Papan Buletin Blog Bhima

Bhima's Leaf

Senin, 12 Desember 2011

Pembunuhan Orangutan Jangan Politisasi



KOMPAS/WAWAN H PRABOWO
Endangered: Indonesia is home to 90 per cent of the 50,000 orang-utans left in the wild

TERKAIT:
Perlindungan dan penyelamatan terhadap kelangsungan hidup orangutan (pongo pygmaeus morio), harus menjadi tanggungjawab bersama. Baik pelaku usaha perkebunan sawit yang bersinggungan dengan lingkungan ekosistem tempat orangutan, maupun masyarakat serta pihak pemerintah pusat dan daerah.

"Kami sangat prihatin dengan adanya pembunuhan orangutan di areal-areal perkebunan kelapa sawit, seperti di Desa Cepak, Muara Kaman, Kaltim, yang merupakan lokasi perkebunan PT Khaleda Agroprima Malindo (KAM). Namun jangan sampai persoalan tersebut justru lebih kental dengan politisasi, dibanding penyelesaian hukum yang adil dan profesional," ucap Ketua Umum Gabungan Serikat Pekerja Perkebunan Indonesia (GSPPI) Gatot Triyono dalam siaran persnya, Senin (28/11/2011).

Menurut penilaian Triyono, kasus-kasus pembunuhan orangutan, bukan saja ditemukan di areal-areal perkebunan kelapa sawit, tetapi di wilayah pertambangan juga terjadi. Padahal, sebagai obyek yang dilindungi melalui Undang-Undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, maka seyogyanya berbagai pihak termasuk kalangan NGO's (Non-Goverment Organizations), melihat persoalan pembunuhan orangutan serta pengrusakan lingkungan lebih komprehensif dan obyektif.

Senada dengan Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Joefly J Bahroeny, yang meminta proses penyelesaian kasus pembunuhan orangutan objektif dan adil, Gatot juga menyampaikan agar kasus ini tidak dijadikan sebagai momentum menyerang bisnis perkebunan kelapa sawit di Indonesia, dengan tuduhan tidak peduli lingkungan dan ekosistem.

Pengelolaan perkebunan kelapa sawit tidak bisa dinilai secara linier, tetapi banyak faktor dan kepentingan yang terlibat. Selain faktor ekonomi menyangkut investasi dan penyerapan tenaga kerja, persoalan persaingan bisnis kelapa sawit di dunia internasional juga kerap bermain.

"Kalau sampai kasus pembunuhan orangutan digunakan sebagai alat black campaign atau kampanye hitam untuk menyerang industri perkebunan kelapa sawit, dampaknya bisa melebar ke mana-mana. Selain investasi bisa terhambat, citra Indonesia di dunia internasional juga semakin buruk," ujar Triyono dalam siaran persnya.

Adanya unsur pidana dalam kasus pembunuhan orangutan, tentu harus diselesaikan oleh aparat kepolisian, melalui suatu bentuk pertanggungjawaban para pelaku. Namun, kalau sudah sarat dengan politisasi, maka menurut Triyono patut dicurigai adanya pergeseran isu untuk target kejahatan korporasi.

"Setahu saya, perusahaan-perusahan perkebunan di Indonesia, juga memiliki kepedulian pada lingkungan dan keanekaragaman hayati, termasuk menangani binatang-binatang yang dilindungi undang-undang. Karena para pengusaha juga menyadari, investasi besar di perkebunan kelapa sawit tidak boleh dirusak gara-gara pembunuhan orangutan atau karena tuduhan merusak lingkungan," tegas Triyono.

Memang masih ada kelemahan-kelemahan di tataran pelaksanaan lapangan. Misalnya ketidaktahuan bagaimana standard operational prosedure (SOP) menangani orangutan.
Untuk itu, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) perlu melakukan kerjasama sosialiasi perundang-undangan, serta pro-aktif mengampanyekan betapa pentingnya menjaga kelangsungan hidup orangutan dan ekosistem lainnya.

http://sains.kompas.com/read/2011/11/28/17101990/Pembunuhan.Orangutan.Jangan.Politisasi

Tidak ada komentar:

Pengikut