu dan dikutip situs web Livescience, Rabu (3/8/2011).
Kelelawar vampir mengincar binatang yang tidur, seperti burung dan mamalia, bahkan manusia. Penelitian menunjukkan, kelelawar memiliki sel di otak yang sensitif terhadap suara napas hewan yang tidur.
Sensor panasnya membuat kelelawar bisa membedakan kulit yang menutup bagian tubuh berisi darah segar dan hangat dengan area rambut. Mereka menggunakan gigi yang tajam untuk membuat lubang 5 milimeter persegi pada kulit dan mengisap darah binatang tanpa membangunkan.
Kelelawar menggunakan reseptor yang ditemukan pada mamalia, termasuk manusia, untuk merasakan suhu panas dan pedasnya cabai. Namun, reseptor kelelawar mampu mendeteksi tingkat panas lebih rendah, sekitar 30 derajat celsius, dari jarak 20 sentimeter. (Livescience/ICH)

http://sains.kompas.com/read/2011/08/05/05010450/Kelelawar.Vampir.Punya.Sensor.Panas.Peka

Unjuk Gigi, Bikin Burung Cepat Mati


houbara.com
Makin banyak berpikir, mengonsumsi alkohol dan rokok, makin cepat manusia mengalami penuaan. Hampir sama dengan manusia, makin sok unjuk kegantengan di depan betina, jantan dari spesies burung Chlamydotis undulata juga makin cepat mengalami penuaan.
Setidaknya, itulah hasil penelitian Brian PrestonPreston dari University of Burgandy, Perancis. Ia meneliti kaitan perilaku Chlamydotis undulata jantan untuk menarik betina dengan jumlah dan kualitas sperma burung yang dihasilkan.
Diketahui, jantan Chlamydotis undulata memiliki kebiasaan memamerkan bulu putih di bagian depan tubuhnya sambil berlari memutar dengan kecepatan tinggi. Kegiatan itu bisa berlangsung selama 18 jam per hari dan bisa menyita energi 10 persen dari massa tubuh.
Dari analisa 158.799 ejakulasi spesies burung itu, didapatkan hasil bahwa burung berusia muda yang gencar menarik perhatian betina memiliki jumlah dan kualitas sperma yang lebih baik. Ini berlangsung hingga burung berusia 6 tahun.
Setelah itu, walaupun burung mati-matian menarik perhatian betina, namun jumlah dan kualitas sperma menurun hingga 85 persen. Sperma kurang aktif dan banyak sel yang kurang sempurna. Akibatnya, kemungkinan membuahi pun lebih sedikit.
Preston mengatakan, apa yang terjadi pada Chlamydotis undulata membuktikan bahwa jika berlebihan saat muda, maka di hari tua akan menuai hasilnya. "Ini adalah burung yang setara dengan mereka yang suka menghabiskan waktu di bar dan nightclub tiap akhir pekan," kata Preston.
Hasil penelitian Preston dipublikasikan dalam versi online jurnal Ecology Letters yang terbit Senin (1/8/2011) lalu. Preston menggambarkan hasil penelitiannya sebagai salah satu bentuk penuaan yang didapatkan pada hewan.

http://sains.kompas.com/read/2011/08/07/17481424/Unjuk.Gigi.Bikin.Burung.Cepat.Mati

Sperma Tikus Atasi Kemandulan


Pengobatan kemandulan pada manusia bisa jadi terinspirasi dari seekor tikus. Setidaknya, hal inilah yang tengah diteliti oleh sekelompok ilmuwan di Jepang.
Mereka menggunakan sel induk embrionik tikus untuk membantu pengobatan kemandulan pada manusia. Para ilmuwan dari Universitas Kyoto ini memindahkan sel induk dari embrio tikus, mengubahnya menjadi sel awal, lalu mengembangkannya ke dalam indung telur maupun sperma tikus.
Sel ini lalu ditransplantasikan ke testis tikus mandul. Berdasarkan hasil uji coba, tikus mandul akhirnya menghasilkan sperma yang sehat. "Setelah inseminasi, kami membuat dua set embrio yang kemudian ditransfer ke kandungan induk tikus. Nantinya akan lahir tikus yang sehat melalui reproduksi normal," ujar Mitinori Saitou, peneliti senior di Universitas Kyoto, sebagaimana dikutipNewsdaily.com, Jumat (5/8/2011).
Keberhasilan uji coba pada tikus mandul mendorong para peneliti untuk mengembangkan metode yang sama pada manusia. Dengan menggunakan sel induk manusia, mereka akan mencoba mengatasi kemandulan pada manusia. Saitou percaya bahwa sel induk manusia dewasa bisa juga dikembangkan menjadi sperma manusia.
"Bahan yang kami dapat sangat banyak. Sekarang kami akan mempercepat penelitian kami untuk mempelajari penyebab kemandulan pada manusia," ujar Saitou. (Newsdaily

Simpanse Punya Sifat Dermawan


www. xinhuanet.com/Reuters
Simpanse ternyata punya sifat dermawan di antara sesamanya. Mereka lebih suka membantu daripada menjadi egois. Penemuan ini dikemukakan oleh tim ilmuwan dari Yerkes National Primate Research Center di Amerika Serikat, seperti dilansir AFP, Senin (8/8/2011).
Ilmuwan mengetahuinya setelah melakukan tes pada tujuh simpanse. Hewan primata yang memiliki ciri genetik mirip manusia itu diberi dua pilihan peraga. Satu menjamin adanya pisang untuk dua individu dan satu lagi hanya menjamin kebutuhan sendiri.
Hasilnya, ternyata simpanse lebih memilih peraga yang menjamin adanya pisang untuk bersama. Ini bukti bahwa simpanse juga mempertimbangkan kebutuhan kawannya. Hasil studi ini dipublikasikan diProceedings of the National Academy of Sciences, bulan ini.
Selain itu, ilmuwan juga menemukan bahwa simpanse lebih memiliki kepedulian jika kawannya memperingatkan keberadaan dan kebutuhannya secara halus daripada terkesan memaksa meminta bagian makanan.
"Kami sangat kagum melihat simpanse-simpanse betina menjatuhkan keputusan yang memungkinkan simpanse dan rekannya mendapatkan makanan," kata Victor Hormer, pemimpin proyek penelitian ini.
Studi ini membantah hasil penelitian ilmuwan lain yang mengatakan, simpanse adalah hewan yang egois. "Saya selalu skeptis dengan hasil negatif yang mereka peroleh dan interpretasi berlebihan yang dilakukan, " kata Frans de Wall, ilmuwan lain yang juga terlibat dalam penelitian ini.

http://sains.kompas.com/read/2011/08/10/05403597/Simpanse.Punya.Sifat.Dermawan

Laba-laba Langka Dilepas ke Alam


Fritz Geller-GrimmLaba-laba Dorset (ladybird).
KOMPAS.com - Laba-laba langka asal Inggris, yang juga dikenal dengan nama "laba-laba ladybird", dikembalikan ke alamnya di Dorset, Inggris, pada Kamis (11/8/2011). Sebelumnya, laba-laba ini diperkirakan akan punah, namun penelitian terbaru mengatakan bahwa jumlah dari laba-laba ladybird mulai meningkat.
Sekitar 30 laba-laba telah dilepaskan oleh Royal Society for the Protection of Birds (RSPB) ke daerah yang kaya akan berbagai spesies. Laba-laba diletakkan dalam botol plastik kosong berisi lumut sebagai sarang sementara mereka di alam bebas.
"Mengenalkan spesies langka ke alamnya sangat menyenangkan, kami berharap spesies ini akan berkembang di kemudian hari," kata Toby Branston dari RSP.
Menurut data RSPB, pada tahun 1994, hanya tersisa satu koloni yang ada di Inggris-jumlahnya 56 laba-laba. Namun, populasi laba-laba dengan ciri warna merah dan hitam yang cerah ini, telah meningkat beberapa tahun setelahnya. Populasinya sekarang mencapai sekitar 1.000.
Walaupun jumlahnya mencapai 1000, di Dorset sendiri hanya sedikit yang tersisa, karena itu pelepasan 30 laba-laba ini diharapkan dapat memperbanyak populasinya.(National Geographic Indonesia/Arief Sujatmoko)

http://sains.kompas.com/read/2011/08/12/14493545/Laba-laba.Langka.Dilepas.ke.Alam

Kamis, 04 Agustus 2011

Bukti Nyata Pemanasan Global

AFP/GINA WOODWARDFoto yang dibuat pada hari Minggu (19/12/2010) memperlihatkan salju dan es yang menyelimuti wilayah Mount Hotham, Australia. Cuaca dan udara yang biasanya panas pada musim panas kali ini digantikan udara dingin dari laut selatan.
Para ilmuwan menegaskan, badai salju dan suhu dingin ekstrem yang melanda Eropa akhir-akhir ini adalah efek langsung dari pemanasan global. Anomali iklim tersebut masih mengakibatkan gangguan transportasi hingga Rabu (22/12/2010), pada saat jutaan warga Eropa bersiap mudik untuk merayakan Natal di kampung halaman.
Para peneliti dari Potsdam Institute for Climate Impact Research (Potsdam-Institut für Klimafolgenforschung/PIK) di Jerman mengatakan, musim dingin ekstrem yang terjadi berturut-turut di benua Eropa dalam 10 tahun belakangan ini adalah akibat mencairnya lapisan es di kawasan Artik, dekat Kutub Utara, akibat pemanasan global.
Hilangnya lapisan es membuat permukaan laut di Samudra Artik langsung terkena sinar matahari. Energi panas matahari, yang biasanya dipantulkan lagi ke luar angkasa oleh lapisan es berwarna putih, kini terserap oleh permukaan laut, membuat laut di kawasan kutub itu memanas dan mengubah pola aliran udara di atmosfer.
Dalam model komputer, yang dibuat PIK dan dimuat di Journal of Geophysical Research awal bulan ini, terlihat kenaikan suhu udara di lautan Artik tersebut menimbulkan sistem tekanan tinggi. Sistem tekanan tinggi inilah yang membawa udara dingin kutub ke daratan Eropa.
”Anomali ini bisa melipat tigakan probabilitas terjadinya musim dingin yang ekstrem di Eropa dan Asia utara,” ungkap Vladimir Petoukhov, fisikawan dan peneliti utama PIK.
Petoukhov menambahkan, efek aliran udara dingin dari kutub utara itu akan makin parah saat terjadi gangguan pada arus udara panas yang melintasi Samudra Atlantik dan perubahan aktivitas matahari.
Itulah yang terjadi saat ini. Para pakar cuaca mengatakan, saat ini arus udara hangat dari pantai timur AS (Gulf Stream) terhalang dan berbelok arah di tengah-tengah Atlantik.
Hal itu membuat aliran udara dingin dari Artik dan Eropa Timur tak terbendung masuk ke Eropa Barat. Saat arus dingin ini melintasi Laut Utara dan Laut Irlandia, uap air dari laut tersebut diubah menjadi salju dalam skala sangat besar dan menyebabkan badai salju parah di negara-negara Eropa Barat.
Mulai pulih
Otoritas penerbangan sipil Perancis, DGAC, Rabu, mengeluarkan peringatan, salju akan turun lagi di kawasan Paris pada Rabu sore dan kemungkinan akan terjadi pembatalan penerbangan lagi untuk jadwal penerbangan setelah pukul 17.00. Peringatan tersebut keluar saat kondisi penerbangan di Eropa baru mulai pulih setelah terpuruk dalam kekacauan total sejak akhir pekan lalu.
Bandara Frankfurt di Jerman baru membatalkan 70 dari total 1.300 penerbangan yang dijadwalkan Rabu. Jumlah ini menurun signifikan dibanding Selasa, saat 550 penerbangan dibatalkan.
Dua landasan pacu di Bandara Heathrow, London, Inggris, juga sudah dibuka sejak Selasa malam dan kini bandara tersibuk di Inggris tersebut sudah beroperasi 70 persen mendekati normal. ”Kami lega karena akan bisa menyingkirkan semua salju hari ini,” tutur juru bicara Bandara Heathrow.
Sekitar 1.000 orang terpaksa bermalam di Heathrow, dan 300 penumpang terdampar di Bandara Frankfurt, Selasa malam.
"Sangat menyedihkan, rasanya seperti berada di negara dunia ketiga," tutur seorang penumpang bernama Janice Phillips (29), yang terdampar di Heathrow dalam perjalanan pulang ke Minneapolis, AS.
Dua bandara utama di Paris, Charles de Gaulle dan Orly, dibuka 24 jam penuh untuk mengurai penumpukan penumpang akibat pembatalan dan penundaan selama berhari-hari. Maskapai Air France-KLM memperkirakan menderita kerugian hingga 35 juta euro (Rp 415,1 miliar) akibat gangguan cuaca bulan ini.
Sementara itu, suhu ekstrem terus melanda Eropa. Kota Holbaek, 65 kilometer sebelah barat Kopenhagen, Denmark, mencatat suhu minus 22,5 derajat celsius, Selasa malam. Ini adalah rekor suhu terendah di Denmark dalam 29 tahun terakhir.
Di Krasnoyarsk, Siberia, Rusia, suhu anjlok hingga 50 derajat celsius di bawah titik beku, menyebabkan sebuah bus mengalami kegagalan teknis dan bertabrakan, menewaskan delapan penumpangnya.
Cuaca dingin juga membuat harga minyak mentah dunia terus naik. Di pasar Asia, Rabu, harga minyak mentah Brent untuk pesanan bulan Februari naik 29 sen menjadi 93,49 dollar AS per barel, atau tertinggi dalam dua tahun terakhir.
Harga diperkirakan masih akan terus naik seiring cuaca dingin ekstrem yang diramalkan masih akan terjadi sampai akhir tahun.
Warga LA dievakuasi
Cuaca ekstrem juga terjadi di AS. Hujan deras, banjir, dan tanah longsor melanda negara bagian California. Curah hujan yang turun di pusat kota Los Angeles (LA) sepekan terakhir sudah mencapai sepertiga dari curah hujan tahunan di kota tersebut.
Pihak berwajib telah mengevakuasi 232 keluarga di kawasan La Canada Flintridge dan La Crescenta di pinggiran LA, yang terletak di dekat perbukitan yang sudah jenuh oleh air hujan dan dikhawatirkan longsor. Evakuasi juga dilakukan di San Diego.
Cuaca ekstrem yang melanda Eropa belum mengurangi minat warga Indonesia menghabiskan libur akhir tahun ke sana. Hasil pemantauan di sejumlah biro perjalanan di Jakarta, Rabu, belum ada rombongan yang membatalkan rencana kunjungan mereka ke Eropa.
"Beberapa pelanggan memang menanyakan kondisi di Eropa, tapi sejauh ini belum ada pembatalan," kata pegawai perjalanan luar negeri Bayu Buana Tour and Travel, Jonas Sinambela.
Manajer Hubungan Masyarakat dan Media Panorama Tours Anita Hartono menjelaskan, saat ini mereka melayani perjalanan wisata sedikitnya 300 WNI dalam 20 kelompok ke Eropa.(AP/AFP/Reuters/DHF/JOE/ HAM/SIN/ARA/EGI/AYS)

Terumbu Karang Pun Memutih...

PUSAT SURVEI SUMBER DAYA ALAM LAUT BAKOSURTANALPemudaran warna atau pemutihan sebagai tanda terganggunya kehidupan terumbu karang terjadi di wilayah perairan Taman Nasional Wakatobi, Sulawesi Tenggara.
Oleh M Zaid Wahyudi
Peningkatan suhu permukaan laut tidak hanya memengaruhi cuaca di muka bumi, tetapi juga membuat banyak terumbu karang di berbagai wilayah memutih. Sebagian terumbu karang yang memutih mengalami proses pemulihan yang cepat, tetapi banyak pula yang akhirnya mati.
Survei Program Kelautan The Nature Conservancy (TNC) Indonesia, yang dipimpin Joanne Wilson, di delapan lokasi terumbu karang Taman Nasional Wakatobi pada April 2010 menyebutkan, 60 persen-65 persen terumbu karang yang diamati mengalami pemutihan (bleaching) dengan berbagai tingkatan. Sebanyak 10 persen-17 persen pemutihannya total.
Kedelapan lokasi pengamatan itu adalah Karang Matahora, Karang Gurita, Karang Kapota, Karang Otiole, Karang Kaledupa, Karang Koko, Karang Moromahu, dan Palahidu.
Terumbu karang yang mengalami pemutihan hingga lebih dari 20 persen adalah Karang Otiolo, Karang Kaledupa, dan Karang Palahidu. Sementara itu, terumbu karang yang paling sehat terdapat di Karang Gurita (70 persen) serta Karang Koko dan Karang Matahora antara 45 persen dan 50 persen.
Tingginya jumlah karang sehat di Karang Gurita tidak berarti bahwa di situ terumbu karangnya betul-betul sehat. Kondisi itu lebih disebabkan karang di daerah tersebut berupa koloni tunggal atau koloni kecil.
Karang yang mengalami pemutihan total umumnya dari spesies Seriatopora, sedangkan yang pemutihannya moderat dari jenis Pocillopora, non-Acropora bercabang, dan Acropora palifera. Jenis karang yang paling bisa bertahan adalah Acropora.
Informasi dari sejumlah penyelam menyebutkan, pemutihan terumbu karang Wakatobi terjadi sejak Maret 2010. Perbedaan kuantitas dan kualitas pemutihan di delapan lokasi yang diamati disebabkan oleh variasi temperatur muka air laut yang bersifat lokal serta kualitas air dan komposisi spesies yang berbeda-beda.
Pemutihan
Pemutihan total pada terumbu karang menandakan proses simbiosis mutualisme antara karang danzooxanthellae sudah tak terjadi lagi. Zooxanthellae telah keluar meninggalkan jaringan sel karang. Namun, untuk terumbu karang yang memutih sebagian menunjukkan zooxanthellae-nya masih ada meskipun tak bisa bekerja optimal.
BL Willis dalam Biology of Reef Corals (James Cook University, 1997) menyebutkan, keluarnyazooxanthellae, sejenis tumbuhan alga bersel tunggal, menyebabkan sumber makanan bagi karang tidak ada lagi. Padahal, karang memanfaatkan hasil fotosintesis zooxanthellae untuk bertahan hidup.
Perginya zooxanthellae itu dapat disebabkan perubahan suhu, kadar garam atau tingkat salinitas, ataupun perbedaan konsentrasi kimia lingkungan sekitarnya secara tiba-tiba. Perubahan lingkungan secara tiba-tiba itu mudah membuat biota yang ada di dalamnya menjadi stres.
Pemutihan juga bisa disebabkan kehadiran bintang laut berduri. Namun, pemutihan akibat binatang ini umumnya membentuk alur geraknya.
Koordinator Perikanan Program Bersama TNC-World Wide Fund for Nature (WWF) Wakatobi Sugiyanta mengatakan, pemutihan terumbu karang di Taman Nasional Wakatobi tidak hanya disebabkan meningkatnya suhu permukaan laut. Sebagian pemutihan juga disebabkan oleh penggunaan potasium dan bom dalam penangkapan ikan.
"Pemutihan yang diakibatkan oleh potasium atau bom ikan biasanya terjadi pada titik-titik tertentu saja, sedangkan pemutihan akibat kenaikan suhu muka laut biasanya terjadi secara merata," katanya.
Pemulihan
Meskipun turut terkena dampak dari pemanasan suhu permukaan laut, terumbu karang Wakatobi paling cepat pulih dibandingkan dengan terumbu karang yang juga mengalami pemutihan di tempat lain. Kembali normalnya kondisi terumbu karang Wakatobi dipicu oleh cepat normalnya perairan Wakatobi hingga mengundang kembali zooxanthellae.
Pimpinan Program Kawasan Perlindungan Laut WWF Indonesia, Veda Santiaji, mengatakan, terumbu karang Wakatobi memang memiliki kemampuan bertahan yang cukup baik akibat perubahan lingkungan. Sepanjang 2003-2008, saat banyak terumbu karang di berbagai belahan dunia memutih, terumbu karang Wakatobi relatif lebih terjaga.
Terumbu karang Wakatobi baru menunjukkan gejala memutih pada 2009. Pengukuran kuantitatif pemutihan itu baru dilakukan pada April 2010.
Namun, saat dicek ulang pada September 2010, kondisi sejumlah terumbu karang sudah pulih. Pulihnya terumbu karang dalam waktu cepat tentu menggembirakan karena pemulihan terumbu karang di tempat lain berlangsung lama.
"Saat tempat lain sudah memutih, terumbu karang Wakatobi belum tersentuh. Sebaliknya, saat daerah lain belum pulih, Wakatobi sudah pulih lebih dulu," katanya.
Pulihnya terumbu karang itu ditandai dengan membaiknya kondisi tutupan pada bagian terumbu karang yang semula mengalami kerusakan.
Namun, belum dipastikan apakah semua spesies karang yang dulu memutih sudah pulih seperti sedia kala. Sejumlah spesies karang bisa pulih dengan cepat atau memiliki kemampuan bertahan yang baik terhadap perubahan lingkungan. Namun, ada pula spesies karang yang justru lebih lambat untuk memulihkan diri.
Karang yang lambat memulihkan diri dengan mudah digantikan oleh karang yang pemulihannya lebih cepat. Kondisi ini berakibat pada dominasi salah satu spesies karang tertentu dalam satu wilayah perairan.
Menurut Veda, pemulihan yang cepat itu disebabkan oleh karakter perairan Wakatobi yang terbuka sehingga memudahkan pergerakan arus laut. Perairan Wakatobi diapit Laut Banda di sisi utara dan timur serta Laut Flores di sisi barat dan selatan.
Pergerakan arus di permukaan mendorong pergerakan arus dari laut dalam ke permukaan. Kondisi itu membuat suhu permukaan laut Wakatobi lebih mudah terjaga kestabilannya.
Sugiyanta menambahkan, pemulihan yang cepat itu juga disebabkan kondisi perairan Wakatobi yang masih cukup baik dan jauh dari polusi.
Saat kondisi perairan kembali normal, zooxanthellae akan kembali mendekati karang sehingga karang kembali berwarna. Akibatnya, terumbu karang yang umumnya hidup di perairan dangkal pun cepat pulih.
Membaiknya terumbu karang memberi arti besar bagi nelayan. Terumbu karang adalah tempat terbaik bagi ikan-ikan untuk berbiak. Karena itu, baiknya kondisi terumbu karang merupakan indikator melimpahnya ikan di sekitar wilayah perairan tersebut.

http://sains.kompas.com/read/2011/01/17/11233954/Banjir.Australia.Dampak.Perubahan.Iklim

Pengikut