I.PENDAHULUAN
a.Latar Belakang
Molish(1937) yang pertama kali memberi batasan alelopati. Rice (1984) juga menggunakan istilah yang sama untuk semua jenis interaksi biokimia, termasuk antara tumbuhan tinggi dan mikroorganisme. Akan tetapi Muller (1920) salah seorang pionir dalam alelopati, lebih membatasi penggunaan istilah alelopati khusus untuk interaksi antar tumbuhan tinggi saja.
Zat alelopatik dalam interaksi antar tumbuhan tinggi ini ditunjukkan dengan peristiwa tidak dapat tumbuhnya tumbuhan lain disekitar pohon walnut (Juglans nigra). Pengamatan menunjukkan bahwa tomat, pinus atau gandum tidak dapat tumbuh disekitar pohon walnut. Ternyata kemudian bahwa toksin yang berfungsi sebagai zat alelopati bukanlah dari eksudat akar walnut, melainkan dari daun dan tangkai serta ranting-ranting yang gugur ke tanah membawa toksisn. Toksin ini adalah 4-Glukosida dari 1,4,5-Trihidroksi naftalena yang terhidrolisis menjadi naftakuinon yang disebut yugion, yang larut dalam air, menurut reaksi pada gambar 1:
(Hidrolisis)
à
(Oksidasi)
Sejumlah zat ealelopati telah diidentifikasi, seperti lignan asam norhidroguaiaretat yang terdapat dalam kreosot, larnea tridenta, kadarnya 5-10% yang dapat menghambat pertumbuhan semak disekitarnya. Senyawa sulfur α tersienil dan poliasetiana fenil heptratryn yang dihasilkan oleh sejumlah tumbuhan composiate, adalah zat-zat yang sifat alelopatinya sangat dipengaruhi oleh sinar matahari, sehingga makin jauh kedalam tanah aktifitasnya makin kecil. Tetapi hasil ekstraksi tanah disekeliling akar tagetes yang menghasilkan α , tersienil hanya ditemukan kadar 0,4 ppm, walau demikian sudah cukup untuk menghambat pertumbuhan tumbuhan disekitarnya.
Partein Asam nordihidrogualaretat
(Suku compositae)
Fenil heptriyin α -Tersienil
(Suku compositae) (suku compositae)
(Wiryowidgjo,2000:204)
b.Tujuan Penelitian:
Mempelajari pengaruh alelopati/jenis tumbuhan terhadap pertumbuhan tanaman palawija.
II.TINJAUAN PUSTAKA
Tumbuhan dalam bersaing mempunyai senjata yang bermacam-macam, misalnya duri, berbau, yang kurang bisa diterima sekelilingnya, tumbuh cepat, berakar dan berkarnopi luas dan bertubuh tinggi besar, Maupun adanya sekresi zat kimiawi yang dapat merugikan pertumbuhan tetangganya. Dalam uraian ini akan disinggung tentang sekresi kimiawi yang disebut alelopat dan mengakibatkan peristiwa yang disebut alelopati.Peristiwa alelopati adalah peristiwa adanya pengaruh jelek dari zat kimia (alelopat) yang dikeluarkan tumbuhan tertentu yang dapat merugikan pertumbuhan tumbuhan lain jenis yang tumbuhdi sekitarnya. Tumbuhan lain jenis yang tumbuh sebagai tetangga menjadi kalah. Kekalahan tersebut karena menyerap zat kimiawi yang beracun berupa produk sekunder dari tanaman pertama. Zat kimiawi yang bersifat racun itu dapat berupa gas atau zat cai dan dapat kelau dari akar, batang maupun daun. Hambatanpertumbuhan akibat adanya alelopat dalam peristiwa alelopati misalnya pertumbuhan hambatan pada oembelahan sel, pangambilan mineral,resppirasi, penutupan stomata, sintesis protein, dan lain-lainnya. Zat-zat tersebut keluar dari bagian atas tanah berupa gas, atau eksudat uang turun kembali ke tanah dan eksudat dari akar. Jenis yang dikeluarkan pada umumnya berasal dari golongan fenolat, terpenoid, dan alkaloid.
Telah banyak referensi yang mencatat tentang species yang dapat mengeluarkan alelopati. Species tersebut dalam lingkungan akan dapat menekan pertumbuhan species lain. Namun pengaruh interaksi gulma/tanaman budidaya akan adanya alelopati masih belum banyak diteliti. Beberapa penelitian tentang hal itu dicatat dari beberpa negara seperti Amerika, dan Inggris. Suatu zat terpen di keluarkan oleh semak yang aromatik dan sejenis substansi fenol dikeluarkan oleh Isorghum halepense yang dapat menghambat kegiatan bakteri fikasasi nitrogen. Agropyron repens (rumput perenial) yang melapuk selama 15 hari sangat efektif dalam penghambatan pertumbuhan Brassica napus. Penghambatan semacam ini hampir sama dengan diakaibatkan oleh pelapukan jerami. Imperata cylindrica juga mengeluarkan alelopati berpengaruh pada lingkungannya seperti halnya penghasil-penghasil alelopati lainnya.
Alelopati kebanyakan berada dalam jaringan tanaman, seperti daun, akar,aroma, bunga, buah maupun biji, dan dikeluarkan dengan cara residu tanaman. Beberapa contoh zat kimia yang dapat bertindak sebagai ealelopati adalah gas-gas beracun. Yaitu Sianogenesis merupakan suatu reaksi hidrolisis yang membebaskan gugusan HCN, amonia, Ally-lisothio cyanat dan β-fenil isitio sianat sejenis gas diuapkan dari minyak yang berasal dari familia Crusiferae dapat menghambat perkecambahan. Selain gas, asam organik, aldehida, asam aromatik, lakton tak jenuh seserhana, fumarin, kinon,flavanioda, tanin, alkaloida ,terpenoida dan streroida juga dapat mengeluarkan zat alelopati. (Moenadir,1998:73-88)
Sejumlah peneliti melaporkan bukti untuk zat kimia mengendalikan distribusi tumbuhan, asisiasi antar species, dan jalannya suksesi tumbuhan. Muller (1966) telah meneliti hubungan spatial antara Salvia leucophyla dan rumput annual. Rumpun saliva yang hidup pada
Muller menemukan bahwa salvia mengeluarkan minyak volatile dari daun dan kandungan cinoile dan canphor bersifat toksik terhadap perkecambahan dan pertumbuhan annual disekeliling. (Syamsurizal,1993:89)
Alang-alang bukan hanya sebagai pesaing bagi tanaman lain terutama tanaman pangan dalam mendapatkan air, unsur hara dan cahaya tetapi juga menghasilkan zat alelopati yang menyebabkan pengaruh negatif pada tanaman lain (Hairiah et al., 2001).
III.BAHAN DAN METODE
Waktu dan tempat : Kamis 3 januari 2008
Laboratorium Universitas Jambi
Lantai I
Alat dan Bahan :
Alat:
- Polibag atau pot berisi tanah
- Gelas ukur
- Gelas piala
- Blender
- Pisau
- Gunting
- Timbangan
Bahan:
- Benih jagung atau benih kacang hijau
- Daun akasia atau akar ilalang
Prosedur Kerja:
- Ditanam benih yang telah disiapkan di dalam polibag atau pot dan di biarkan sampai tumbuh, kemudian masing-masing pot hanya terdiri atas satu tanaman yang berumur satu minggu.
- Dibuat ekstrak alang-alang dan akasia dengan cara sebagai berikut:
- Dihaluskan bagian tumbuhan jenis tumbuhan tersebut dengan Blender, yang sebelumnya dipotong-potong menjadi kecil.
- Dibuat kestrak atau hasil rendaman bagian tumbuhan tersebut dengan air (akuadest) dengan perbandingan bagian tumbuhan : air = 1 : 7 dan dibiarkan selama 24 jam(sebagai larutan stok)
- Setelah 24 jam saringlah ekstrak yang diperoleh dengan menggunakan alat penyaring.
- Diencerkan larutan stok dengan air akuadest menjadi larutan dengan konsentrasi 5 %, 10%, 15%, 20%, 25%, sehingga kita mempunyai larutan-larutan allelopati yang dijadikan perlakuan sebagai berikut.
- Perlakuan kontrol, tanpa larutan allelopati
- Perlakuan A, larutan biang/ stock
- Perlakuan B , larutan konsentrasi 5 % dari larutan biang.
- Perlakuan C , larutan konsentrasi 10 % dari larutan biang.
- Perlakuan D , larutan konsentrasi 15 % dari larutan biang.
- Perlakuan E , larutan konsentrasi 20 % dari larutan biang.
- Perlakuan F , larutan konsentrasi 25 % dari larutan biang.
- Dilakukan penyiraman dengan air akuadest secukupnya, terhadap tanaman di dalam polibag dua hari sekali, kemudian tiap selang sehari dilakukan penyiraman dengan larutan allelopati sebagai perlakuan, masing-masing tanaman disiram sebanyak 50 cc (jadi hari ini disiram air, besok disiram ekstrak allelopati dan lusa disiram air, begitu seterusnya).
- Dilakukan pengamtan terhadap morfologi daun, pertulangan daun, pertumbuhan batang dll yang dilakukan setiap hari. Setelah 4 minggu dilakukan pengamatan terhadap :
a) Tinggi tanaman mulai dari atas permukaan tanah
b) Bobot basah dan kering
c) Kelainan-kelainan morfologi yang terjadi pada akar, batang dan daun.
IV.HASIL BAN PEMBAHASAN
A.Hasil
Allelopati | Morfologi | Perakaran | Tinggi tanaman | Berat basah |
Kontrol | Tanaman normal daun normal | Akar banyak menyatu ke bawah | a. 11,9 cm b. 15,8 cm | 1,5 gram |
5% | Daun bercak hitam, daun tidak berkembang dengan baik | Akar banyak seperti akar serabut, akarnya seperti menyebar | a. 11,7 cm b. 12,6 cm c. 8,6 cm | 0,9 gram |
10% | | Akar menyatu ke bawah | a. 16 cm b. 11,9 cm c. 12,7 cm | 1,3 gram |
15% | | Akar serabutnya banyak | a. 4,7 cm b. 11,6 cm c. 17,4 cm | 1,7 gram |
20% | Daun berbercak putih, dan tidak berkembang dengan baik | Akar panjang ke bawah | a. 21,1 cm b. 13,5 cm c. 11,4 cm | 2,2 gram |
25% | Daun berbercak putih dan bercak coklat, tapi putih lebeh banyak. Daun bagian bawah keriting | Akar pendek dan menyebar, akar tunggang tidak nampak | a. 12,6 cm b. 17,6 cm | 1,4 gram |
100% | Bercak coklat yang banyak dan tidak berkembang dengan baik. | Akar pendek dan sedikit | a. 13,5 cm b. 7,3 cm | 1,0 gram |
B.Pembahasan
Pada hasil praktikum yang telah dilakuakan diatas dapat kita lihat bahwa, tanaman palawija yang disirami oleh allelopati berkosentrasi tinggi dalam hal ini adalah larutan biang (100%) tumbuh dengan sangat tidak baik, baik morfologi daunnya yang dipenuhi oleh bercak coklat dan putih, tinggi tanaman yang tidak sebanding dengan tanaman perlakuan lain, maupun berat basahnya yang hanya 1,0 gram.. Hal ini dikarenakan kepekatan zat racun yang diberikan sangat tinggi hingga mengganggu pertumbuhan dan sistem metabolisme tumbuhan palawija yang ditanam. Menurut Setyowati (2001) Respon yang akan terjadi karna pemberian allelopati adalah panjang tajuk dan akar yang terhambat yang dapat disebut sebagai herbisida pra tumbuh namun hal ini tergantung juga pada formulasi ekstraksi allelopati yang diberikan. Adapun warna daun yang berubah merupakan salah satu ciri dari gejala klorosis pada tanaman palawija akibat dari aplikasi ekstrak allelopeti.
Pada allelopati yang berkosentrasi 5%, tanaman tumbuh layaknya tanaman kontrol, hanya sedikit saja perubahan yang terjadi saat akhir pengamatan. Hal ini dapat dikarenakan oleh kosentrasi allelopati yang dalam hal ini adalah zat racun, tidak terlalu tinggi, hingga tumbuhan masih mampu melakukan proses metabolisme dan yang lainnya dengan normal, walau terdapat sedikit hambatan allelopati. Itulah sebabnya perubahan hanya terjadi pada morfologi daunnya saja.
Sedangkan pada allelopati berkosentrasi 10%, tanamannya tumbuh tidak normal, namun tetap saja perubahan yang terjadi tidak telalu mencolok seperti pada tanaman yang diberikan allelopati kosentrasi tinggi. Pada allelopati berkosentrasi 15% mulai terjadi perubahan yang agak mencolok dari kontrolnya seperti bercak-bercak pada daun yang sangat banyak, panjang akar yang tidak normal, dan tinggi yang tidak normal.
Pada allelopati yang berkosentrasi 20% dan 25% perubahan yang terjadi juga sangat mencolok dari kontrol, berupa bercak-bercak pada daun yang tidak lagi berwarna putih, hal ini dapat dikatakan bahwa tumbuhan sudah mengalami klorosis, dan tanda-tanda ini dalam fisiologi tumbuhan bisa dikatakan sudah menunjukkan gejala kahat atau gejala kematian.
Sedangkan pada tanaman kontrol, tanaman tumbuh normal, baik morfologi daun, panjang akar dan batang maupun berat basahnya yang dapat dikatakan lebih berat dari pada tanaman lainnya yang diberikan perlakuan, kecuali pada perlakuan 20% dan 25% yang memiliki berat basah yang lebih berat dari pada kontrol, hal ini seharusnya tidak terjadi, namun hal ini dapat saja terjadi karena kelalaian pada saat praktikum dilakukan atau pada saat jumlah allelopati yang disiramkan setiap harinya. Selain dari pada itu, menurut penelitian yang telah dilakukan oleh beberapa orang biologiawan ahli bidang fisiologi tanaman Setyowati dan Yuniarti (1999) mengatakan bahwa pertumbuhan tanaman jagung dan kedelai yang diberi perlakuan ellelopati ekstrak alang-alang (Imperata cylindrica) dengan perbandingan 1:4 umumnya tidak terpengaruh oleh ekstrak ini, bukan hanya dalam hal pertumbuhan tanamannya tetapi juga dalam proses perkecambahannya, hanya saja berpengaruh terhadap pemanjangan akarnya. Namun sebaliknya bila diberikan allelopati dari bunga matahari (Helliantus annus) mampu menekan semua jenis palawija ataupun gulma dari kosentrasi 20% ataupun 25%. Jadi dalam hal ini, daya kecambah tanaman palawija dalam penelitian sangat tergantung pada sumber dan konsentrasi ekstrak serta jenis tanaman yang dievaluasi.
Jadi dapat dikatakan bahwa, dalam praktikum allelopati ini tidak bisa dinyatakan tidak berhasil, mengingat beberapa peneliti melaporkan hal yang sama. Steinsiek (1982) dan Shettel dan Balke (1983) mengemukakan bahwa perkembangan tumbuhan tergantung pada konsentrasi ekstrak, sumber ekstrak, temperatur ruangan, dan jenis tumbuhan yang dievaluasi serta saat aplikasi.
Alelopati adalah interaksi biokimia antara mikroorganisme atau tanaman baiki yang bersifat positif maupun negatif. Beberapa gulma terbukti bersifat ellelopati adalah Imperata cylindrica dan Acasia mangium, gulma tersebut diketahui sangat kompetitif dengan tanaman lain yang mengakibatkan turunnya produksi tanaman.
Ekstrak umbi Imperata cylindrica dan daun Acasia mangium terbukti mampu menghambat perkecambahan dan pertumbuhan kecambah,rendaman ekstrak daun Acasia mangium ataupun umbi akar dari Imperata cylindrica dapat menghambat perkembangan banih kacang-kacangan,centel dan mustard.Dan ekstrak ini juga dilaporkan dapat menghambat perpanjangan akar.
Penekanan pertumbuhan dan perkembangan karena ekstrak alang-alang dan akasia ditandai dengan penurunan tinggi tanaman, penurunan panjang akar, perubahan warna daun (Dari hijau normal menjadi kekuning-kuningan) serta bengkaknya akar. Pertumbuhan rambut akar juga terganggu, dengan melihat fenomena ini maka allelokikia yang berasal dari ekstrak Imperata cylindrica dan Acasia mangium mungkin bekerja mengganggu proses fotosintesis atau proses pembelahan sel.
KESIMPULAN:
- Pada hasil praktikum yang telah dilakuakan diatas dapat kita lihat bahwa, tanaman palawija yang disirami oleh allelopati berkosentrasi tinggi dalam hal ini adalah larutan biang (100%) tumbuh dengan sangat tidak baik, baik morfologi daunnya yang dipenuhi oleh bercak coklat dan putih, tinggi tanaman yang tidak sebanding dengan tanaman perlakuan lain, maupun berat basahnya yang hanya 1,0 gram.. Hal ini dikarenakan kepekatan zat racun yang diberikan sangat tinggi hingga mengganggu pertumbuhan dan sistem metabolisme tumbuhan palawija yang ditanam.
- Pada allelopati yang berkosentrasi 5%, tanaman tumbuh layaknya tanaman kontrol, hanya sedikit saja perubahan hal ini dapat dikarenakan oleh kosentrasi allelopati yang dalam hal ini adalah zat racun, tidak terlalu tinggi, hingga tumbuhan masih mampu melakukan proses metabolisme
- pada perlakuan 20% dan 25% yang memiliki berat basah yang lebih berat dari pada kontrol, hal ini seharusnya tidak terjadi, menurut penelitian yang telah dilakukan oleh beberapa orang biologiawan ahli bidang fisiologi tanaman Setyowati dan Yuniarti (1999) mengatakan bahwa pertumbuhan tanaman jagung dan kedelai yang diberi perlakuan ellelopati ekstrak alang-alang (Imperata cylindrica) dengan perbandingan 1:4 umumnya tidak terpengaruh oleh ekstrak ini, bukan hanya dalam hal pertumbuhan tanamannya tetapi juga dalam proses perkecambahannya, hanya saja berpengaruh terhadap pemanjangan akarnya.
- Perkembangan tumbuhan yang di beri allelopati tergantung pada konsentrasi ekstrak, sumber ekstrak, temperatur ruangan, dan jenis tumbuhan yang dievaluasi serta saat aplikasi.
DAFTAR PUSTAKA
Fitter.AH. 1994. Fisiologi Lingkungan Tanaman UGM :
Moenandir,jody.1988. Persaingan Tanaman Budidaya dengan Gulma. Rajawali pers:
Syamsurizal.1993.Ekologi Tumbuhan.Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan : Sumatera Barat
Wiryowidgdo,sumali.2000.Kimia dan Farmakologi Bahan Alam edisi pertama.Universitas
Hairiah K et al. 2000. Reclamation of Imperata Grassland using Agroforestry.
Lecture Note 5. ICRAF. (http://www.icraf.cgiar.org/sea).
Setyowati dan Yuniarti (1999). Efikasi allelopati teki formulasi cairan terhadap gulma. Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian Indonesi (http://www.jurnal@indonesia.co.id)
LAPORAN PRAKTIKUM
EKOLOGI UMUM
ALLELOPATHY
OLEH
RITA YULIZA
A1C405070
BIOLOGI B 2005
PROGRAM STUDI BIOLOGI
PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2007
LAMPIRAN
ALLELOPATHY | GAMBAR |
Kontrol | |
5 % | |
10% | |
15% | |
20% | |
25% | |
100% | |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar