TRIBUN PEKANBARU/MELVINAS PRIANANDAInduk dan anak Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) di kawasan hutan Taman Nasional Tesso Nilo, Kabupaten Pelalawan, Riau.
Beberapa gajah betina di Asia punya jaringan sosial yang luas. Meskipun demikian, ditemukan pula gajah betina yang hanya berinteraksi dalam kelompok kecil yang terdiri atas beberapa kerabat dekat.
"Jika Anda amati dalam waktu yang cukup lama, dalam hitungan bulan atau bahkan tahun, setiap individu lebih memilih untuk berhubungan dengan beberapa individu tertentu," jelas Sergey Kryazhimskiy, peneliti dari Harvard University.
Menurut Kryazhimskiy, itu berarti hubungan antargajah tidak terjadi secara acak. Meskipun para ilmuwan mendapati ada beberapa gajah labil yang sering menukar lima teman utama mereka.
Jaringan sosial di populasi gajah Asia tampak konsisten di berbagai musim. Pola ini berbeda dengan gajah Afrika-sudah diteliti lebih dulu-yang diketahui memiliki perubahan kehidupan sosial yang lebih luas.
Pada studi gajah Asia ini, Shermin de Silva, peneliti dari Universitas Pennsylvania mengumpulkan data selama dua tahun dengan bantuan tim dari Uda Walawe National Park, Sri Lanka. Setiap kali mereka berjumpa dengan kelompok gajah, mereka mengamati setiap individu yang ada di dalamnya.
Di akhir pelacakan, Kryazhimskiy menganalisis data dari gajah yang dijumpai setidaknya 30 kali dari total 51 ekor. Berhubung gajah Asia jantan menjalani hidupnya seorang diri, peneliti fokus ke gajah betina.
Peneliti mengamati berbagai level kelompok: mulai dari sepasang gajah, individu-individu berhubungan dengan seekor gajah, sampai populasi secara keseluruhan. Ternyata, beberapa gajah bisa memiliki banyak kawan, meski hubungan lebih kuat terjadi pada gajah yang memiliki sedikit teman. Selama penelitan, sekitar 16 persen gajah mengganti 5 teman terdekat mereka.
Mereka mendapati bahwa jumlah teman yang dimiliki setiap individu gajah maksimal mencapai sekitar 20 ekor. Jumlah ini meningkat di saat musim kering. "Mungkin ini cara mereka untuk mengatasi penurunan sumber daya, khususnya air, sehingga setiap kelompok harus dapat bertahan dari kelompok lain," kata Kryazhimskiy.
Sementara itu di musim hujan, di saat sumber air jauh lebih banyak, mereka tidak perlu membentuk kelompok-kelompok. "Dengan demikian setiap individu, tanpa hubungan erat di antara mereka, hidup saling menyebar," ucap Kryazhimskiy sambil menunjukkan bukti bahwa pasangan gajah yang memiliki hubungan pertemanan kuat akan terus bersama bahkan meski sumber air berlimpah di musim hujan.
Menurut Prithiviraj Fernando, peneliti dari Center for Conservation and Research in Rajagiriy, Sri Lanka, penelitian yang dipublikasikan di jurnal BMC Ecology ini merupakan kontribusi besar terhadap pengetahuan tentang kehidupan sosial gajah Asia. Masih banyak penelitian yang perlu dilakukan terhadap hewan tersebut, meski itu cukup sulit karena mereka tinggal di habitat yang sulit ditemui dan cenderung menghindari manusia. (National Geographic Indonesia/Abiyu Pradipa)
http://sains.kompas.com/read/2011/08/07/1233201/Gajah.Asia.Suka.Kelompok.Lebih.Kecil
"Jika Anda amati dalam waktu yang cukup lama, dalam hitungan bulan atau bahkan tahun, setiap individu lebih memilih untuk berhubungan dengan beberapa individu tertentu," jelas Sergey Kryazhimskiy, peneliti dari Harvard University.
Menurut Kryazhimskiy, itu berarti hubungan antargajah tidak terjadi secara acak. Meskipun para ilmuwan mendapati ada beberapa gajah labil yang sering menukar lima teman utama mereka.
Jaringan sosial di populasi gajah Asia tampak konsisten di berbagai musim. Pola ini berbeda dengan gajah Afrika-sudah diteliti lebih dulu-yang diketahui memiliki perubahan kehidupan sosial yang lebih luas.
Pada studi gajah Asia ini, Shermin de Silva, peneliti dari Universitas Pennsylvania mengumpulkan data selama dua tahun dengan bantuan tim dari Uda Walawe National Park, Sri Lanka. Setiap kali mereka berjumpa dengan kelompok gajah, mereka mengamati setiap individu yang ada di dalamnya.
Di akhir pelacakan, Kryazhimskiy menganalisis data dari gajah yang dijumpai setidaknya 30 kali dari total 51 ekor. Berhubung gajah Asia jantan menjalani hidupnya seorang diri, peneliti fokus ke gajah betina.
Peneliti mengamati berbagai level kelompok: mulai dari sepasang gajah, individu-individu berhubungan dengan seekor gajah, sampai populasi secara keseluruhan. Ternyata, beberapa gajah bisa memiliki banyak kawan, meski hubungan lebih kuat terjadi pada gajah yang memiliki sedikit teman. Selama penelitan, sekitar 16 persen gajah mengganti 5 teman terdekat mereka.
Mereka mendapati bahwa jumlah teman yang dimiliki setiap individu gajah maksimal mencapai sekitar 20 ekor. Jumlah ini meningkat di saat musim kering. "Mungkin ini cara mereka untuk mengatasi penurunan sumber daya, khususnya air, sehingga setiap kelompok harus dapat bertahan dari kelompok lain," kata Kryazhimskiy.
Sementara itu di musim hujan, di saat sumber air jauh lebih banyak, mereka tidak perlu membentuk kelompok-kelompok. "Dengan demikian setiap individu, tanpa hubungan erat di antara mereka, hidup saling menyebar," ucap Kryazhimskiy sambil menunjukkan bukti bahwa pasangan gajah yang memiliki hubungan pertemanan kuat akan terus bersama bahkan meski sumber air berlimpah di musim hujan.
Menurut Prithiviraj Fernando, peneliti dari Center for Conservation and Research in Rajagiriy, Sri Lanka, penelitian yang dipublikasikan di jurnal BMC Ecology ini merupakan kontribusi besar terhadap pengetahuan tentang kehidupan sosial gajah Asia. Masih banyak penelitian yang perlu dilakukan terhadap hewan tersebut, meski itu cukup sulit karena mereka tinggal di habitat yang sulit ditemui dan cenderung menghindari manusia. (National Geographic Indonesia/Abiyu Pradipa)
http://sains.kompas.com/read/2011/08/07/1233201/Gajah.Asia.Suka.Kelompok.Lebih.Kecil
Tidak ada komentar:
Posting Komentar