Papan Buletin Blog Bhima

Bhima's Leaf

Senin, 12 Desember 2011

Kesaksian "Mata Harimau" Atas Perusakan Hutan


GreenpeaceTim "Mata Harimau" menyaksikan truk yang mengangkut kayu hutan.
Enam bulan sejak Inpres No 10 Tahun 2011 tentang moratorium pemberian ijin konsesi baru serta penyempurnaan tata kelola hutan alam primer dan hutan gambut, perusakan hutan ternyata masih terus berlangsung. Tim Greenpeace, WALHI, KKI WARSI dan Wahana Bumi Hijau yang tergabung dalam program kampanye "Mata Harimau" menyaksikan secara langsung hal tersebut dalam perjalanan di sepanjang hutan wilayah timur Sumatera.

"Dalam perjalanan, kita melihat bahwa hutan sebagai habitat harimau sudah hancur karena dieksploitasi," kata Rusmadya Maharuddin, Juru Kampanye Hutan Greenpeace dalam konferensi pers, Kamis (24/11/2011), di Jakarta.  Bukti eksploitasi ini dijumpai dalam perjalanan dari Pekanbaru ke Rokan Hilir, dimana truk pengangkut kayu alam bisa dengan leluasa mengangkut kayu hutan tanpa ada pihak yang mencegah.

Bukti eksploitasi lain adalah kawasan hutan Senepis di Rimba Melintang, Rokan Hilir Riau yang kini sudah menjadi lokasi konsesi tiga perusahaan HPH (Hak Pengusahaan Hutan) dan dua perusahaan HTI (Hutan tanaman Idustri-Akasia). Dua perusahaan HTI yang dimaksud adalah PT Ruas Utama yaJaya (RUJ) dan PT Suntara Gaja Pati (SGP). Ini menyesakkan sebab hutan Senepis sebenarnya telah dijadikan wilayah konservasi harimau Sumatera.

"Kita juga melihat bukaan kanal di wilayah gambut yang tentunya akan berkontribusi pada perubahan iklim," tambah Rusmadya. Hutan gambut dan pohonnya menyimpan karbon sehingga jika kanal dibuka, karbon akan lepas. Tindakan perusakan kawasan gambut berlawanan dengan misi pemerintah untuk mengurangi emisis karbon sebesar 26 persen sebagai agenda menghadapi ancaman perubahan iklim.

"Aktivitas land clearing juga ditemui di kabupaten Pelalawan, area konsesi PT Arara Abad (juga anak perusahaan Sinar Mas) Kita juga masih menyaksikan land clearingnya. Di sana juga berlangsung pembukaan kanal. tidak jauh dari wilayah itulah, Greenpeace pernah mendokumentasikan harimau yang terjerat dan akhirnya mati karena tidak tertolong," ungkap Rusmadya.

Rusaknya hutan hanyalah salah satu sisi dari aktivitas pembabatan yang dilakukan. Di sisi sosial, Greenpeace menjumpai bahwa perusakan hutan juga merugikan masyarakat adat dan lokal. Akibat hutan dirusak, masyarakat kehilangan tempat tinggal, kesulitan mencari air dan penghidupan secara ekonomi sementara pada saat yang sama akses edukasi, kesehatan dan lapangan kerja tidak dimiliki.

"Mereka sudah kehilangan rumahnya. Sumber-sumber makanan mereka sudah terganggu. Kita lihat langsung bagaimana mereka hidup di bawah akasia, padahal mereka dulunya hidup di hutan alam. Jadi rumah tempat tinggal dan tempat mencari penghidupan masyarakat direbut, ini berarti perusakan hutan melanggar hak asasi manusia," jelas Rusmadya yang menangani isu hutan Sumatera.

Rusmadya merngatakan, "Kita mengharapkan pemerintah melakukan review terhadap praktek perijinan. Kita juga minta perusahaan untuk meninggalkan praktek buruk. Dari fakta yang kita temukan dalam perjalanan ini, kita berharap pemerintah membuat kebijakan yang mengutamakan kepentingan hutan, masyarakat dan harimau. Harimau adalah spesies payung yang jika hilang akan punya dampak besar."

"Mata Harimau" adalah kampanye yang bertujuan melihat secara langsung pelaksanaan tata kelola hutan dan deforestasi yang terjadi di propinsi Riau, Sumatera Selatan dan Jambi. Kampanye ini diluncurkan pada 16 September 2011 lalu sementara perjalanan berlangsung dari 22 September hingga 16 Oktober 2011. Dalam perjalanan, tim "Mata harimau" memakai kostum harimau berwarna kuning loreng hitam. Semua fakta yang dijumpai tim Mata Harimau dalam perjalanan direkam dalam bentuk foto dan video.

http://sains.kompas.com/read/2011/11/24/15214366/Kesaksian.Mata.Harimau.Atas.Perusakan.Hutan

Tidak ada komentar:

Pengikut