Papan Buletin Blog Bhima

Bhima's Leaf

Jumat, 03 September 2010

BIOTEKNOLOGI

METODE ANALISIS DNA FINGER PRINTING
METODE RFLP (RESTRICTION FRAGMENT LENGTH POLYMORPHISM)
DNA (deoxyribonucleic acid) dalam bahasa Indonesia lebih dikenal dengan asam deoksiribonu­kleat. Itu merupakan jenis asam nukleat yang menyimpan semua informasi genetika manusia. DNA merupakan blueprint segala aktivitas sel yang nanti diturunkan ke generasi berikutnya. Jadi secara garis besar, peran DNA di dalam sebuah sel adalah sebagai materi genetik. DNA umumnya terletak di dalam inti sel.
Sehingga  DNA juga berperan dalam menentukan jenis rambut, warna kulit, dan sifat-sifat khusus manusia. Jadi, seorang anak pasti memiliki ciri tidak jauh berbeda dengan orang tuanya. Hal ini disebabkan karena komposisi DNA-nya sama dengan sang orang tua. Struktur DNA terdiri atas dua untai yang berpilin membentuk struktur double helix. Satu untai berasal dari ibu dan satu untai lagi dari ayah. Masing-masing untai terdiri atas rangka utama dan basa nitrogen yang menyatukan dengan untai DNA lain.
DNA merupakan polimer yang terdiri dari tiga komponen utama, yaitu gugus fosfat, gula deoksiribosa, dan basa nitrogen. Sebuah unit monomer DNA yang terdiri dari ketiga komponen tersebut dinamakan nukleotida, sehingga DNA tergolong sebagai polinukleotida. Rangka utama untai DNA terdiri dari gugus fosfat dan gula yang berselang-seling. Gula pada DNA adalah gula pentosa (berkarbon lima), yaitu 2-deoksiribosa. Dua gugus gula terhubung dengan fosfat melalui ikatan fosfodiester antara atom karbon ketiga pada cincin satu gula dan atom karbon kelima pada gula lainnya. Salah satu perbedaan utama DNA dan RNA adalah gula penyusunnya, gula RNA adalah ribosa. Empat basa yang ditemukan pada DNA adalah adenin (dilambangkan A), sitosin (C, dari cytosine), guanin (G), dan timin (T). Adenin berikatan hidrogen dengan timin, sedangkan guanin berikatan dengan sitosin.
DNA fingerprinting adalah teknik untuk mengidentifikasi seseorang berdasarkan pada profil DNAnya. Ada 2 aspek DNA yang digunakan dalam DNA fingerprinting, yaitu di dalam satu individu terdapat DNA yang seragam dan variasi genetik terdapat diantara individu. Prosedur DNA fingerprinting memiliki kesamaan dengan mencocokkan sidik jari seseorang dengan orang lain. Hanya saja perbedanya adalah proses ini dilakukan tidak menggunakan sidik jari, tetapi menggunakan DNA individu karena secara individu DNA seseorang itu unik. Digunakan DNA karena DNA memiliki materi hereditas yang berfungsi untuk menentukan suatu urutan keturunan dalam suatu keluarga secara turun-menurun dengan pola yang acak (karena berasal dari fusi inti ovum dan sperma) sehingga dapat digunakan untuk identifikasi pelaku kejahatan walaupun telah berganti wajah.
Metode DNA fingerprinting dapat diaplikasikan untuk keperluan sebagai berikut:
·         Menentukan paternity
·         Untuk keperluan forensik
·         Untuk identifikasi pelaku ataupun korban kejahatan
·         Untuk memprediksi apakah ada hereditary desease yang bisa diantisipasi untuk masa mendatang.
Pada umunya DNA yang digunakan untuk analisis adalah DNA mitokondria dan DNA inti sel. DNA yang paling akurat untuk tes adalah DNA inti sel karena inti sel tidak bisa berubah, sedangkan DNA mitokondria dapat berubah karena berasal dari garis keturunan ibu sehingga dapat berubah seiring dengan perkawinan. Dalam bidang forensik, penggunaan kedua tes DNA tergantung pada barang bukti apa yang ditemukan di TKP (Tempat Kejadian Perkara). Untuk kasus pemerkosaan diambil sampel dari spermanya tetapi yang lebih utama adalah kepala spermatozoanya, karena terdapat DNA inti sel didalamnya. Namun bila di TKP ditemukan satu helai rambut, sampel ini dapat diperiksa asal ada akarnya. Namun untuk DNA mitokondria tidak harus ada akar, cukup potongan rambut karena diketahui bahwa pada ujung rambut terdapat DNA mitokondria sedangkan akar rambut terdapat DNA inti sel.
Pada umunya bahan kimia yang digunakan untuk isolasi adalah Phenolchloroform dan Chilex. Phenolchloroform berfungsi untuk mengisolasi darah yang berbentuk cairan sedangkan Chilex digunakan untuk mengisolasi barang bukti berupa rambut. Lama  dari waktu proses tergantung pada kemudahan suatu sampel di isolasi. Tahap isolasi bisa selesai hanya dalam beberapa hari atau bahkan berbulan-bulan.
DNA fingerprinting bergantung pada sebagian kecil dari genom. Setiap DNA tersusun dari ekson yang merupakan daerah yang mengkode protein dan intron yang berupa daerah non-coding, biasanya disebut junk DNA. Dalam DNA kromosom terdapat sekuens berukuran 20-100 bp yang berulang. Potongan pengulangan ini dikenal sebagai VNTRs (Variable Number Tandem Repeats) yang dapat diisolasi dari DNA seseorang. Setiap individu memiliki VNTRs yang diturunkan oleh ayah dan ibu sehingga tidak ada individu yang memiliki VNTRs sama persis. Perbedaan VNTRs dari setiap individu terletak dalam pada berapa kali sequence ini diulang dalam daerah VNTRs. Perbedaan jumlah pengulangan ini akan menyebabkan setiap individu memiliki panjang VNTRs yang berbeda sehingga memungkin untuk mengetahui indentitas seseorang melalui profil DNAnya.
Ada 2 prinsip utama dalam menganalisa data VNTRs, yaitu:
Ø   Identity Matching.
Jika dua sample memiliki pola alel VNTRs yang sama, maka dapat disimpulkan kedua sample tersebut berasal dari individu yang sama.
Ø   Inheritance Matching.
Alel VNTR harus mengikuti pola keturunan. Seorang anak harus      memiliki sebuah alel yang cocok dengan salah satu dari masing-masing orang tuanya.
Berikut ini adalah macam-macam metode untuk melakukan DNA fingerprint, yaitu: 
1.      Analisa menggunakan PCR atau dot blot (slot blot)
DNA fingerprint dengan menggunakan PCR, kelebihannya yaitu kemampuan untuk membedakannya lebih akurat dan dapat digunakan untuk menganalisa sampel yang tersedia dalam jumlah kecil maupun yang telah terdegradasi oleh cahaya matahari. PCR mampu mengamplifikasi sejumlah daerah spesifik yang terdapat pada DNA menggunakan primer oligonukleotida dan DNA polimerase yang termostabil. Salah satu contoh DNA profilling menggunakan PCR adalah dengan HLA-DQ alpha reverse dot blot strips. Pada teknik ini digunakan strips yang mengandung titik (dot) dimana setiap dot mengandun DNA probe yang berbeda dari DNA manusia (HLA). Probe DNA berupa dot pada strip nitroselulosa ditempeli dengan enzim yang dapat merubah substrat yang tidak berwarna menjadi berwarna ketika probe berikatan dengan DNA. Jika DNA hasil PCR berikatan dengan probe yang komplemen pada strip, maka titik (dot) pada strip akan berwarna.
2.      Analisa STR (Short Tandem Repeats)
STR merupakan polimorfisme DNA yang terjadi karena adanya 2 atau lebih nukleotida yang berulang. Pola pengulangannya adalah terdiri dari 2-10 bp dan terjadi pada daerah intron dari DNA. Dengan menganalisa loci dari STR dan menghitung berapa banyak perulangan dari sekuens STR yang terjadi di setiap locus, maka dapat terbaca profil genetik yang unik dari setiap individu. Analisa dengan STR memerlukan teknik PCR dan elektroforesis gel agarosa. Dengan PCR daerah polimorfik dari DNA diamplifikasi dan kemudian fragmen STR dipisahkan dengan elektroforesis agarosa sehingga jumlah perulangan yang terjadi dapat dihitung dengan membandingkan perbedaan ukuran dengan alelic ladder. Analisa dengan STR ini tidak dapat dilakukan apabila 2 individu merupakan kembar monozigot.
3.      AmpFLP (Amplified Fragment Length Polymorphism)
DNA profilling dengan menggunakan teknik AmpFLP memiliki beberapa keunggulan, yaitu lebih cepat daripada analisa dengan RFLP dan biaya yang dibutuhkan lebih murah. Teknik ini berdasarkan pada polimorfisme VNTR untuk membedakan alel yang berbeda. Teknik ini menggunakan PCR untuk mengamplifikasi daerah VNTR dan kemudian hasil amplifikasi dipisahkan dengan gel poliakrilamid dan diwarnai dengan teknik silver stained. Salah satu locus yang sering digunakan dlam teknik ini adalah locus D1S80. Contoh hasil amplifikasi locus D1S80 :
4.      Analisa kromosom Y
DNA profilling dengan teknik analisa kromosom Y menggunakan primer spesifik yang akan mengamplifikasi daerah polimorfisme pada kromosom Y (Y-STR). Pada kasus pemerkosaan, teknik ini menghasilkan resolusi yang lebih baik karena biasanya DNA sampel yang didapat dalam keadaan tercampur dengan DNA korban (wanita). Kromosom Y diturunkan oleh ayah sehingga analisa kromosom Y juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi hubungan paternal seorang pria.
5.      Analisa DNA mitokondria.
DNA mitokondria terdapat dalam jumlah banyak dalam sel, tidak seperti DNA kromosom yang hanya terdapat 1 atau 2 dalam setiap sel. Hal ini memungkinkan apabila sampel yang ada telah rusak DNA kromosomnya, maka dengan DNA mitokondriapun DNA profilling tetap dapat dibuat. Dalam pembuatan DNA profilling dengan DNA mitokondria, bagian yang diamplifikasi adalah daerah HV1 dan HV2 dari DNA mitokondria dimana sekuens hasil amplifikasi yang didapat dapat dibandingkan dengan pola band referensi. DNA mitokondria ini diturunkan oleh ibu.
6.      Analisa RFLP (Restriction Fragment Length Polymorphism)
RFLP adalah ukuran fragmen DNA yang diperoleh oleh pemotongan sequence VNTRs sampai 30 urutan dengan enzim restriksi di situs spesifik. VNTRs bervariasi antara spesies tanaman, seperti melakukan nomor dan lokasi antara enzim restriksi dan situs pengenalan. Prinsip dasar dari analisa RFLP ini adalah enzim restriksi akan memotong DNA pada sekuens yang spesifik dimana hasil pemotongan tersebut kemudian dianalisa dengan elektoforesis gel agarosa. Sekuens RFLP ini berbeda pada setiap individu sehingga enzim restriksi akan memotong pada daerah yang berbeda untuk setiap individu. Ukuran fragmen yang dihasilkan bergantung pada alel yang dimiliki individu tersebut dan panjang sekuens VNTR sehingga analisa menggunakan RFLP ini dapat digunakan untuk analisa genetik. Pada sebuah gel agarose, RFLPs dapat terlihat menggunakan radiolabel yang komplemen dengan sequence DNA. Tidak memerlukan teknik PCR untuk amplifikasi DNA dalam metode ini.
Permasalahan yang umum  RFLP  pada metode DNA fingerprinting adalah sebagai berikut:
·         Hasil tidak secara spesifik menunjukkan kesempatan kecocokan antara
dua organisme
·         Proses yang melibatkan banyak uang dan tenaga kerja, banyak laboratorium yang tidak mampu.
Teknik yang digunakan dalam analisa DNA fingerprinting adalah dengan menggunakan teknik RFLP. Pembuatan DNA fingerprinting dengan taknik analisa RFLP meliputi dua tahap, yaitu :
1.      Pemotongan DNA dengan enzim restriksi
Tabung eppendorf yang berisi larutan DNA ditambahkan buffer restriksi dan BSA (Bovine Serum Albumin). Buffer restriksi (RE buffer) berfungsi untuk membuat dan mempertahankan suasana pH, ionic strength, dan kation yang sesuai (optimum) dengan kerja enzim restriksi sehingga enzim restriksi dapat bekerja secara optimal. Sedangkan BSA berperan sebagai stabilisator bagi enzim restriksi serta mencegah terjadinya adesi antara enzim dengan dinding tabung reaksi. BSA tidak akan berpengaruh pada enzim yang tidak membutuhkan stabilisator.
2.      Pemisahan hasil pemotongan dengan elektroforesis gel agarosa.
Setelah DNA dipotong dengan enzim restriksi, DNA dianalisis dengan gel elektroforesis. Gel elektroforesis merupakan salah satu metode yang digunakan untuk pemisahan, pendeteksian dan pemurnian molekul-molekul Biologi, seperti asam nukleat dan protein. Pemisahan dilakukan pada matriks yang berupa gel. Sampel DNA yang terpotong akan bergerak dalam gel agarosa yang telah dialiri listrik bertegangan ± 90mV. Kemudian DNA tersebut akan membentuk band-band yang dapat dilihat menggunakan alat berupa transiluminator UV. Kemudian akan nampak band-band, dari band tersebut dapat dibuat peta restriksi DNA plasmid dari ukuran fragmen-fragmen DNA yang dihasilkan pada pemotongan dengan enzim restriksi dan jarak antara sisi pengenalan enzim.
Enzim restriksi yang digunakan terdiri dari campuran EcoRI dan PstI. Enzim EcoRI berasal dari bakteri Eschericia coli, sedangkan enzim PstI berasal dari bakteri Providencia stuartii. Enzim EcoRI akan memotong pada sekuens GAATTC . Gambar sisi pemotongan enzim EcoRI adalah sebagai berikut :
                 Enzim EcoRI diisolasi pertama kali oleh Herbert Boyer pada tahun 1969 dari bakteri Escherichia coli. Enzim EcoRI memotong DNA pada bagian yang urutan basanya adalah GAATTC ( sekuens pengenal bagi EcoRI adalah GAATTC ). Didalam sekuens pengenal tersebut, Enzim EcoRI memotongnya tidak pada sembarang situs tetapi hanya memotong pada bagian atau situs antara G dan A. Potongan-potongan DNA untai ganda yang dihasilkan akan memliki ujung beruntai tunggal. Ujung seperti ini yang dikenal dengan istilah sticky end. Sedangkan enzim PstI akan memotong pada sekuens sebagai berikut :
5'    - CTGCAG -    3' 3'    - GACGTC -    5'
5'    - CTGCA|G -    3' 3'    - G|ACGTC -    5'
5'  -CTGCAG- 3' 3'  -GACGTC- 5'
Kerja dari enzim  restriksi dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut :
Komposisi Buffer
Enzim restriksi yang berbeda membutuhkan ionic strength (konsentrsi garam) dan kation yang berbeda pula. Beberapa enzim tidak dapat bekerja bila komposisi buffernya tidak sesuai. Penggunaan buffer yang berbeda akan menyebabkan kerja enzim dalam memotong menjadi tidak optimal.
Adanya DNA yang termetilasi
Sebagian besar enzim restriksi tidak dapat memotong DNA yang termetilasi karena enzim tersebut tidak mampu mengenali sisi pemotongannya, hal ini disebabkan oleh adanya modifikasi atau metilasi.
Suhu inkubasi
Suhu inkubasi suatu enzim bergantung pada asal enzim restriksi tersebut diambil. Suhu inkubasi enzim restriksi umumnya adalah 37oC. Namun apabila enzim restriksi tersebut diperoleh dari bakteri termofil, suhu inkubasinya adalah sekitar 50 – 65oC.
Dalam pemotongan DNA dengan enzim restriksi sering terjadi kesalahan positif yang disebut star activity. Star activity adalah suatu kondisi dimana enzim restriksi kehilangan spesifisitasnya dalam memotong suatu rantai DNA pada sekuens tertentu dimana sekuens yang dipotong menjadi berbeda dengan sekuens canonicalnya sehingga enzim akan memotong DNA pada tempat yang salah dan abnormal. Adanya star activity ditunjukkan oleh adanya smear  ataupun jumlah band yang terlalu berlebih pada visualisasi hasil elektroforesis. Star activity ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor sebagai berikut:
v  Inkubasi yang terlalu lama
Bila inkubasinya terlalu lama, maka enzim akan memotong sisi lain selain sisi spesifiknya, sehinga fragmen yang terbentuk menjadi kecil – kecil. Sehingga ketika divisualisasi menyebabkanband yang terlihat smear.
v  Konsentrasi enzim yang terlalu tinggi
Konsentrasi enzim yang terlalu tinggi akan menyebabkan enzim memotong secara berlebihan sehingga fragmen yang terbentuk menjadi sangat kecil dan ketika divisualisasi akan terlihat bertumpuk dan banyak.
v  Konsentrasi gliserol yang terlalu tinggi
Konsentrasi gliserol dalam buffer RE terlalu tinggi dapat menghambat kerja enzim karena larutan menjadi sangat viscous sehingga enzim sulit untuk bekerja.
v  Kekuatan ionik (ionic strength) pada buffer reaksi
Kekuatan ionik dari buffer dapat berubah ketika diinkubasi. Hal ini disebabkan oleh adanya sebagian dari air yang menguap sehingga kekuatan ionik dari buffer menjadi turun.
v  pH buffer reaksi yang suboptimal
v  Penggantian Mg2+ dengan ion divalen lain seperti Mn2+ atau Co2+.
v  Adanya pelarut organik seperti etanol, DMSO, dll yang dapat menghambat kerja dari enzim. (Kresna,2009).

 

RESTRICTION FRAGMENT LENGTH POLYMORPHISM (RFLP)

Analisis Restriction fragment length polymorphism (RFLP) adalah salah satu teknik pertama yang secara luas digunakan untuk mendeteksi variasi pada tingkat sekuen DNA.  Deteksi RFLP dilakukan berdasar pada adanya kemungkinan untuk membandingkan profil pita-pita yang dihasilkan setelah dilakukan pemotongan dengan enzim restriksi terhadap DNA target/dari individu yang berbeda. Berbagai mutasi yang terjadi pada suatu organisma  mempengaruhi molekul DNA dengan berbagai cara, menghasilkan fragmen-fragmen dengan panjang yang berbeda. Perbedaan panjang fragmen ini dapat dilihat setelah dilakukan elektroforesis pada gel, hibridisasi dan visualisasi.  Aplikasi teknik RFLP biasa digunakan untuk mendeteksi diversitas genetic, hubungan kekerabatan, sejarah domestikasi, asal dan evolusi suatu spesies, genetic drift dan seleksi, pemetaan keseluruhan genom, tagging gen, mengisolasi gen-gen yang berguna dari spesies liar, mengkonstruksi perpustakaan DNA.
Langkah-langkah kerja untuk mendeteksi RFLP di laboratorium meliputi :
-          Isolasi DNA
-          Pemotongan dengan enzim restriksi (digesti restriksi) dan elektroforesis gel
-          Transfer DNA dengan Southern blotting
-          Hibridisasi DNA

a.      Isolasi DNA

Isolasi DNA merupakan tahap pertama dari berbagai teknologi analisis DNA DNA dapat ditemukan baik pada kromosom inti maupun pada organel yaitu pada mitokondria dan kloroplas. Untuk mengekstrak DNA diperlukan langkah-langkah laboratorium untuk memecahkan dinding sel dan membran inti, dan dilanjutkan dengan pemisahan DNA dari berbagai komponen sel yang lain.  Pada saat melakukannya harus dijaga agar DNA tidak rusak dan didapatkan DNA dalam bentuk rantai yang panjang.
            Proses pengeluaran DNA dari tempatnya berada (ekstraksi atau lisis) biasanya dilakukan dengan homogenasi dan penambahan buffer ekstraksi atau buffer lisis untuk mencegah DNA rusak.  Untuk membantu terjadinya lisis biasanya dilakukan inkubasi pada suhu sekitar 60oC.  Dalam proses ini  biasa digunakan senyawa senyawa phenol, chloroform dan isoamyl alcohol untuk memaksimalkan proses lisis.
            Proses selanjutnya adalah pemisahan DNA dari komponen sel yang lain atau kontaminan yang tidak diinginkan.  Pemisahan DNA dari komponen sel yang lain, termasuk debris sel, dilakukan dengan sentrifugasi.
            Kontaminan yang umum ditemukan adalah polisakarida yang dapat mengganggu proses PCR dengan cara menghambat aktivitas Taq polymerase, atau poliphenol yang dalam bentuk teroksidasi akan mengikat DNA secara kovalen.  Untuk menghindarkan hal ini jaringan yang digunakan dijaga tetap dingin sebelum dan selama proses ekstraksi.  Selain itu dilakukan penambahan antioksidan seperti PVP.
            Setelah dilakukan ekstraksi dilakukan presipitasi DNA dengan menggunakan ethanol atau isopropanol.  Selain DNA semua bahan yang lain kan larut dalam ethanol dingin. Sehingga saat dilakukan sentrifugasi DNA akan mengendap dan terpisah dari senyawa-senyawa/bahan  lain.
Sebagai bahan untuk  RFLP harus digunakan DNA yang bersih dari kontaminan (mempunyai kemurnian tinggi) dan dengan berat molekul yang tinggi.  Selama proses ekstraksi DNA beberapa hal yang dapat terjadi adalah :
-          DNA patah-patah selama proses isolasi
-          DNA terdegradasi oleh enzim nuclease
-          Terjadi kontaminasi oleh polisakarida
-          Metabolit sekunder ikut terisolasi

b.      Pemotongan dengan enzim restriksi (digesti restriksi)

DNA hasil isolasi kemudian dipotong dengan enzim restriksi tertentu yang dipilih dengan hati-hati.  Setiap enzim restriksi pada kondisi yang sesuai akan mengenali dan memotong  DNA  sehingga dihasilkan fragmen-fragmen DNA.  Fragmen-fragmen tersebut selanjutnya dielektroforesis pada gel agarosa.  Karena fragmen-fragmen tersebut tidak akan terlihat sebagai smear berkesinambungan bila diwarnai dengan ethidium bromide, maka pewarnaan saja umumnya tidak dapat mendeteksi adanya polimorfisme.  Dengan demikian perlu dilakukan hibridisasi dan visualisasi untuk mendeteksi fragmen tertentu.  Hibridisasi dan visuali sasi dilakukan dengan Southern blotting.

c.       Transfer DNA

            Proses hibridisasi dan visualisasi diawali dengan transfer DNA dari gel agarose ke nilon berpori atau membrane nitroselulosa. Transfer DNA disebut ‘Southern blotting’, mengacu kepada nama penemu teknik tersebut yaitu  E.M. Southern (1975).  Pada metode ini mula-mula gel didenaturasi dengan larutan dasar dan diletakkan pada suatu nampan.  Selanjutnya di atas gel hasil elektroforesis diletakkan nilon berpori atau membrane nitroselulosa, kemudian di atasnya diberi pemberat.  Semua fragment hasil pemotongan dengan enzim restriksi yang pada awalnya berada pada gel akan ditransfer secara kapiler ke membrane tersebut dalam bentuk untai tunggal.  Pola fragmen akan sama dengan yang berada pada gel.
Gambar. Proses capillary transfer DNA dari gel agarose ke membrane.

d.      Hibridisasi dan Visualisasi

DNA yang ditransfer pada nilon berpori atau membrane nitroselulosa selanjutnya dihibridisasi dengan probe.  Membran diinkubasi bersama probe DNA. Bila antara probe dan DNA target merupakan komplemen maka akan terjadi hibridisasi.  Bila probe yang digunakan dilabeli maka selanjutnya dupleks yang terjadi dapat dideteksi.  Bila kondisi hibridisasi yang digunakan mempunyai stringency yang tinggi (highly stringent), maka tidak akan terjadi hibridisasi dengan DNA yang mempunyai kekerabatan yang jauh atau non homolog.  Jadi probe DNA akan mengenali hanya sekuen yang komplemen dan secara ideal homolog diantara beribu-ribu atau bahakan berjuta-juta  fragmen yang bermigrasi sepanjang gel.   Fragmen yang diinginkan dapat dideteksi setelah dilakukan pemaparan membrane yang telah mengalami hibridisasi pada film. 
Gambar : Prosedur DNA hybridisasi dari membran hasil transfer dan
                    diekspose dengan x-ray film.
Probe DNA umumnya berasal dari perpustakaan DNA (DNA library), baik dari genom  maupun cDNA, yang merupakan  sekumpulan vector yang mengandung wakil dari DNA original yang dipotong menjadi banyak potongan.   Vektor tersebut dapat ditransfer pada bakteri sehingga DNA yang dibawanya dapat dilipatgandakan.  Probe DNA juga dikonversi menjadi molekul untai tunggal dan dilabeli menggunakan metode standar seperti radioisotope dan digoxygenin, dan selanjutnya digunakan untuk hibridisasi. 
            Hasil visualisasi dari fragmen-fragmen RFLP dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar : Visualisasi potongan DNA yang telah dipotong dengan enzim
       restriksi dan dilabel dengan marker spesifik.
Mutasi akan menghasilkan sisi pengenalan enzim restriksi yang baru pada suatu sekuen DNA.  Pada gambar di atas terlihat munculnya 2 pita baru yang lebih kecil pada mutan.  Teknologi RFLP secara ideal akan menghasilkan sutau seri pita pada gel, yang dapat diskor berdasarkan ada atau tidaknya pita tertentu atau sebagai marker kodominan.  Perbedaan antar genotip biasanya divisualisasikan sebagai pola fragmen restriksi yang berbeda.
Pada diagram di atas, adanya mutasi menghasilkan sisi pengenalan enzim restriksi yang baru pada lokasi pengenalan probe.  Sebagi konsekuensinya  probe akan berhibridisai dengan kedua fragmen baru tersebut, sementara pada segmen B, dimana tidak terjadi mutasi, hanya satu segmen yang terhibridisasi oleh probe.  Pada saat dilakukan elektroforesis, kedua segmen dari A akan bermigrasi lebih jauh sepanjang gel dibandingkan dengan segmen B yang berukuran lebih besar menghasilkan polimorfisme seperti terlihat pada inset disebelah kanan.

KELEBIHAN DAN KEKURANGAN TEKNIK RFLP

RFLP merupakan metode yang mempunyai akurasi yang tinggi dan mudah ditransfer antar laboratorium,  bersifat kodominan sehingga dapat mendeteksi adanya heterozigositas, tidak diperlukan informasi sekuen target, dan arena berdasar pada homologi sekuen maka sering direkomendasikan untuk analisis filogenetik antar spesies yang berkerabat.  RFLP cocok untuk membuat peta linkage, merupakan marker yang locus specific, dan mempunyai kemampuan memisahkan yang tinggi baik pada tingkat populasi, spesies atau individual.   RFLP merupakan teknik yang sederhana, bila probe tersedia.
Kekurangan RFLP adalah dibutuhkan DNA dengan kemurnian tinggi dalam jumlah banyak, tidak mungkin dilakukan outomatisasi, pada beberapa spesies mempunyai level polimorfisme yang rendah, sedikit lokus yang terdeteksi, memerlukan perpustakaan probe yang sesuai, membutuhkan waktu yang banyak, membutuhkan biaya yang banyak (Fachtiyah,2006).
Metode Analisis RFLP
http://www.chm.bris.ac.uk/webprojects2002/bdavies/Southern%20Blotting%20Gel%20Transfer_files/Fig_10.09.jpg
RFLP Production
Each organism inherits its DNA from its parents. Since DNA is replicated with each generation, any given sequence can be passed on to the next generation. An RFLP is a sequence of DNA that has a restriction site on each end with a "target" sequence in between. A target sequence is any segment of DNA that bind to a probe by forming complementary base pairs. A probe is a sequence of single-stranded DNA that has been tagged with radioactivity or an enzyme so that the probe can be detected. When a probe base pairs to its target, the investigator can detect this binding and know where the target sequence is since the probe is detectable. RFLP produces a series of bands when a Southern blot is performed with a particular combination of restriction enzyme and probe sequence.
For example, let's follow a particular RFLP that is defined by the restriction enzyme EcoR I and the target sequence of 20 bases GCATGCATGCATGCATGCAT. EcoR I binds to its recognition seuqence GAATTC and cuts the double-stranded DNA as shown:
http://www.bio.davidson.edu/COURSES/genomics/method/RFLP1.gif
In the segement of DNA shown below, you can see the elements of an RFLP; a target sequence flanked by a pair of restriction sites. When this segment of DNA is cut by EcoR I, three restriction fragments are produced, but only one contains the target sequence which can be bound by the complementary probe sequence (purple).
http://www.bio.davidson.edu/COURSES/genomics/method/RFLP11.gif
Let's look at two people and the segments of DNA they carry that contain this RFLP (for clarity, we will only see one of the two stands of DNA). Since Jack and Jill are both diploid organisms, they have two copies of this RFLP. When we examine one copy from Jack and one copy from Jill, we see that they are identical:
Jack 1: -GAATTC---(8.2 kb)---GCATGCATGCATGCATGCAT---(4.2 kb)---GAATTC-
Jill 1: -GAATTC---(8.2 kb)---GCATGCATGCATGCATGCAT---(4.2 kb)---GAATTC-
When we examine their second copies of this RFLP, we see that they are not identical. Jack 2 lacks an EcoR I restriction site that Jill has 1.2 kb upstream of the target sequence (difference in italics).
Jack 2: -GAATTC--(1.8 kb)-CCCTTT--(1.2 kb)--GCATGCATGCATGCATGCAT--(1.3 kb)-GAATTC- Jill 2: -GAATTC--(1.8 kb)-GAATTC--(1.2 kb)--GCATGCATGCATGCATGCAT--(1.3 kb)-GAATTC-
Therefore, when Jack and Jill have their DNA subject to RFLP analysis, they will have one band in common and one band that does not match the other's in molecular weight:
http://www.bio.davidson.edu/COURSES/genomics/method/RFLP3.gif
paternity Case
Let's use RFLP technology to determine if Jack is the father of Jill's child named Payle. In this scenario, DNA was extracted from white blood cells from all three individuals and subjected to RFLP analysis. The results are shown below:
http://www.bio.davidson.edu/COURSES/genomics/method/RFLP4.gif
In this case, it appears that Jack could be the father, since Payle inherited the 12.4 kb fragment from Jill and the 4.3 fragment from Jack. However, it is possible that another man with similar RFLP pattern could be as well.To be certain, several more RFLP loci would be tested. It would be highly unlikely that two men (other than identical twins) would share multiple RFLP patterns and so paternity could be confirmed.
In a different scenario, DNA was extracted from white blood cells from all three individuals and subjected to RFLP analysis. The results are shown below:
http://www.bio.davidson.edu/COURSES/genomics/method/RFLP5.gif
This time, it can be determined that Jack is NOT the father of Payle since Payle has a band of about 6 kb and Jack does not. Therefore, it is very probable that Payle's father is not Jack, though it is possible that Payle carries a new mutation at this locus and a different sized band was produced. What could you do as an investigator to be more certain that Jack was not the father of Payle?
Disease Status
In this example, we want to know if a person carries any cystic fibrosis (CF) alleles and if so, how many. Because CF is a recessive disease, anyonne with CF must be homozygous for disease alleles. From pedigree information, we can often determine who in this family is a carrier. However, if a couple comes to a genetic counselor, often an RFLP analysis is performed on the couple's DNA.
RFLPs are known for CF and so it would be easy to determine if a person were homozygous wild-type (wt), heterozygous "carrier", or homozygous disease alleles and thus have CF.
http://www.bio.davidson.edu/COURSES/genomics/method/RFLP6.gif
For couples expecting a child, it would be simple to test both parents and make a prediction about the eventual disease status of their fetus. For example, if both parents were homozygous wt, then all of their children would also be homozygous wt:
http://www.bio.davidson.edu/COURSES/genomics/method/RFLPcf1.gif
However, if both parents were heterozygous, they could have children with any of the three genotypes, though heterozygous children would be twice as likely as either of the homozygous genotypes.
http://www.bio.davidson.edu/COURSES/genomics/method/RFLPcf2.gif
With increasing genomic sequence information, increasing numbers of genetic disease can be predicted from RFLP analyses.
Genetic Mapping
To calculate the genetic distance between to loci, you need to be able to observe recombination. Traditionally, this was performed by observing phenotypes but with RFLP analysis, it is possible to measure the genetic distance between two RFLP loci whether they are a part of genes or not.
Let's look at a simple example in fruit flies. Two RFLP loci with two RFLP bands possible at each locus:
http://www.bio.davidson.edu/COURSES/genomics/method/RFLP8.gif
These loci are located on the same chromosome for the female (left) and the male (right). The upper locus can produce two different bands called 1 and 3. The lower locus can produce bands called 2 or 4. The male is homozygous for band 1 at the upper locus and 2 for the lower locus. The female is heterozygous at both loci. Thier RFLP banding patterns can be seen on the Southern blot below:
http://www.bio.davidson.edu/COURSES/genomics/method/RFLP7.gif
The male can only produce one type of gamete (1 and 2) but the female can produce four different gametes. Two of the possible four are called parental because they carry both RFLP bands from the same chromosome; 1 and 2 from the left chromosome or 3 and 4 from the right chromosome. The other two chromosomes are recombinant because recombination has occurred between the two loci and thus the RFLP bands are mixed so that 1 is now linked to 4 and 3 is linked to 2.
http://www.bio.davidson.edu/COURSES/genomics/method/RFLP10.gif
When these two flies mate, the frequency of the four possible progeny can be measured and from this information, the genetic distance between the two RFLP loci (upper and lower) can be determined.
http://www.bio.davidson.edu/COURSES/genomics/method/RFLP9.gif
In this example, 70% of the progeny were produce from parental genotype eggs and 30% were produced by recombinant genotype eggs. Therefore, these two RFLP loci are 30 centiMorgans apart from each other (Davidson, 2009).
Contoh mekanisme praktikum analisis DNA dengan metode RFLP
Alat dan Bahan
1.      Alat :
Tabung eppendorf
-  Tip
-  Pipet mikro 0.5-10 mL
-  Water bath
-  Set alat elektroforesis agarosa
2.      Bahan :
- Sampel DNA pelaku (P)
- Sampel DNA tersangka (T1, T2, T3)
- Enzim restriksi (campuran EcoRI dan PstI)
- ddH2O steril
- Gel Agarosa
- Running buffer (TAE 1x)
- Loading buffer
               - EtBr
Cara Kerja
1.      Memasukkan 5 mL larutan sampel DNA pelaku (P) ke dalam tabung eppendorf steril.
2.      Menambahkan 5 mL enzim restriksi ke dalam tabung, dan kemudian meresuspensikannya hingga homogen.
3.      Menginkubasi campuran pada suhu 370C dengan water bath selama 2 jam.
4.      Mendenaturasi enzim restriksi dengan cara memasukkan tabung yang berisi campuran yang telah diinkubasi ke dalam air mendidih selama ± 5 menit.
5.      Menambahkan 3 mL loading buffer ke dalam 7 mL larutan DNA plasmid yang telah dipotong dengan enzim restriksi, kemudian meresuspensikannya hingga tercampur merata.
6.      Memasukkan sampel yang telah diberi loading buffer ke dalam sumur sampel yang ada
7.      Menjalankan elektroforesis dengan arus sebesar 5mV.
8.      Melihat hasil elektroforesis dengan UV transiluminator.
9.      Mengulangi langkah 1 sampai dengan 8 pada larutan sampel DNA tersangka (T1, T2, dan T3).
I.                   Hasil Percobaan
penjahat2.JPG
                      Band untuk pelaku        Band tersangka 3

II.                Pembahasan
Pada praktikum kali ini kami  kami melakukakn elektroforesis dari hasil restriksi dari enzim restriksi. Praktikum dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui siapa pelaku kejahatan dengan membandingkan DNA pelaku dan DNA para tersangka. Dalam praktikum ini pembandingannya tidak hanya DNA langsung dielektroforesis namun DNA yang ada ditreatment terlebih dahulu. Pembandingan DNA ini lebih dikenal dengan nama DNA fingerprinting. Tiap manusia memiliki susunan DNA yang berbada-beda, dimana perbedaan inilah yang menjadi kunci utama dalam penbandingan menggunakan DNA fingerprinting. Yang digunakan dalam identifikasi adalah DNA karena DNA merupakan meteri hereditas yang menentukan urutan keturunan dalam suatu keluarga secara turun menurun dengan pola yang acak.  DNA yang digunakan adalah DNA mitokondria dan DNA inti sel. Yang paling akurat sebenarnya adalah DNA inti sel, karena DNA dalam mitokondria berasal dari garis keturunan ibus sehingga dapat berubah seiring dengan pernikahan keturunannya. Sedangkan DNA inti sel tidak dapat berubah. Prinsip dasar dari DNA fingerprinting adalah pengenalan terhadap daerah pengulangan yang terdapat pada DNA. Daerah pengulangan ini terdapat dalam intron, dimana disebut dengan VNTR. DNA fingerprinting terpusat pada bagian VNTRs.
Ada beberapa metode yang bisa digunakan dalam DNA fingerprinting, yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah metode RFLP (Restriction Fragment Length Polymorphism). Prinsip dari RFLP adalah bergantung pada pemotongan oleh enzim restriksi, yang nantinya akan menghasilkan fragmen-fragmen potongan DNA yang akan dielektroforesis. Enzim restriksi akan memotong DNA pada daerah pemotongan yang spesifik. Dan kemudian kita membandingkan hasil pemotongan yang terjadi.
Pertama-tama kami memasukkan ddH2O, RE buffer, BSA dan enzim restriksi. RE beffer berguna sebagai pengatur pH agar pH reaksi sekitar 7 sehingga nantinya reaksi berjalan dengan baik, karena kita menggunakan enzim yang bekerja optimum pada pH netral. BSA=….. Enzim restriksi dalam praktikum kali ini enzim restriksi yang digunakan adalah EcoR1 dan Pst1 campuran ini disebut master mix. Tujuan dari penggunaan enzim restriksi adalah agar terjadi pemotongan pada daerah-daerah tertentu. Untuk EcoR1 pemotongannya pada 5’…G^AATT C…3’ dan enzim EcoR1 ini berasal dari E. coli. Sedangkan Pst1 memiliki daerah pemotongan 5…G^ACGTC…3’, enzim ini berasal dari Providencia stuartii.
Setelah semua komponen untuk RFLP dimasukkan kemudian campuran dibagi menjadi 4 bagian, dimana masing-masing bagian diberi DNA sampel masing-masing. Campuran diberi DNA pelaku, tersangka 1,2,3. Setelah itu dilakukan inkubasi pada suhu 37o C agar enzim restriksi dapat bekerja. Setelah diinkubasi selama 1 jam dilakukan elektroforesis hasil inkubasi menggunakan gel agarose. Dan setelah elektroforesis selesai dilakukan pengamatan menggunakan lampu UV. Dan dapat diamati hasil elektroforesisnya

    1          2          3        4

Band yang sama
penjahat2.JPG
Bila dilihat pada gambar diatas pada gel nomor 1 merupakan gel yang di-insert dengan hasil elektroforesis untuk sampel DNA pelaku, sedangkan gel 2 untuk tersangka 1, gel 3 untuk tersangka 2, gel 4 untuk tersangka 3. Dari hasil elektroforesis tersebut kami mecocokan dari ke-empat gel tersebut mana hasil elektroforesis yang paling mirip dengan hasil elktroforesis milik pelaku. Jika dibandingkan maka kami mengambil kesimpulan bahwa tersangka 3 adalah pelaku kejahatannya. Karena bila dilihat dari gambar diatas ada 3 band pada gel no 4 yang letaknya mirip pada sumur pelaku kejahatan. Hal ini disebabkan karena pada sumur no 4 dan no 1 mmemiliki sampel DNA yang sama. Sehingga enzim restriksi memotong pada daerah yang sama sehingga saat dielektroforesis diperoleh beberapa band yang sama. Namun pada sumur nomor 4 pada bagian atas terdapat band lagi yang tidak terdapat pada sumur no 1. Dan 2 band yang terbentuk tidak sejelas 2 band yang terdapat pada sumur pertama. Hal ini terjadi bisa disebabkan karena pemotongan oleh enzim restriksi tidak berjalan dengan baik saat inkubasi berlangsung. Sehingga seharusnya 2 band yang paling atas pada sumur nomor 4 terpotong oleh enzim restriksi sehingga dihasilkan band-band yang lebih kecil, tidak terpotong. Jadi 2 band yang dibawahnya hasilnya hanya sedikit. Dan ketika di elektroforesis hasil band-nya tidak terlalu terang.
Kurangnya pemotongan ini bisa disebabkan karena saat percobaan pencampuran sampel DNA dan master mix-nya kurang rata sehingga DNA sampel yang ada tidak terpotong sepenuhnya oleh enzim restriksi. Selain itu bisa juga waktu inkubasi yang kurang lama sehingga pemotongan tidak terjadi secara keseluruhan.
DAFTAR REFERENSI
A.Kresna dan Stephanie L. 2006. Praktikum Teknik Analisa Dna Kp B Dna Finger Printing. Fakultas Teknobiologi. Universitas Surabaya . Diakses 13 Agustus 2010
Fachtiyah dan Laras Arumingtyas. 2006. Manipulasi Gen & RFLP Analysis. Laboratorium Biologi Molekuler dan Seluler. Universitas Brawijaya : Malang. Diakses 13 Agustus 2010.

Tidak ada komentar:

Pengikut