Papan Buletin Blog Bhima

Bhima's Leaf

Jumat, 29 Oktober 2010

PERSPEKTIF BUDAYA PENCEMARAN SUNGAI

PERSPEKTIF BUDAYA PENCEMARAN SUNGAI

OLEH : IRFAN PASARIBU (A1C407007)
Tugas Ekologi Umum

Ada satu berita yang menarik dalam kehidupan masyarakat Jambi pada saat ini, yaitu berita mengenai keadaan Sungai Batanghari. Banyak pemberitaan di Kota Jambi yang memuat berbagai permasalahan  mengenai kondisi Sungai Batanghari Jambi. Sungai Batanghari disamping merupakan icon Provinsi Jambi, juga merupakan sumber utama air minum bagi kebanyakan masyarakat Jambi. Kent E. Cadler meramalkan adanya tiga sumber daya yang akan menjadi sumber utama konflik dimasa depan antara lain, minyak, air dan tanah. Ketiganya adalah sumber daya yang makin menipis dan tak dapat diperbaharui. (http://henrinurcahyo.wordpress.com)
Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Mayang Kota Jambi memasuki tahun 2009 mengalami krisis air, sebab sejak awal tahun produksi air PDAM mengalami penurunan produksi hingga 20 persen. Kepala PDAM Tirta Mayang Kota Jambi Agus Sunara ketika ditemui di Jambi, Senin, menjelaskan, penurunan produksi tersebut disebabkan oleh beberapa hal, di antaranya, sedimentasi atau pendangkalan selama empat tahun terakhir di Sungai Batanghari sebagai satu-satunya sumber air di Kota Jambi. Faktor lain yaitu, tingkat kekeruhan air Sungai Batanghari yang terus meningkat selama empat tahun terakhir, bahkan, sejak tahun 2008 tingkat kekeruhan telah mencapai angka 900 NTU. Padahal batas kemampuan instalasi pengelohan air di Kota Jambi hanya mencapai 300 NTU, kekeruhan tersebut mengakibatkan tingkat kerusakan terhadap mesin pengolah air meningkat sehingga biaya operasional juga menjadi meningkat. (http://www.kapanlagi.com)
KUALATUNGKAL – Beroperasinya sejumlah pabrik membawa dampak buruk bagi lingkungan. Salah satunya pencemaran air Sungai. Indikasi kuat yang ditemukan warga, di antaranya, ikan yang mati sendiri dan bau tak sedap dari air Sungai setiap kali turun hujan. Selain itu, warga MUAROBUNGO, Tanjung Gedang, Jambi, kini tak lagi nyaman mandi di sungai. Pasalnya, akibat tercemarnya air di hulu Sungai Batangbungo, bila sehabis mandi badan mereka terasa gatal. Sungai yang menjadi satu-satunya sumber kehidupan warga tersebut kondisinya juga keruh. Tidak hanya masalah kesehatan. Mata percaharian mereka turut terusik. Budi daya ikan kerambah yang menjadi gantungan hidup warga, belakangan hasil produksinya menyusut drastis. (http://www.jambi-independent.co.id)
Di daerah Kenali Asam Bawah, Jambi, secara tiba-tiba air sumur yang setiap hari digunakan warga untuk mandi, minum, dan berbagai keperluan hidup, warnanya berubah. Bahkan air yang digunakan untuk minum pun telah terkontaminasi minyak mentah hal ini diduga karena Aksi pengeboran minyak bumi yang dilakukan perusahaan Joint Operating Body (JOB) Pertamina-Gulf Resources. (http://berita.liputan6.com)
Pencemaran Sungai Batanghari menjadi dampak buruk untuk masyarakat ternyata “tidak terlalu dipermasalahkan”. Buktinya tidak ada tanggapan yang serius dari masyarakat Jambi, terutama yang tinggal di daerah aliran sungai. Mereka hanya diam dan pasrah terhadap keadaan yang ada, walaupun ada dari beberapa dari mereka yang merespon mengenai permasalahn ini, tetapi mereka merasa kurang mampu untuk melawan keterpurukannya. Pemberitaan hanya menjadi nyanyian para penyiar berita yang sekedar lewat di telinga pendengarnya, atau hanya sebagai tulisan kosong belaka yang terlihat oleh pembacanya. Mereka yang tahu dengan keadaan ini semestinya protes keras untuk penyelesaiannya. Barangkali, inilah salah satu bentuk sikap budaya masyarakat yang sudah biasa dirugikan kepentingannya, sehingga ketika mereka tenggelam sebatas leher pun tetap tidak protes karena air yang menggenangi mereka memang belum masuk ke lubang hidung.
Sikap budaya suatu masyarakat akan terbentuk manakala suatu hal terjadi secara terus-menerus, menjadi kebiasaan, dan tidak menimbulkan gejolak berarti untuk menjadi perubahan. Demikian pula soal pencemaran sungai, terjadi berulang-ulang, tidak pernah ada penyelesaian, sehingga masyarakat menjadi abai untuk memikirkannya. Seringkali orang tidak menganggap penting suatu permasalahan selama akibat yang dirasakan bukan terjadi pada saat itu juga. Untuk kasus-kasus lingkungan pada umumnya memang baru terasa justru ketika akibatnya sudah menjadi terlamabat untuk mengatasinya.
Hal yang lebih parah, ketika sudah diketahui akibatnya pun, masih saja terus berlangsung proses perusakan lingkungan, karena pihak yang merusak bukan pihak yang merasakan akibatnya. Atau perusakan tetap dilakukan karena akibatnya ditanggung secara bersama-sama oleh semua orang, bukan hanya pihak yang merusak saja. Misalkan banjir yang terjadi di Kota Jambi ketika musim penghujan. Setiap tahun perkembangan wilayah yang mengalami banjir bukannya malah berkurang tetapi malah bertambah. Hal ini tidak mampu menyadarkan masyarakat yang membuang sampah pada saluran air, sehingga saluran air semakin banyak yang tersumbat dan airpun meluap ke permukiman masyarakat.
Salah satu contoh pasar yang menyumbang penghasil limbah dengan kapasitas yang cukup besar adalah pasar Angso Duo Jambi yang memang letak atau posisi pasar langsung berbatasan dengan pinggiran sungai batang hari. Angso Duo merupakan pasar tradisional terbesar dan tertua di kota Jambi. Setiap harinya terjadi aktifitas perdagangan. Dari aktifitas perdagangan itu menimbulkan berbagai kotoran. Dimana kotoran tersebut menjadi sumber pencemaran di sekitar lingkungan. Sumber pencemaran itulah yang menjadi limbah yang pada dasarnya tidak hanya mengganggu pemandangan lingkungan sekitar sungai Batanghari serta mengganggu kesehatan.
Sumber pencemar dapat dibedakan menjadi sumber domestik (rumah tangga), yaitu dari perkampungan, kota, pasar, jalan, terminal, rumah sakit, dan sebagainya, serta sumber non-domestik, yaitu dari pabrik, industri, pertanian, peternakan, perikanan, transportasi, dan sumber-sumber lainya. Limbah domestik adalah semua limbah yang berasal dari kamar mandi, WC, dapur, tempat cuci pakaian, apotek, rumah sakit, dan sebagainya, yang secara kuatitatif limbah tadi terdiri atas zat organik, baik padat ataupun cair, bahan berbahaya dan beracun (B3), garam terlarut, lemak dan bakteri. Limbah non-domestik sangat bervariasi, lebih-lebih untuk limbah industri. Limbah pertanian biasanya terdiri atas bahan padat bekas tanaman yang bersifat organik, pestisida, bahan pupuk yang mengandung Nitrogen, dan sebagainya. (Jambi Ekspres)
Sikap budaya yang berikutnya, masyarakat selama ini masih belum menghargai apa yang disebut sebagai milik umum. Logikanya, kalau sesuatu disebut “milik umum” berarti milik semua orang. Kebanyakan masyarakat menganggap milik umum berarti “milik orang banyak, bukan milik siapa-siapa”. Yang artinya siapa saja boleh memperlakukan dengan seenaknya tanpa ada kewajiban untuk memeliharanya. Seperti yang dicontohkan dalam tulisan ini adalah sungai, mereka yang berpikiran seperti itu, dengan sikap yang tidak peduli seenak-enaknya saja memperlakukan sungai, entah itu membuang sampah ataupun limbah ke sungai, karena bagi mereka sungai tempat pembuangan yang aman dan tidak terlalu repot. Padahal dampak yang lebih buruk bisa terjadi bila pembuangan sampah atau limbah yang semena-mena dilakukan di sungai. Yang tepat dan benar adalah buang sampah pada tempatnya dan limbah diolah sesuai dengan peraturan hukum yang berlaku untuk pabrik-pabrik industri.
Secara sempit, pencemaran Sungai Batanghari terjadi karena pembuangan limbah pabrik yang belum dinetralisasi. Namun pencemaran domestic seperti limbah rumah tangga bukan berarti lebih kecil dibanding pencemaran limbah industri pabrik. Limbah pabrik justru banyak menyumbang zat aditif di banding limbah domestic, karena banyak pabrik industri yang limbahnya tidak diolah dengan netralisasi mengandung mercuri yang memang bisa dibilang tidak bisa terurai.
Budaya? Lagi-lagi mengenai budaya, memang untuk membuat masyarakat menjadi tanggap terhadap lingkungan sangat sulit, apalagi untuk masyarakat yang memang sering mencemari lingkungannya sendiri. Oleh karena itu sebaiknya diperlukan pemantauan yang signifikan oleh dinas terkait mengenai pencemaran ini. Bagaimanapun pencemaran sungai harus dihentikan. Tidakkah kita sadar akan kepentingan air bersih dalam kehidupan kita, bagaimana kalau sumber air bersih itu hilang? Kemana kita akan mencari sumber air lain?  Maukah kita menjadi orang-orang yang menempuh jarak puluhan Kilometer hanya untuk memperoleh air bersih? Penyakit apa lagi yang akan timbul akibat pencemaran ini? Itu wajib dipertanyakan bagi diri kita.
Memberi sosialisasi mengenai kebersihan lingkungan dan aturan hukum yang melandasi mengenai pencemaran lingkungan akan sedikit membantu, bila yang menjadi sasaran utama adalah masyarakat dan para pedagang yang berada dipinggiran sungai. Karena setiap hari mereka berbaur dengan faktor-faktor pencemaran. Selain itu, memberi peringatan keras terhadap pengelola pabrik yang membuang limbah pabrik ke aliran sungai maupun tempat-tempat umum akn memeberikan dampak baik pada perkembangan kebersihan lingkungan. Karena bila tidak di beri ketegasan mereka akan merajalela untuk membuang limbah seenaknya.
Mulai sekarang budayakan hidup bersih, hindari, kurangi atau hentikan segala sesuatu yang menyangkut pencemaran baik pencemaran air, udara, maupun tanah. Jangan sampai anak cucu kita menjadi orang-orang yang kesusahan untuk memperoleh air bersih. Kelangsungan kehidupan sejahtera mereka ada di tangan kita  semua.

DAFTAR  PUSTAKA
 
(Tidak dipublikasikan, hanya ditampilkan dalam draft asli dokumen pribadi penulis)


DAMPAK SINGKONG (Manihot utillisima) PADA METABOLISME TUBUH

TUGAS MANDIRI
BIOKIMIA

DAMPAK SINGKONG (Manihot utillisima) PADA METABOLISME TUBUH

Dosen Pengampu: Dr. Aprizal Lukman, M.Pd


Disusun oleh: Irfan Pasaribu  (A1C407007)

















Program Studi Pendidikan Biologi
Jurusan Pendidkan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Unuversitas Jambi
2010


LATAR BELAKANG

Singkong atau tapioka merupakan bahan pangan yang banyak diproduksi di Indonesia. Indonesia termasuk sebagai negara penghasil ubi kayu terbesar ketiga (13.300.000 ton) setelah Brazil (25.554.000 ton), Thailand (13.500.000 ton) serta disusul negara-negara seperti Nigeria (11.000.000 ton), India (6.500.000 ton) dari total produksi dunia sebesar 122.134.000 ton per tahun. (Global-net, 2009)
Singkong merupakan umbi atau akar pohon yang panjang dengan fisik rata-rata bergaris tengah 2-3 cm dan panjang 50-80 cm, tergantung dari jenis singkong yang ditanam. Daging umbinya berwarna putih atau kekuning-kuningan. Umbi singkong tidak tahan simpan meskipun ditempatkan di lemari pendingin. Gejala kerusakan ditandai dengan keluarnya warna biru gelap akibat terbentuknya asam sianida yang bersifat racun bagi manusia.
Umbi singkong merupakan sumber energi yang kaya karbohidrat namun sangat miskin protein. Sumber protein yang bagus justru terdapat pada daun singkong karena mengandung asam amino metionin. Dari proses pengolahan singkong menjadi tepung tapioka, dihasilkan limbah sekitar 2/3 bagian atau sekitar 75% dari bahan mentahnya. (Sudjiono, 1996)
Pada singkong banyak terdapat kandungan gula dalam bentuk hemiselulosa. Dimana fungsi dan strukturnya sangat berpengaruh terhadap metabolisme tubuh. Hemiselulosa mirip dengan selulosa yang merupakan polymer gula. Namun, berbeda dengan selulosa yang hanya tersusun dari glukosa, hemiselulosa tersusun dari bermacam-macam jenis gula. Monomer gula penyusun hemiselulosa terdiri dari monomer gula berkarbon 5 (C-5) dan 6 (C-6), misalnya: xylosa, mannose, glukosa, galaktosa, arabinosa, dan sejumlah kecil rhamnosa, asam glukoroat, asam metal glukoronat, dan asam galaturonat. Xylosa adalah salah satu gula C-5 dan merupakan gula terbanyak kedua di di biosfer setelah glukosa. Kandungan hemiselulosa di dalam biomassa lignoselulosa berkisar antara 11% hinga 37 % (berat kering biomassa). Hemiselulosa lebih mudah dihidrolisis daripada selulosa, tetapi gula C-5 lebih sulit difermentasi menjadi etanol daripada gula C-6.

Gambar hemiselulosa
    (Ahmed, 1991)
Selama ini orang hanya memanfaatkan daging singkong sebagai bahan pangan, namun limbahnya tidak diolah kembali. Bagi kebanyakan orang limbah tapioka hanyalah sampah dan polutan yang mencemari lingkungan. Limbah tapioka oleh para petani hanya digunakan sebagai pakan ternak atau dibuang begitu saja ke sungai atau parit-parit. Hal tersebut dapat membahayakan lingkungan karena dapat merubah kandungan oksigen di air menjadi berkurang.
Dengan inovasi teknologi yang diterapkan, limbah tapioka ini dapat diolah lebih lanjut dan dimanfaatkan sebagai bahan pangan produk nata yang berbahan dasar ampas singkong. Dimana Indonesia merupakan penghasil singkong terbesar ketiga di dunia (13.300.000 ton/tahun). Sehingga untuk ketersediaan bahan baku, nata dari ampas singkong ini tidak akan menjadi masalah. Seperti nata de coco, yang selama ini telah beredar di pasaran dan banyak digemari masyarakat, diharapkan produk nata dari ampas singkong ini dapat menjadi sumber alternative bahan pangan untuk masyarakat dengan penciptaan nilai tambah pada limbah tapioca yang sangat berlimpah daripada hanya dibuang begitu saja ke lingkungan atau hanya digunakan sebagai pakan ternak saja. (Rahman, 2009)







TUJUAN

            Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk memanfaatkan limbah sampingan pembuatan tepung tapioka menjadi bahan pangan tambahan. Salah satunya yakni pembutan nata dari singkong. Selain itu tujuan lainnya yakni memberdayakan hasil alam semaksimal mungkin dengan pengeluaran biaya seminim-minimnya. Karena pembuatan nata singkong lebih ekonomis dan efisien dari pada nata de coco.
            Pada aalanya penelitian ini dilakukan untuk melihat senyawa apa saja yang dikandung singkoong, sehingga mampu menjadi bahn pangan, alhasil penelitian berlanjut dengan perkembanggan ilmu dan tekhnologi yang ada pada saat ini.

METODE

            Penulisan tugas ini menggunakan studi literature. Dimana penelitian yang dilakukan menggunakan metode eksperimen.
            Pada studi literature yang ada penelitian ini menggunakan bahan utama yakni singkong (Manihot utillisima) yang akan difermentasikan. Penelitian ini juga menggunakan Bakteri Acetobacter xylinum sebagai mikroorganisme yang melakukan fermentasi terhadap singkong.
            Bakteri Acetobacter xylinum adalah bekteri Gram negatif yang dapat mensintesis selulosa dari fruktosa. Selulosa ini memiliki pori melintang pada kristal mini glukan yang kemudian terkoalisi ke dalam mikrofibril. Cluster mikrofibril yang ada dalam struktur senyawa yang terbentuk seperti pita-pita dapat diamati secara langsung dengan menggunakan mikroskop. Acetobacter xylinum merupakan suatu model sistem untuk mempelajari enzim dan gen yang terlibat dalam biosintesis selulosa. Jumlah inokulum yang diberikan 10 – 20 % dari bakteri umur 6 hari.
            Pembuatan nata dari ampas singkong ini memerlukan serangkaian proses. Proses pertama adalah pemarutan singkong, singkong yang telah dikupas dan dicuci bersih kemudian diparut. Hasil parutan singkong ini kemudian dilarutkan ke dalam air untuk mendapatkan pati singkong. Dari hasil perasan singkong kemudian didapatkan pati singkong. Ampas singkong kemudian diambil dan difermentasi. Hasil fermentasi ampas singkong atau tapioca ini kemudian ditutup untuk meminimalkan kontak dengan udara dan didiamkan selama sepuluh hari. Produk nata ini siap untuk dikonsumsi.
PEMBAHASAN

Menurut pakar tanaman obat, Prof Hembing Wijayakusuma, efek farmakologis dari singkong adalah sebagai antioksidan, antikanker, antitumor, dan menambah napsu makan. Bagian yang umum dipakai pada tanaman ini adalah daun dan umbi. Umbi singkong memiliki kandungan kalori, protein, lemak, hidrat arang, kalsium, fosfor, zat besi, vitamin B dan C, dan amilum. Daun mengandung vitamin A, B1 dan C, kalsium, kalori, forfor, protein, lemak, hidrat arang, dan zat besi. Sementara kulit batang, mengandung tannin, enzim peroksidase, glikosida, dan kalsium oksalat. Selain sebagai makanan, tanaman singkong memiliki berbagai khasiat sebagai obat. Di antaranya obat rematik, sakit kepala, demam, luka, diare, cacingan, disentri, rabun senja, beri-beri, dan bisa meningkatkan stamina.
Kandungan serat pangan pada singkong juga cukup baik Kandungan serat pangan pada singkong adalah 2,56 %, lebih tinggi dibandingkan jenis sayuran tropis lainnya, seperti kecambah kedelai (1,27 %), petai (1,58 %), ketimun (0,61 %), dan sawi (1,01 %). Serat pangan (dietary fiber) sempat cukup lama dabaikan sebagai faktor penting dalam gizi manusia karena tidak menghasilkan energi. Selain itu, kekurangan serat tidak menimbufkan gejala spesifik, seperti halnya yang terjadi pada kekurangan zat-zat gizi tertentu.
Akhir-akhir ini, melalui penelitian epidemiologis telah dibuktikan peran fisiologis serat pangan terhadap usus. Kurangnya konsumsi serat dapat menyebabkan timbulnya penyakit ala masyarakat Barat, seperti aterosklorosis (penyumbatan pembuluh darah), koroner, diabetes melitus (kencing manis), hiperkolesterolemia (kelebihan kolesterol), hipertensi, hiperlipidemia (kelebihan lemak), dan kanker kolon (usus besar).
Serat pangan adalah senyawa berbentuk karbohidrat kompleks yang banyak tedapat pada dinding sel tanaman pangan. Serat pangan tidak dapat dicerna dan diserap oleh saluran pencernaan manusia, tetapi memiliki fungsi yang sangat panting bagi pemeliharaan kesehatan, pencegahan penyakit, dan sebgai komponen penting dalam terapi gizi.
Rata-rata konsumsi serat pangan penduduk Indonesia adalah 10,5 gram per hari. Angka ini menunjukkan bahwa penduduk Indonesia baru memenuhi kebutuhan serat sekitar sepertiga dan kebutuhan ideal sebesar 30 gr setiap hari. (Michael, 1994)

Nata merupakan produk fermentasi dari bakteri Acetobacter xylinum yang berupa lembaran selulosa dari pengubahan gula yang terdapat pada substrat (umumnya air kelapa tetapi dapat pula dari bahan lain) menjadi pelikel selulosa. Nata ini kandungan utamanya adalah air dan serat sehingga baik untuk diet dan sering digunakan dalam pembuatan dessert atau sebagai tambahan substansi pada koktail, es krim dan sebagainya. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan nata di antaranya adalah bakteri, gula dan nitrogen, selain itu harus pula diperhatikan suhu dan pH serta jangan tergoyanng agar pembentukan pelikel berlangsung baik.
Pembuatan nata dari ampas singkong ini memerlukan serangkaian proses. Proses pertama adalah pemarutan singkong, singkong yang telah dikupas dan dicuci bersih kemudian diparut. Hasil parutan singkong ini kemudian dilarutkan ke dalam air untuk mendapatkan pati singkong. Dari hasil perasan singkong kemudian didapatkan pati singkong. Ampas singkong kemudian diambil dan difermentasi. Hasil fermentasi ampas singkong atau tapioca ini kemudian ditutup untuk meminimalkan kontak dengan udara dan didiamkan selama sepuluh hari. Produk nata ini siap untuk dikonsumsi.
Setiap satu kilogram ampas singkong, setelah diproduksi menjadi lima kilogram lembaran nata. Selain bernilai ekonomis, produk nata dari singkong baik untuk kesehatan. Produk nata yang dihasilkan berserat tinggi, sehingga dapat membantu melancarkan pencernaan. Namun, pembuatan nata ini membutuhkan waktu yang lebih lama untuk hidrolisis karbohidrat menjadi gula melalui proses fermentasi. Produk nata dari singkong ini mengandung gula 5-7 % sehingga tidak diperlukan penambahan gula kembali. Selama ini pembuatan nata de coco masih membutuhkan penambahan gula, sehingga untuk skala produksi nata dari ampas singkong ini lebih ekonomis dan efisien. Selain itu nata yang dihasilkan lebih kenyal, tebal dan lebih putih.
Upaya pengolahan ampas singkong menjadi suatu makanan bernilai gizi ini dapat membantu mengurangi pencemaran lingkungan oleh limbah atau proses samping dari singkong yang selama ini hanya dimanfaatkan oleh petani sebagai pakan ternak atau dibuang begitu saja ke sungai atau parit. Selain itu upaya pengelolaan ampas singkong ini dapat menghasilkan produk makanan yang benilai gizi bagi masyarakat. (Rahman,, 2009)
Bahan makanan yang berupa karbohidrat, lemak, dan protein yang dioksidasi akan menghasilkan energi. Energi dari karbohidrat, lemak, dan protein semuanya digunakan untuk membentuk sejumlah besar Adenosine TriPosphate (ATP), dan selanjutnya ATP tersebut digunakan sebagai sumber energi bagi banyak fungsi sel. Bila ATP di urai secara kimia sehingga menjadi Adenosine DiPosphate (ADP) akan menghasilkan energi sebesar 8 kkal/mol, dan cukup untuk berlangsungnya hampir semau langkah reaksi kimia dalam tubuh. Beberapa reaksi kimia yang memerlukan energi ATP hanya menggunakan beberapa ratus kalori dari 8 kkal yang tersedia, sehingga sisa energi ini hilang dalam bentuk panas. Beberapa fungsi utama ATP sebagai sumber energi adalah untuk mensintesis komponen sel yang penting, kontraksi otot, dan transport aktif untuk melintasi membran sel ( Schumm, 1993 ).
Bila dilihat secara persentase, energi yang menjadi panas sebesar 60% selama pembentukan ATP, kemudian lebih banyak lagi energi yang menjadi panas sewaktu dipindahkan dari ATP ke sistem fungsional sel. Sehingga hanya 25% dari seluruh energi dari makanan yang digunakan oleh sistem fungsional sel ( vanders, 1994 ).


KESIMPULAN

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa singkong merupakan bahan pangan alternatif yang memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi. Pemanfaatan singkong dapat dimaksimalkan dengan memanfaatkan ampas-ampas pembuatan tepung tapioka dari singkong menjadi nata. Nata yang berbahan baku singkong lebih ekonomis dibandingkan nata de coco, karena terdapat kandungan gula yang membuat nata ini terasa manis tanpa tambahan gual lagi, berbeda dengan nata de coco yang memerlukan gula dalam proses pembuatannya. Singkong dapat dijadikan sebagai salah satu sumber bahan organik untuk pembentukan energi, sehingga metabolisme tubuh dapat berjalan dengan lebih baik. Penelitian BPOM menyatakan kandungan singkong meliputi karbohidrat, protein, mineral dan sedikit lemak.





DAFTAR REFERENSI


(Tidak dipublikasikan, hanya ditampilkan dalam draft asli dokumen pribadi penulis)

BELUT (Monopterus albus)

TUGAS BIOKIMIA
BELUT (Monopterus albus)
By: Irfan Pasaribu 

Belut (ordo Anguilliformes) merupakan jenis hewan air tawar dengan bentuk tubuh bulat memanjang yang hanya memiliki sirip punggung dan tubuhnya licin. Belut suka memakan anak-anak ikan yang masih kecil. Biasanya hidup di sawah-sawah, di rawa-rawa/lumpur dan di kali-kali kecil. Di Indonesia sejak tahun 1979, belut mulai dikenal dan digemari, hingga saat ini belut banyak dibudidayakan dan menjadi salah satu komoditas ekspor.
Ordo Anguilliformes terdiri atas 4 subordo, 19 famili, 110 genera, dan 400 spesies. Mayoritas belut adalah predator.
Deskripsi
Tergantung spesiesnya, panjang seekor belut berkisar antara 10 cm hingga 3 m, dan memiliki berat hingga 65 kg.
Siklus hidup
Siklus hidup belut masih merupakan sebuah misteri untuk waktu yang lama, sebab larva belut terlihat sangat berbeda dari belut dewasa, dan dianggap sebagai spesies yang berbeda.
Kalau anda sempetkan diri melancong ke Ancol, singgahlah barang sejenak di Sea World, akuarium raksasa yang memamerkan berbagai jenis ikan laut dan air tawar. Di sana anda akan temukan satu jenis belut yang berlistrik dari sungai Amazon(?) yang panjang dan besar banget. Kabarnya sengatan listrik yang ditimbulkannya bisa merubuhkan seekor kuda liar dewasa yang sedang kehausan minum di sungai.
Di Sulawesi, kalau tidak salah, di danau-danaunya, banyak terdapat  jenis belut yang disebut sebagai ikan moa, dengan ukuran besar dan merupakan makanan favorit juga.
Di perairan Hawaii, konon ada sejenis belut bernama 'moray eel' yg cukup ganas dan agresif menyerang dan menggigit orang yang berenang dan mengganggu habitatnya. Gigitannya cukup berbahaya, karena giginya yang kecil-kecil itu setajam pisau gillete (silat, eh, silet ding!).
Tapi, jenis pendek kecil yang kita kenal,banyak dijual di pasar ato supermarket itu, yang biasa dimasak 'lindung cah fumak' (saya ndak tahu kenapa semua resto menyebutnya 'fumak', walau sebenernya sayur yang dicampurkan untuk masakan ini adalah 'kumak'), tetap saja berbahaya walau mungkin ukurannya hanya sekitar 100 mm. Kemarin malam saya baca di running text di Metro TV(?) kabarnya ada seorang anak di Taiwan yang kudu dioperasi lehernya,lantaran seekor belut hidup meloncat masuk ke mulut si anak dan tersangkut di lehernya! Makanya, sebaiknyalah anda berhati-hati kalau mengajak anak-anak ke supermarket dan melihat-lihat belut-belut hidup dalam wadah.
Pembudidayaan belut Jepang (unagi) segera diujicoba di Kabupaten Bogor, sebagai peluang baru bisnis perairan tawar di Jabar. Pengusahaannya dilakukan  dengan melirik potensi pemasaran dari berkembangnya berbagai menu baru  di Indonesia, apalagi banyak rumah makan menyajikan masakan ala Jepang. Staf Ahli Bidang Kehutanan Kedutaan Besar Republik Indonesia di Tokyo, Jepang, Andri Sumaryadi, kepada "PRLM", lewat sambungan telefon mengatakan,  pembudidayaan belut Jepang memerlukan waktu pertumbuhan 6-12 bulan.
 Iklim di Indonesia diperhitungkan akan cukup mendukung pembudidayan belut Jepang, di mana pasarnnya mengincar konsumen orang Jepang yang rindu kampung halaman serta konsumen Indonesia penggemar masakan Jepang. Disebutkan, ujicoba pembudidayaan belut Jepang ini akan dilakukan oleh Menteri Kehutanan, MS Ka'ban. Jika berhasil, akan dikembangkan pada  berbagai daerah di Jabar yang potensial untuk pengembangan bisnis belut.
Walaupun memiliki tampilan yang terkadang menjijikan, unagi atau belut merupakan makanan unggulan yang kaya zat gizi. Unagi kaya hormon kalsitonin yang berfungsi memelihara kekuatan tulang.
Unagi adalah kata dalam bahasa Jepang untuk sebutan belut air tawar. Konon, unagi kerap meninggalkan air pada malam hari dan merangkak di atas tanah. Makanan belut khas Jepang ini sebagian besar terdiri atas udang, serangga, dan ikan kecil. Selain rasa yang lezat, unagi juga layak disantap karena khasiatnya untuk kesehatan. Ia memiliki delapan nutrisi yang sangat bermanfaat bagi tubuh, yakni vitamin A yang baik untuk kesehatan mata, vitamin B1 untuk menambah stamina, vitamin B2 untuk pengurangan lemak pada tubuh, kalsium untuk kekuatan tulang, dan zat besi untuk penambah darah.
Unagi juga mengandung kolagen untuk kecantikan wajah, DHA (Docahexaenoic Acid) untuk meningkatkan daya pikir, dan EPA (Eicosapentaenoic Acid) untuk menurunkan kadar kolesterol. Belut ini juga mengandung protein serta gizi yang baik untuk anak-anak dan orang dewasa. Belut disukai hampir seluruh lapisan masyarakat di dunia. Belut merupakan sumber protein hewani yang mengandung nilai gizi tinggi dengan komposisi lengkap. Negara pengomsumsi belut terbesar adalah Hong Kong, Jepang, Taiwan, dan Korea.
Di negara pengimpor, belut merupakan masakan papan atas yang biasanya hanya dapat ditemui di hotel-hotel berbintang dan restoran mewah. Harganya pun mahal. Bagi saya Belut itu sangat menggelikan apalagi disaat kita memegangnya sangat licin. namun, meskipun memiliki tampilan yang terkadang menjijikkan, unagi(bahasa jepang) atau kata lain dari belut merupakan makanan unggulan yang kaya zat gizi. Unagi kaya hormon kalsitonin yang berfungsi memelihara kekuatan tulang.
Licin bagaikan belut merupakan pepatah lama yang ditujukan kepada orang yang sangat licik, tetapi selalu terbebas dari segala tuntutan. Ungkapan itu merupakan sebuah pengakuan bahwa belut itu sangat licin dan sulit ditangkap. Belut (Monopterus albus) merupakan ikan darat dari keluarga Synbranchidae dan tergolong ordo Synbranchiodae, yaitu ikan yang tidak mempunyai sirip atau anggota lain untuk bergerak.
Belut mempunyai ciri-ciri badan bulat panjang seperti ular tetapi tidak bersisik, dan kulitnya licin mengeluarkan lendir. Matanya kecil hampir tertutup oleh kulit. Giginya juga kecil runcing berbentuk kerucut dan bibir berupa lipatan kulit yang lebar di sekeliling mulutnya. Belut mempunyai sirip punggung, sirip dubur, dan sirip ekor yang sangat kecil, sehingga hampir tidak terlihat oleh mata.
Jenis ikan darat ini merupakan komoditas perikanan darat yang bergerak dengan jalan melenggak-lenggokkan tubuhnya ke kiri dan ke kanan. Habitatnya di tempat berlumpur, genangan air tawar, atau aliran air yang kurang deras. Bentuknya yang seperti ular membuat sebagian orang enggan untuk melihatnya. Padahal, dagingnya sangat lezat dan dapat diolah menjadi berbagai makanan yang bergizi tinggi. Selain itu, belut juga memiliki berbagai khasiat untuk kesehatan.
Di Indonesia terdapat tiga jenis ikan belut, yaitu belut sawah (Monopterus albus Zuieuw), belut rawa (Synbranchus bengalensis Mc. Clell), dan belut bermata sangat kecil (Macrotema caligans Cant). Belut sawah merupakan jenis yang paling dikenal di Indonesia, sedangkan belut rawa jumlahnya terbatas sehingga kurang begitu dikenal.
Ikan belut sawah mempunyai bentuk tubuh panjang dan bulat seperti ular, tetapi tidak bersisik dan matanya kecil. Panjang seekor belut berkisar antara 10 cm hingga 3 m, dengan berat yang sangat bervariasi, dari ratusan gram hingga ada yang mencapai 65 kg. Penangkapan belut sama seperti cara menangkap ikan lainnya, yaitu dengan peralatan antara lain bubu/posong, jaring/jala bermata lembut, serta pancing atau kail. Cara lain dengan mengeringkan air kolam, sehingga belut mudah diambil.
Distribusi geografis belut cukup luas mencakup Asia Tenggara, Cina, dan Indonesia (Pulau Jawa, Madura, Bali, dan Sumatera). Di Indonesia, selain untuk pemenuhan pasar lokal, belut juga merupakan salah satu komoditas ekspor. Untuk memenuhi permintaan pasar yang terus meningkat jumlahnya, saat ini budi daya belut sudah mulai banyak dilakukan oleh petani.
Dilihat dari komposisi gizinya, belut mempunyai nilai energi yang cukup tinggi, yaitu 303 kkal per 100 gram daging. Nilai energi belut jauh lebih tinggi dibandingkan telur (162 kkal/100 g tanpa kulit) dan daging sapi (207 kkal per 100 g). Hal itulah yang menyebabkan belut sangat baik untuk digunakan sebagai sumber energi.
Nilai protein pada belut (18,4 g/100 g daging) setara dengan protein daging sapi (18,8 g/100g), tetapi lebih tinggi dari protein telur (12,8 g/100 g). Seperti jenis ikan lainnya, nilai cerna protein pada belut juga sangat tinggi, sehingga sangat cocok untuk sumber protein bagi semua kelompok usia, dari bayi hingga usia lanjut.
 Protein belut juga kaya akan beberapa asam amino yang memiliki kualitas cukup baik, yaitu leusin, lisin, asam aspartat, dan asam glutamat. Leusin dan isoleusin merupakan asam amino esensial yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan anak-anak dan menjaga kesetimbangan nitrogen pada orang dewasa.
Leusin juga berguna untuk perombakan dan pembentukan protein otot. Asam glutamat sangat diperlukan untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan asam aspartat untuk membantu kerja neurotransmitter. Tingginya kadar asam glutamat pada belut menjadikan belut berasa enak dan gurih. Dalam proses pemasakannya tidak perlu ditambah penyedap rasa berupa monosodium glutamat (MSG).
Kandungan arginin (asam amino nonesensial) pada belut dapat memengaruhi produksi hormon pertumbuhan manusia yang populer dengan sebutan human growth hormone (HGH). HGH ini yang akan membantu meningkatkan kesehatan otot dan mengurangi penumpukan lemak di tubuh. Hasil uji laboratorium juga menunjukkan bahwa arginin berfungsi menghambat pertumbuhan sel-sel kanker payudara.
Belut kaya akan zat besi (20 mg/100 g), jauh lebih tinggi dibandingkan zat besi pada telur dan daging (2,8 mg/100g). Konsumsi 125 gram belut setiap hari telah memenuhi kebutuhan tubuh akan zat besi, yaitu 25 mg per hari. Zat besi sangat diperlukan tubuh untuk mencegah anemia gizi, yang ditandai oleh tubuh yang mudah lemah, letih, dan lesu.
Zat besi berguna untuk membentuk hemoglobin darah yang berfungsi membawa oksigen ke seluruh jaringan tubuh. Oksigen tersebut selanjutnya berfungsi untuk mengoksidasi karbohidrat, lemak, dan protein menjadi energi untuk aktivitas tubuh. Itulah yang menyebabkan gejala utama kekurangan zat besi adalah lemah, letih, dan tidak bertenaga. Zat besi juga berguna untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh, sehingga tidak mudah terserang berbagai penyakit infeksi.
Belut juga kaya akan fosfor. Nilainya dua kali lipat fosfor pada telur. Tanpa kehadiran fosfor, kalsium tidak dapat membentuk massa tulang. Karena itu, konsumsi fosfor harus berimbang dengan kalsium, agar tulang menjadi kokoh dan kuat, sehingga terbebas dari osteoporosis. Di dalam tubuh, fosfor yang berbentuk kristal kalsium fosfat umumnya (sekitar 80 persen) berada dalam tulang dan gigi.
Fungsi utama fosfor adalah sebagai pemberi energi dan kekuatan pada metabolisme lemak dan karbohidrat, sebagai penunjang kesehatan gigi dan gusi, untuk sintesis DNA serta penyerapan dan pemakaian kalsium. Kebutuhan fosfor bagi ibu hamil tentu lebih banyak dibandingkan saat-saat tidak mengandung, terutama untuk pembentukan tulang janinnya. Jika asupan fosfor kurang, janin akan mengambilnya dari sang ibu. Ini salah satu penyebab penyakit tulang keropos pada ibu. Kebutuhan fosfor akan terpenuhi apabila konsumsi protein juga diperhatikan.
Kandungan vitamin A yang mencapai 1.600 SI per 100 g membuat belut sangat baik untuk digunakan sebagai pemelihara sel epitel. Selain itu, vitamin A juga sangat diperlukan tubuh untuk pertumbuhan, penglihatan, dan proses reproduksi. Belut juga kaya akan vitamin B. Vitamin B umumnya berperan sebagai kofaktor dari suatu enzim, sehingga enzim dapat berfungsi normal dalam proses metabolisme tubuh. Vitamin B juga sangat penting bagi otak untuk berfungsi normal, membantu membentuk protein, hormon, dan sel darah merah.
Banyak lagi yang terdapat pada belut seperti garam mineral dan vitamin sebagaimana dibawah;

1. Zat besi (20 mg/100 g), jauh lebih tinggi dibandingkan zat besi pada telur dan daging (2,8 mg/ 100g).
2. Vitamin A yang mencapai 1.600 SI per 100 g vitamin A juga sangat diperlukan tubuh untuk pertumbuhan, penglihatan, dan reproduksi.
3. Fosfor; fungsi utama fosfor adlah sebagai pemberi tenaga dan kekuatan pada metabolisme lemak dan karbohidrat
4. Vitamin B; ia sangat penting bagi otak untuk berfungsi normal, membantu membentuk protein, hormon, dan sel darah merah.
5. Vitamin D yang cukup tinggi, 10 kali ganda daging dan 50 kali gand vitamin D yang terdapat pada susu. Vitamin D sangat berguna bagi tubuh untuk membantu penyerapan kalsium.
            Meskipun mempunyai nilai gizi yang tinggi, kandungan lemak pada belut cukup tinggi, yaitu mencapai 27 g per 100 g. Lebih tinggi dibandingkan lemak pada telur (11,5 g/100 g) dan daging sapi (14,0 g/100 g).
Di antara kelompok ikan, belut digolongkan sebagai ikan berkadar lemak tinggi. Kandungan lemak pada belut hampir setara dengan lemak pada daging babi (28 g/100 g). Menurut publikasi yang dikeluarkan oleh Singapore General Hospital, belut termasuk makanan berkolesterol tinggi dan wajib untuk diwaspadai.
Walaupun kadar lemaknya tinggi, belut tidak perlu dihindari dalam pola makan kita. Bagaimanapun, lemak memegang peran penting sebagai sumber kelezatan, sumber energi, penyedia asam lemak esensial, dan tentu saja sebagai pembawa vitamin larut lemak (A, D, E dan K).
Pada lemak ikan terdapat vitamin D yang cukup tinggi, yaitu 10 kali lipat dibandingkan bagian dagingnya dan 50 kali lipat vitamin D yang terdapat pada susu. Vitamin D sangat berguna bagi tubuh untuk membantu penyerapan kalsium dan menghalanginya dari proses resorpsi (pelepasan kalsium dari tulang).
Upaya untuk mengurangi kadar lemak pada belut adalah dengan cara dipanggang di atas bara api. Proses pemanggangan akan menyebabkan lemak mencair dan keluar dari daging belut, menetes ke bara api. Sebaiknya belut tidak diolah dengan cara digoreng, agar kadar lemaknya tidak bertambah banyak.
Seperti pada jenis ikan lain, belut juga mengandung asam lemak omega 3. Kadar omega 3 pada lemak ikan, termasuk belut, sangat bervariasi tetapi berkisar antara 4,48 persen sampai dengan 11,80 persen. Kandungan omega 3 pada ikan, tergantung kepada jenis, umur, ketersediaan makanan, dan daerah penangkapan.
Dari hasil penelitian, diketahui bahwa bagian tubuh ikan memiliki lemak dengan komposisi omega 3 yang berbeda-beda. Kadar omega 3 pada bagian kepala sekitar 12 persen, dada 28 persen, daging permukaan 31,2 persen, dan isi rongga perut 42,1 persen (berdasarkan berat kering).
Belut (Monopterus albus) adalah salah satu sumber energi dan protein yang sangat potensial. Saat ini belut bukan hanya dikonsumsi oleh orang-orang pedesaan di Indonesia. Rasanya yang lezat dan tingginya kandungan protein yang terdapat di dalam dagingnya ternyata telah menghipnotis dan bikin kecanduan penduduk dinegara-negara Jepang, Hongkong, Cina, Malaysia, Taiwan, Korea Selatan dan Singapura.
Negara tersebut merupakan negara pengkonsumsi belut paling besar di Asia. Di negara-negara seperti Italia, Perancis, Spanyol, Belanda, Denmark, Inggris, Australia, dan Selandia Baru sudah menjadikan belut sebagai menu tambahan dalam setiap hidangan.
Bahkan bangsa Jepang melirik belut untuk mendapatkan sedikit kenyamanan ketika musim panas melanda. Memakan belut sayur atau rebus selama musim panas, terutama ketika masa "Doyo Ushi no Hi." Sejak lama belut dipandang sebagai cara efektif untuk melawan hawa panas, dihidangkan di atas mangkuk nasi dan disiram kuah saus.
Karena belut mengandung protein kadar tinggi, maka menyantapnya ketika musim panas salah satu cara untuk meningkatkan energi yang terkuras. Ketika musim panas melanda negeri itu, nafsu makan hilang gara-gara udara panas. Dalam setahun bangsa matahari terbit, menetapkan satu hari sebagai Hari Belut. Saat itulah para koki terampil dari restoran-restoran khusus bangun pagi-pagi sekali untuk merebus belut. Bahkan ada yang memasak belut sampai 1000 ekor.
Bagi masyarakat Eropa, belut merupakan masakan papan atas yang hanya bisa ditemui di hotel berbintang dan restoran mewah. Tentunya, hidangan ini tidaklah murah harganya. Berdasarkan hal itu, tak ayal jika bisnis belut makin hari makin meningkat. Untung gua gak tinggal di Eropa, sehingga dengan beberapa ribu rupiah saja sudah bisa menikmati maknyus-nya masakan belut..
Menilik kandungan energi dan gizi yang ada pada belut juga cukup tinggi. Belut mempunyai nilai energi 303 kkal per 100 gram daging. Dibandingkan telur dan daging sapi, nilai energi belut jauh lebih tinggi. Bandingkan, nilai energi telur (162 kkal/ 100 g tanpa kulit) dan daging sapi (207 kkal per 100 g). Oleh karena itu belut sangat baik untuk digunakan sebagai sumber energi.
Nilai protein pada belut lebih tinggi dibandingkan telur. Nilai protein ini hampir setara dengan daging. Nilai protein belut adalah (18,4 g/ 100 g,) nilai protein daging (18,8 g/ 100g,) sedangkan nilai protein telur (12,8 g/100 g). Seperti jenis ikan lainnya, nilai cerna protein pada belut juga sangat tinggi, sehingga sangat cocok untuk sumber protein bagi semua kelompok usia, dari bayi hingga manula.
Bila dilihat dari kandungannya, belut sangat banyak memiliki manfaat bagi metabolisme tubuh, dimana kandungan proteinnya sangat bermanfaat untuk menjaga kestabilan kondisi tubuh kita. Tapi mesti diperhatikan dalam hal konsumsinya, karena kandungan lemak pada hewan ini cukup tinggi sehingga dapat meningkatkan kolesterol dalam darah. Lemak dapat berfungsi sebagai cadangan energi, tetapi bila kelebihan dapat menjadi sumber penyakit.
Cara pengolahan dperhatikan untuk menjaga kondisi belut itu sendiri. Dimana hal ini bertujuan agar kandungan yang bermanfaat bagi tubuh tidak hilang pada saat belut diolah. Semestinya yang perlu dikurangi adalah kandungan lemak dari belut tersebut.cari cara terbaik agar lemak dapat berkurang sehingga dapat dikonsumsi dengan aman.
Dalam hal budidayanya, belut akan cepat besar jika medianya cocok. Media yang digunakan terdiri dari lumpur kering, kompos, jerami padi, pupuk TSP, dan mikroorganisme stater. Peletakkannya diatur: bagian dasar kolam dilapisi jerami setebal 50 cm. Di atas jerami disiramkan 1 liter mikroorganisma stater. Berikutnya kompos setinggi 5 cm. Media teratas adalah lumpur kering setinggi 25 cm yang sudah dicampur pupuk TSP sebanyak 5 kg. Karena belut tetap memerlukan air sebagai habitat hidupnya, kolam diberi air sampai ketinggian 15 cm dari media teratas. Jangan lupa tanami eceng gondok sebagai tempat bersembunyi belut. Eceng gondok harus menutupi besar kolam.
Bibit belut tidak serta-merta dimasukkan. Media dalam kolam perlu didiamkan selama 2 minggu agar terjadi fermentasi. Media yang sudah terfermentasi akan menyediakan sumber pakan alami seperti jentik nyamuk, zooplankton, cacing, dan jasad-jasad renik. Setelah itu baru bibit dimasukkan. sifat kanibalisme yang dimiliki Monopterus albus itu tidak terjadi selama pembesaran. Asal, pakan tersedia dalam jumlah cukup. Saat masih anakan belut tidak akan saling mengganggu. Sifat kanibal muncul saat belut berumur 10 bulan. Oleh Sebab itu, tidak perlu khawatir memasukkan bibit dalam jumlah besar hingga ribuan ekor.
Pakan yang diberikan harus segar dan hidup, seperti ikan cetol, ikan impun, bibit ikan mas, cacing tanah, belatung, dan bekicot. Pakan diberikan minimal sehari sekali di atas pukul 17.00. Untuk menambah nafsu makan dapat diberi temulawak Curcuma xanthorhiza. Sekitar 200 g temulawak ditumbuk lalu direbus dengan 1 liter air. Setelah dingin, air rebusan dituang ke kolam pembesaran. Pilih tempat yang biasanya belut bersembunyi. Pelet ikan dapat diberikan sebagai pakan selingan untuk memacu pertumbuhan. Pemberiannya ditaburkan ke seluruh area kolam. Tak sampai beberapa menit biasanya anakan belut segera menyantapnya. Pelet diberikan maksimal 3 kali seminggu. Dosisnya 5% dari bobot bibit yang ditebar. Jika bibit yang ditebar 40 kg, pelet yang diberikan sekitar 2 kg.
Selain pakan, yang perlu diperhatikan kualitas air. Bibit belut menyukai pH 5-7. Selama pembesaran, perubahan air menjadi basa sering terjadi di kolam. Air basa akan tampak merah kecokelatan. Penyebabnya antara lain tingginya kadar amonia seiring bertumpuknya sisa-sisa pakan dan dekomposisi hasil metabolisme. Belut yang hidup dalam kondisi itu akan cepat mati, ujar Son Son. Untuk mengatasinya, pH air perlu rutin diukur. Jika terjadi perubahan, segera beri penetralisir.
Oleh sebab iitu sebagai peternak belut harus memahami dengan benar faktor-faktor yang dapat mempengaruhi produksi belut. Terutama mengenai lingkungan dan media. Sehingga dapat dihasilkan belut berkualitas baik dengan biaya yang ekonomis. Perlu diperhatikan pkanbelut demi menjaga kandungan penting pada belut.

ALELOPATI

PERCOBAAN 8
ALELOPATI

I. PENDAHULUAN
          1.1. Latar Belakang
            Tumbuhan dalam bersaing mempunyai senjata bermacam-macam, misalnya berduri, berbau yang kurang bisa diterima sekelilingnya, tumbuh cepat berakar dan berkanopi luas dan bertubuh tinggi besar, maupun adanya sekresi zat kimiawi yang dapat merugikan pertumbuhan tetangganya. Dalam uraian ini akan disinggung tentang sekresi kimiawi yang disebut alelopat dan yang mengakibatkan peristiwa alelopati.
            Peristiwa alelpoati adalah peristiwa dari adanya pengaruh jelek dari zat kimia (alelopat) yang dikeluarkan tumbuhan tertentu yang dapat merugikan pertumbuhan tumbuhan lain jenis yang tumbuh di sekitarnya (Jody Soemandinir, 1988).

          1.2. Tujuan Praktikum
            Mempelajari pengaruh alelopati/jenis tumbuhan terhadap pertumbuhan tanaman palawija.

II. TINJAUAN PUSTAKA
            Semua jenis tanaman yang hidup mempunyai kebutuhan yang hampir sama, mereka memerlukan sinar matahari, air, unsur hara untuk pertumbuhannya dan juga memerlukan ruangan sebagai tempat hidupnya. Dengan adanya kesamaan keperluan tersebut, dalam keadaan tertentu terjadi suatu persaingan untuk mendapatkan nutrisi, air, cahaya dan ruangan.
            Dalam rangka persaingan hidup, kadang-kadang suatu jenis tumbuhan mengeluarkan senyawa kimia. Senyawa kimia tersebut dapat menghambat pertumbuhan jenis lain yang tumbuh bersaing dengan tumbuhabn tersebut. Peristiwa semacam ini disebut alelopati. Peristiwa alelopati sebenarnya merupakan suatu tipe persaingan, dimana persaingannya dapat bersifat interspesifik maupun intraspesifik.
            Pada kenyataannya peristiwa alelopati di alam sulit untuk diterangkan karena proses yang terjadi sangat kompleks. Sebagai contoh adalah Helianthus annus, tanaman ini memiliki senyawa kimia berupa asam Klorogenate dan Scopolitin yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman lain yang berada di sekitarnya. Kemudian Wilson dan Rice (1968) mengadakan suatu penelitian untuk menguji kesuburan tanah bekas ditanami Helianthus annus tersebut.
            Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada contoh tanah yang diambil setelah periode tanam ternyata ketersediaan fosfat, kalium, nitrat, dan amonium nitrogen berkurang (Tim Ekologi Umum, 2006).
            Alelopati adalah produksi substansi (zat) oleh suatu tanaman yang merugikan tanaman lain atau bagi mikroba. Banyak peneliti menemukan substansi penghambat dalam tanaman. Dari seluruh batangnya tanaman mengeluarkan zat kimia yang sangat menakjubkan, gula dan senyawa bau dari bunga terpenoid dan leachate yang mudah larut dari daun dan sangat banyak berasal dari akar. Pengaruh alelopati merupakan suatu fenomena normal, tetapi pengaruhnya umumnya kecil (A.H. Fitter dan R.K.M. Hay, 1991).
            Peristiwa alelopati ialah peristiwa adanya pengaruh jelek dari zat kimia (alelopat) yang dikeluarkan tumbuhan tertentu yang dapat merugikan pertumbuhan lain jenis yang tumbuh di sekitarnya. Tumbuhan jenis lain yang tumbuh sebagai tetangga menjadi kalah. Kekalahan tersebut karena menyerap zat kimiawi yang beracun yang berupa produk sekunder dari tanaman pertama. Zat kimiawi yang bersifat beracun itu dapat berupa gas atau zat cair yang dapat keluar dari akar, batang maupun daun. Hambatan pertumbuhan akibat adanya alelopat dalam peristiwa alelopati, misalnya hambatan pada pembelahan sel, pengambilan mineral, respirasi, penutupan stomata, sintesis protein, dan lain-lain. Zat-zat tersebut keluar dari bagian atas tanah berupa gas, atau eksudat yang turun kembali ke tanah dan eksudat dari akar. Jenis zat yang dikeluarkan pada umumnya  berasal dari golongan fenolat,terpenoid, dan alkaloid.
            Substansi yang aktif bertindak dalam peristiwa alelopati diistilahkan pula dengan fisotoksis dari pelapukan sisa tanaman. Bahan kimia yang dihasilkan tanaman dan merugikan tanaman lain adalah secara potensial bersifat ototoksis. Ototoksis sebagai penghambat tumbuhan tersebut penghasil substansi alelokemik tersebut menunjukkan adanya pengaruh intraspesifik.
            Telah banyak referensi yang mencatat tentang spesies yang dapat mengeluarkan alelopat. Spesies-spesies tersebut dalam lingkungannya akan dapat menekan pertumbuhan spesies lain yang lemah akan zat tersebut.
            Urutan spesies gulma menurut Duke, (1985) yang ekstraknya dapat menimbulkan peristiwa alelopati sebagai berikut.
Spesies gulma                                     Tanaman yang berpengaruh
Agropyron repens                                           banyak
Allium venealle                                                gandum
Amaranthus spinosus                                      kopi
Arthemisia vulgaris                                         mentimun
Aveua vatua                                                    banyak
Brassica sp                                                      banyak
Chenopodium album                                       mentimum, jagung
Cynododon dactylon                                       kopi
Cyperus esculentus                                          jagung
Cyperus rotundus                                            kedelai
Euphorbia esula                                              buncis
Helianthus annus                                            banyak
Helianthus mollis                                            lobak
Imperata cylindrica                                         banyak
Poa spp                                                           tomat
Portulacca crispus                                          bayam
Saccharum spontancum                                  gandum
Juglans nigra                                                  banyak
Setaria faberi                                                   gandum
Stellaria media                                                barley
Encelia farinosa                                              banyak

            Beberapa spesies gulma yang tersususn tersebut memepunyai pengaruh secara alelopati terhadap tanaman yang susceptibel. Sebaliknya dengan sendirinya ada juga tanaman yang dapat mengeluarkan alelopat yang dapat menekan pertumbuhan gulma.
            Dalam peristiwa alelopati, hambatan yang terjadi berupa peristiwa biokimiawi pada proses metabolisme pertumbuhan dengan mekanisme maupun “Mode of action” nya yang tertentu pula.
            Alelopat kebanyakan berada pada jaringan tanaman, seperti daun, batang, akar, rizhoma, bunga buah maupun biji yang dikeluarkan dengan cara, seperti penguapan, eksudasi dari akar, pencucian dan pelapukan residu tanaman. Penghambatan oleh substansi yang diuapkan nampaknya terjadi pada daerah yang agak kering dengan curah hujan yang cukup sedikit sehingga memberi kesempatan berperan kepadanya. Akar dari tumbuhan tertentu dapat mengeluarkan eksudat. Namun eksudat dari akar ini kurang potensial dibanding dari daun. Batang juga mengeluarkan alelopat meskipun tidak sebanyak daun. Nampaknya daun merupakan tempat terbesar bagi substansi beracun yang dapat mengganggu tumbuhan tetanganya. Substansi itu pada umumnya tercuci oleh air hujan atau embun yang terbawa ke bawah. Jenis substansi beracun itu, meliputi gugusan asam organik, gula, asam amino, pektat, asam giberelat, terpenoid, alkaloid, dan fenolat. Buah juga sebagai penghasil substansi beracun penghambat pertumbuhan. Buah yang terlampau masak dan jatuh ke tanah kemudian terjadi pembusukan akan dapat mengeluarkan substansi beracun dan dapat menghambat pertumbuhan di sekitar tempat itu. Dalam bunga juga dikenal sejumlah substansi yang dapat menghambat pertumbuhan dan penurunan hasil tanaman. Dalam biji pun dikenal sejumlah substansi penghambat pada perkecambahan biji dan mikroorganisme
            Sebagai alelopat, substansi kimia itu terkandung dalam tubuh tumbuhan, baik tanaman maupun gulma. Duke menggolong-golonglan substansi tersebut seperti gas-gas beracun, asam organik dan aldehida asam aromatik, lakton tak jenuh yang sederhana, kumarin, kinon, flavonoida, tanin, alkaloida, terpenoida dan steroida serta lain-lain yang belum digolongkan. Hampir semua substansi beracun itu adalah hasil sekunder tumbuhan dan hanya sebagian yang berasal dari pelapukan yang terjadi karena adanya enzim mikroba.
            Adanya produk dari substansi itu juga dipengaruhi dan tergantung pada beberapa faktor, misalnyaa pada faktor lingkungan. Cahaya ultraviolet sangat meningkatkan produksi alelopat. Demikian pula halnya hari panjang meningkatkan kadar asam fenolat dan terpen pada beberapa tanaman. Intensitas, mutu dan lama cahaya dapat dapat mempengaruhui pembentuk substansi itu. Demikian pula jika terjadi defisiensi nutrisi mineral dan kekurangan air maka asam klorogenik dari sebagian besar tumbuhan ditingkatkan dan beberapa saja menurun (pada defisiensi Mg dan K). Demikian pula halnya dengan panas dan dingin dapat mempengaruhi pembentukan alelopat.
            Ada beberapa tempat bereaksinya alelopat dalam tubuh tumbuhan atau tepatnya reaksi dari proses dalam tubuh tumbuhan atau karena massuknya substansi alelopat padanya. Tempat-tempat tersebut dalam tubuh tumbuhan menjadi tempat persinggahan zat kimiawi yang masuk ke dalamnya dan di tempat itulah reaksi terhadap substansi kimiawi tersebut terjadi. Misalnya pengaruh alelopati pada pengambilan nutrisi, hambatan pada pembelahan sel dan pertumbuhan hambatan pada fotosintesis dan respirasi pengaruh pada sintesis protein dan aktivitas enzim, hambatan pada pembukaan stomata dan lain-lain (Jody Soemandinir, 1988).

III. BAHAN DAN METODE
          3.1. Waktu dan Tempat
Hari, tanggal   : Kamis, 21 Desember 2006 - Jumat, 5 Januari 2007
Waktu             : 2 minggu
Tempat            : Laboratorium Universitas Jambi

          3.2. Alat dan Bahan
a. Bagian akar alang-alang (Imperata cylindrica), dan daun akasia (Acacia mangium)
b. Biji jagung dan kacang hijau yang bagus
c. Tanah subur dan pupuk kandang
d. 21 polibag ukuran 1 kg atau pot
e. Gelas ukur, blender, pisau, gunting dan timbangan.
f. Air dan ember

          3.3. Prosedur Kerja
a.  Tanah yang subur dicampur dengan pupuk kandang hingga homogen.
b. Tanah tersebut kemudian dimasukkan ke dalam polibag ukuran 1 kg sebanyak 21 polibag dengan takaran yang sama.
c.  Biji jagung dan kacang hijau direndam dalam air selama sekitar 1 jam.
d. Biji yang telah direndam tadi ditanam ke dalam polibag atau pot dan dibiarkan sampai tumbuh, kemudian masing masing polibag hanya terdiri atas satu tanaman yang berumur 1 minggu.
e.  Disiapkan akar alang alang (Imperata cylindrica) yang sudah dibersihkan sebanyak 0,5 kg dan daun akasia (Acacia mangium) sebanyak 1 kg.
f.   Dibuat ekstrak alang-alang dan akasia dengan cara sebagai berikut:
Ø Bagian tumbuhan jenis tumbuhan tersebut dibersihkan sampai bersih, kemudian dipotong kecil-kecil dengan gunting.
Ø Potongan bagian tumbuhan tadi diblender hingga halus. Untuk akar alang-alang  ditambahkan air (akuades) sebanyak 3,5 liter. Untuk daun akasia ditambahkan air sebanyak 7 liter. (Perbandingan bagian tumbuhan dengan air yaitu 1:7).
Ø  Bagian tumbuhan yang telah diblender (ekstrak) ditempatkan dalam ember dan dibiarkan selama 24 jam (larutan ini sebagai larutan stok).
Ø Setelah 24 jam ekstrak tanaman ini disaring dengan menggunakan alat penyaring.
g. Larutan Stok diencerkan dengan air akuades menjadi larutan dengan konsentrasi 5 %, 10 %, 15 %, 20 % dan 25 % sehingga kita mempunyai larutan larutan alelopati yang dijadikan perlakuan sebagai berikut:
  1. Perlakuan kontrol tanpa larutan alelopati
  2. Perlakuan A, Larutan biang / stok
  3. Perlakuan B, larutan konsentrasi 5 % dati larutan biang
  4. Perlakuan C, larutan konsentrasi 10 % dari larutan biang
  5. Perlakuan D, larutan konsentrasi 15 % dari larutan biang
  6. Perlakuan E, larutan konsentrasi 20 % dari larutan biang
  7. Perlakuan F, larutan konsentrasi 25 % dari larutan biang
h.  Dilakukan penyiraman dengan air akuades secukupnya, terhadap tanaman di dalam polibag setiap dua hari sekali, kemudian tiap selang sehari dilakukan penyiraman dengan larutan alelopati sebagai perlakuan, masing-masing tanaman disiram sebanyak 50 cc (jadi hari ini disiram air, besok disiram ekstrak alelopati dan lusa disiram air, begitu seterusnya).
i. Selanjutnya dilakukan penggamatan terhadap tanaman: morfologi daun, pertulangan daun, pertumbuhan batang dan lain-lain, yang dilakukan setiap hari. Setelah 2 minggu percobaan dilakukan pengukuran dan pengamatan terhadap:
a.   Tinggi tanaman mulai dari atas permukaan tanah
b.   Bobot basah
c.   Kelainan-kelainan morfologi yang terjadi pada akar, batang dan daun (jika ada kelainan di gambar)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
          4.1. Hasil
Pengamatan dilakukan 2 minggu setelah percobaan (5 Januari 2007).
Perlakuan
No
Tinggi tanaman
Berat tanaman

Kontrol
1
10,1 cm
4,6 gr
2
9,0 cm
3,9 gr
3
12 cm
7 gr
Rata-rata
10,367 cm
5,167 gr

A (Alelopati 100%)
1
7,9 cm
1,3 gr
2
7,6 cm
3,7 gr
3
10,2 cm
3,3 gr
Rata-rata
8,567 cm
2,767 gr

B (Allelopati 5 %)
1
9,5 cm
3,3 gr
2
9,7 cm
3,9 gr
3
6 cm
2,3 gr
Rata-rata
8,4 cm
33,167gr

C (Alelopati 10%)
1
10,5 cm
3,8 gr
2
10,2 cm
5,5 gr
3
10 cm
5,2 gr
Rata-rata
10,23 cm
4,83 gr
D (Alelopati 15%)
1
9,2 cm
5,5 gr
2
11,5 cm
7,3 gr
3
8,5 cm
2,3 gr
Rata-rata
9,73 cm
5,03

E (Alelopati 20%)
1
10,7 cm
3,2 gr
2
10,5 cm
4,8 gr
3
9,4 cm
4,1 gr
Rata-rata
10,2 cm
4,03 gr

F (Alelopati 25%)
1
10,2 cm
2,5 gr
2
12,6 cm
5,9 gr
3
8,5 cm
3,4 gr
Rata-rata
10,43 cm
3,93 gr

No
Perlakuan
Keadaan morfologi tanaman jagung
1
Kontrol
Akar, batang dan daun segar. Batangnya tinggi-tinggi. Akarnya panjang-panjang.
2
A (Alelopati 100 %)
Daun agak layu, bahkan ada 1 tanaman yang layu sekali. Panjang akarnya paling pendek dari semua perlakuan.
3
B (Alelopat1 5%)
Akar, batang daun segar. Akar pendek.
4
C (Alelopat 10%)
Akar, batang, dan daun segar. Akar pendek
5
D (Alelopat 15%)
Akar, batang dan daun bagian atas segar. Daun pada bagian bawah berwarna agak kekuningan. Akar pendek.
6
E (Alelopat 20 %)
Akar, batang dan daun segar. Akar pendek.
7
F (Alelopat 25 %)
Akar, batang dan daun segar. Akar pendek.

          4.2. Pembahasan
            Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, praktikan mengamati pengaruh pemberian ekstrak akar tanaman alang-alang (Imperata cylindrica) terhadap pertumbuhan tanaman jagung (Zea mays). Menurut Jody Soemandinir (1988) Imperata cylindrica mengheluarkan alelopat yang berpengaruh pada lingkungannya seperti halnya penghasil alelopat lainnya. Hal ini terlihat dalam hasil percobaan. Pada tanaman yang diberi larutan ekstrak alang-alang 100 % menunjukkan ada kelainan morfologi yaitu daun tanaman menjadi layu  tatapi tetap berarna hijau. Pada tanaman yang diberi larutan ekstrak alang-alang 15% daun tanaman pada bagian bawah berwarna agak kekuningan tetapi pada bagian atasnya tidak.
            Semua tanaman yang diberi larutan eksrtak alang-alaag akarnya lebik pendek dibandingkan dengan perlakuan kontrol. Tinggi semua tanaman bervariasi.

V. KESIMPULAN
            Setelah melakukan percobaan yang berjudul alelopati dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Tanaman alang-alang mengeluarkan senyawa alelopat tertentu sehingga bila ekstrak tanaman tersebut diberikan kepada tanaman palawija seperti jagung, maka pertumbuhan tanaman jagung akan terhambat .
Ø Pengaruh yang tampak yaitu pemendekan akar tanaman jagung, perubahan morfologi pada daun yaitu menjadi layu.
Ø Semakin tinggi konsentrasi alelopat yang diberikan maka semakin banyak pengaruh yang diberikan.

DAFTAR PUSTAKA

(Tidak dipublikasikan, hanya ditampilkan dalam draft asli dokumen pribadi penulis)

Pengikut