WWF Indonesia
Badak jawa yang terekam kamera
TERKAIT:
Jika di Habitat Asli Bisa Ditingkatkan, Pemagaran Tidak Urgent
Diskusi soal pembangunan Javan Rhino Study and Sanctuary (JRSCA) untuk menyelamatkan Badak Jawa diadakan Selasa (26/7/2011) di FMIPA Universita Indonesia Depok. Salah satu yang hadir dalam diskusi itu adalah Haryo T Wibisono dari HarimauKita, Sumatran Tiger Conservation Forum.
Berkomentar tentang pembangunan JRSCA, Haryo mengatakan, "Sekarang yang menjadi isu kan soal pemagaran. Sejauh pemagaran ini mengakomodasi isu sosial dan ekologi secara umum, sah-sah saja. Sebab, ujung kulon juga rawan bencana tsunami, gempa dan lainnya."
Namun, Haryo mengatakan bahwa sebenarnya ada cara lain untuk mengupayakan penyelamatan Badak Jawa. "Saya tetap concern dengan upaya penyelamatan di habitat aslinya, dalam arti di Semenanjung Ujung Kulon. Saya kira upaya itu bisa ditingkatkan," katanya.
Menurut Haryo, kemungkinan tersebut harus dikaji. "Jika di habitat asli masih bisa ditingkatkan, saya kira opsi pemagaran ini tidak urgent," jelasnya.
Haryo menambahkan, konsep pemagaran yang disertai dengan pembangunan koridor untuk lalu lintas satwa lain justru bisa beresiko. "Koridor ini bisa berfungsi semacam tunnel. Kalau satwa tidak diawasi dengan baik, maka justru akan mempermudah perburuan," ungkap Haryo.
Resiko lain yang disebut ialah terfragmentasinya habitat Taman Nasional Ujung Kulon dan mudahnya perambahan hutan. Di luar soal pembangunan JRSCA, Haryo mengatakan bahwa data tentang Badak Jawa sebaiknya ditinjau kembali. "Data harus dipublikasikan secara hati-hati. Penggunaan camera trapping untuk mendata juga harus dilakukan dengan sangat hati-hati," ungkap Haryo.
Publikasi terakhir menyebut bahwa rasio jantan betina Badak Jawa adalah 16 : 2, sesuai hasil camera trap, sehingga sangat kritis pengaruhnya terhadap kelangsungan hidup satwa itu. Namun Haryo mengatakan bahwa ia kurang mempercayai data itu sehingga pendataan ulang perlu dilakukan.
http://sains.kompas.com/read/2011/07/27/00475345/Jika.di.Habitat.Asli.Bisa.Ditingkatkan.Pemagaran.Tidak.Urgent
Diskusi soal pembangunan Javan Rhino Study and Sanctuary (JRSCA) untuk menyelamatkan Badak Jawa diadakan Selasa (26/7/2011) di FMIPA Universita Indonesia Depok. Salah satu yang hadir dalam diskusi itu adalah Haryo T Wibisono dari HarimauKita, Sumatran Tiger Conservation Forum.
Berkomentar tentang pembangunan JRSCA, Haryo mengatakan, "Sekarang yang menjadi isu kan soal pemagaran. Sejauh pemagaran ini mengakomodasi isu sosial dan ekologi secara umum, sah-sah saja. Sebab, ujung kulon juga rawan bencana tsunami, gempa dan lainnya."
Namun, Haryo mengatakan bahwa sebenarnya ada cara lain untuk mengupayakan penyelamatan Badak Jawa. "Saya tetap concern dengan upaya penyelamatan di habitat aslinya, dalam arti di Semenanjung Ujung Kulon. Saya kira upaya itu bisa ditingkatkan," katanya.
Menurut Haryo, kemungkinan tersebut harus dikaji. "Jika di habitat asli masih bisa ditingkatkan, saya kira opsi pemagaran ini tidak urgent," jelasnya.
Haryo menambahkan, konsep pemagaran yang disertai dengan pembangunan koridor untuk lalu lintas satwa lain justru bisa beresiko. "Koridor ini bisa berfungsi semacam tunnel. Kalau satwa tidak diawasi dengan baik, maka justru akan mempermudah perburuan," ungkap Haryo.
Resiko lain yang disebut ialah terfragmentasinya habitat Taman Nasional Ujung Kulon dan mudahnya perambahan hutan. Di luar soal pembangunan JRSCA, Haryo mengatakan bahwa data tentang Badak Jawa sebaiknya ditinjau kembali. "Data harus dipublikasikan secara hati-hati. Penggunaan camera trapping untuk mendata juga harus dilakukan dengan sangat hati-hati," ungkap Haryo.
Publikasi terakhir menyebut bahwa rasio jantan betina Badak Jawa adalah 16 : 2, sesuai hasil camera trap, sehingga sangat kritis pengaruhnya terhadap kelangsungan hidup satwa itu. Namun Haryo mengatakan bahwa ia kurang mempercayai data itu sehingga pendataan ulang perlu dilakukan.
http://sains.kompas.com/read/2011/07/27/00475345/Jika.di.Habitat.Asli.Bisa.Ditingkatkan.Pemagaran.Tidak.Urgent
Tidak ada komentar:
Posting Komentar