METODE ANALISIS DNA FINGER PRINTING
METODE RFLP (RESTRICTION FRAGMENT LENGTH
POLYMORPHISM)
DNA (deoxyribonucleic
acid) dalam bahasa Indonesia lebih dikenal dengan asam deoksiribonukleat. Itu
merupakan jenis asam nukleat yang menyimpan semua informasi genetika manusia.
DNA merupakan blueprint segala
aktivitas sel yang nanti diturunkan ke generasi berikutnya. Jadi secara garis
besar, peran DNA di dalam sebuah sel adalah sebagai materi genetik.
DNA umumnya terletak di dalam inti
sel.
Sehingga DNA juga berperan dalam menentukan jenis
rambut, warna kulit, dan sifat-sifat khusus manusia. Jadi, seorang anak pasti
memiliki ciri tidak jauh berbeda dengan orang tuanya. Hal ini disebabkan karena
komposisi DNA-nya sama dengan sang orang
tua. Struktur DNA terdiri atas dua untai yang berpilin
membentuk struktur double helix. Satu
untai berasal dari ibu dan satu untai lagi dari ayah. Masing-masing untai
terdiri atas rangka utama dan basa nitrogen yang menyatukan dengan untai DNA
lain.
DNA merupakan polimer
yang terdiri dari tiga komponen utama, yaitu gugus fosfat, gula deoksiribosa,
dan basa nitrogen. Sebuah unit monomer
DNA yang terdiri dari ketiga komponen tersebut dinamakan nukleotida,
sehingga DNA tergolong sebagai polinukleotida. Rangka utama untai DNA terdiri dari gugus fosfat dan gula yang
berselang-seling. Gula pada DNA adalah gula pentosa (berkarbon lima), yaitu 2-deoksiribosa. Dua gugus
gula terhubung dengan fosfat melalui ikatan fosfodiester antara atom karbon ketiga pada cincin satu gula dan atom karbon kelima
pada gula lainnya. Salah satu perbedaan utama DNA dan RNA adalah gula
penyusunnya, gula RNA adalah ribosa. Empat
basa yang ditemukan pada DNA adalah adenin (dilambangkan A), sitosin (C, dari cytosine), guanin (G), dan timin (T). Adenin berikatan hidrogen dengan timin, sedangkan guanin
berikatan dengan sitosin.
DNA fingerprinting adalah teknik untuk mengidentifikasi seseorang berdasarkan pada profil
DNAnya. Ada 2 aspek DNA yang digunakan
dalam DNA fingerprinting, yaitu di dalam satu individu terdapat DNA yang
seragam dan variasi genetik terdapat diantara individu. Prosedur DNA fingerprinting memiliki kesamaan
dengan mencocokkan sidik jari seseorang dengan orang lain. Hanya saja
perbedanya adalah proses ini dilakukan tidak menggunakan sidik jari, tetapi
menggunakan DNA individu karena secara individu DNA seseorang itu unik.
Digunakan DNA karena DNA memiliki materi hereditas yang berfungsi untuk menentukan
suatu urutan keturunan dalam suatu keluarga secara turun-menurun dengan pola
yang acak (karena berasal dari fusi inti ovum dan sperma) sehingga dapat
digunakan untuk identifikasi pelaku kejahatan walaupun telah berganti wajah.
Metode DNA fingerprinting dapat diaplikasikan untuk keperluan sebagai
berikut:
·
Menentukan paternity
·
Untuk keperluan forensik
·
Untuk identifikasi pelaku ataupun korban kejahatan
·
Untuk memprediksi apakah ada hereditary desease yang bisa diantisipasi
untuk masa mendatang.
Pada umunya DNA yang digunakan untuk analisis adalah DNA mitokondria
dan DNA inti sel. DNA yang paling akurat untuk tes adalah DNA inti sel karena
inti sel tidak bisa berubah, sedangkan DNA mitokondria dapat berubah karena
berasal dari garis keturunan ibu sehingga dapat berubah seiring dengan
perkawinan. Dalam bidang forensik, penggunaan kedua tes DNA tergantung pada
barang bukti apa yang ditemukan di TKP (Tempat Kejadian Perkara). Untuk kasus
pemerkosaan diambil sampel dari spermanya tetapi yang lebih utama adalah kepala
spermatozoanya, karena terdapat DNA inti sel didalamnya. Namun bila di TKP
ditemukan satu helai rambut, sampel ini dapat diperiksa asal ada akarnya. Namun
untuk DNA mitokondria tidak harus ada akar, cukup potongan rambut karena
diketahui bahwa pada ujung rambut terdapat DNA mitokondria sedangkan akar
rambut terdapat DNA inti sel.
Pada umunya bahan kimia yang digunakan untuk isolasi adalah
Phenolchloroform dan Chilex. Phenolchloroform berfungsi untuk mengisolasi darah
yang berbentuk cairan sedangkan Chilex digunakan untuk mengisolasi barang bukti
berupa rambut. Lama dari waktu proses
tergantung pada kemudahan suatu sampel di isolasi. Tahap isolasi bisa selesai
hanya dalam beberapa hari atau bahkan berbulan-bulan.
DNA fingerprinting bergantung pada sebagian
kecil dari genom. Setiap DNA tersusun dari ekson yang merupakan daerah yang mengkode protein dan intron yang berupa
daerah non-coding, biasanya disebut junk DNA. Dalam DNA kromosom terdapat sekuens berukuran 20-100 bp yang berulang. Potongan pengulangan
ini dikenal sebagai VNTRs (Variable
Number Tandem Repeats)
yang dapat diisolasi dari DNA seseorang. Setiap individu memiliki VNTRs yang diturunkan oleh ayah dan ibu sehingga tidak ada
individu yang memiliki VNTRs sama persis. Perbedaan VNTRs dari setiap individu
terletak dalam pada berapa kali sequence ini diulang dalam daerah VNTRs.
Perbedaan jumlah pengulangan ini akan menyebabkan setiap individu memiliki
panjang VNTRs yang berbeda sehingga memungkin untuk mengetahui indentitas
seseorang melalui profil DNAnya.
Ada 2 prinsip utama dalam menganalisa data VNTRs, yaitu:
Ø
Identity Matching.
Jika dua sample memiliki pola alel VNTRs yang sama, maka dapat
disimpulkan kedua sample tersebut berasal dari individu yang sama.
Ø
Inheritance Matching.
Alel VNTR harus mengikuti pola keturunan. Seorang anak harus memiliki sebuah alel yang cocok dengan
salah satu dari masing-masing orang tuanya.
Berikut ini adalah macam-macam metode untuk melakukan DNA fingerprint, yaitu:
1.
Analisa menggunakan PCR atau dot blot (slot
blot)
DNA fingerprint dengan menggunakan PCR, kelebihannya yaitu kemampuan untuk
membedakannya lebih akurat dan dapat digunakan untuk menganalisa sampel yang
tersedia dalam jumlah kecil maupun yang telah terdegradasi oleh cahaya
matahari. PCR mampu mengamplifikasi
sejumlah daerah spesifik yang terdapat pada DNA menggunakan primer
oligonukleotida dan DNA polimerase yang termostabil. Salah satu contoh DNA
profilling menggunakan PCR adalah dengan HLA-DQ alpha reverse dot blot
strips. Pada teknik ini digunakan strips yang mengandung titik (dot)
dimana setiap dot mengandun DNA probe yang berbeda dari DNA manusia
(HLA). Probe DNA berupa dot pada strip nitroselulosa ditempeli dengan
enzim yang dapat merubah substrat yang tidak berwarna menjadi berwarna ketika
probe berikatan dengan DNA. Jika DNA hasil PCR berikatan dengan probe yang
komplemen pada strip, maka titik (dot) pada strip akan berwarna.
2.
Analisa STR (Short Tandem Repeats)
STR merupakan polimorfisme DNA yang terjadi karena adanya 2 atau lebih nukleotida
yang berulang. Pola pengulangannya adalah terdiri dari 2-10 bp dan
terjadi pada daerah intron dari DNA. Dengan menganalisa loci dari STR dan
menghitung berapa banyak perulangan dari sekuens STR yang terjadi di setiap
locus, maka dapat terbaca profil genetik yang unik dari setiap individu. Analisa dengan STR memerlukan
teknik PCR dan elektroforesis gel agarosa. Dengan PCR daerah polimorfik dari DNA diamplifikasi dan
kemudian fragmen STR dipisahkan dengan elektroforesis agarosa sehingga jumlah
perulangan yang terjadi dapat dihitung dengan membandingkan perbedaan ukuran
dengan alelic ladder. Analisa dengan STR ini tidak dapat dilakukan apabila 2
individu merupakan kembar monozigot.
3.
AmpFLP (Amplified Fragment Length Polymorphism)
DNA
profilling
dengan menggunakan teknik AmpFLP memiliki beberapa keunggulan, yaitu lebih
cepat daripada analisa dengan RFLP dan biaya yang dibutuhkan lebih murah.
Teknik ini berdasarkan pada polimorfisme VNTR untuk membedakan alel yang
berbeda. Teknik ini menggunakan PCR untuk mengamplifikasi daerah VNTR dan
kemudian hasil amplifikasi dipisahkan dengan gel poliakrilamid dan diwarnai
dengan teknik silver stained. Salah satu locus yang sering digunakan
dlam teknik ini adalah locus D1S80. Contoh hasil amplifikasi locus D1S80 :
4.
Analisa kromosom Y
DNA
profilling
dengan teknik analisa kromosom Y menggunakan primer spesifik yang akan
mengamplifikasi daerah polimorfisme pada kromosom Y (Y-STR). Pada kasus
pemerkosaan, teknik ini menghasilkan resolusi yang lebih baik karena biasanya
DNA sampel yang didapat dalam keadaan tercampur dengan DNA korban (wanita).
Kromosom Y diturunkan oleh ayah sehingga analisa kromosom Y juga dapat
digunakan untuk mengidentifikasi hubungan paternal seorang pria.
5.
Analisa DNA mitokondria.
DNA mitokondria terdapat dalam jumlah banyak dalam
sel, tidak seperti DNA kromosom yang hanya terdapat 1 atau 2 dalam setiap sel.
Hal ini memungkinkan apabila sampel yang ada telah rusak DNA kromosomnya, maka
dengan DNA mitokondriapun DNA profilling tetap dapat dibuat. Dalam
pembuatan DNA profilling dengan DNA mitokondria, bagian yang
diamplifikasi adalah daerah HV1 dan HV2 dari DNA mitokondria dimana sekuens
hasil amplifikasi yang didapat dapat dibandingkan dengan pola band referensi.
DNA mitokondria ini diturunkan oleh ibu.
6.
Analisa RFLP (Restriction Fragment Length Polymorphism)
RFLP adalah ukuran fragmen
DNA yang diperoleh oleh pemotongan sequence VNTRs sampai 30 urutan dengan enzim
restriksi di situs spesifik. VNTRs bervariasi antara spesies tanaman, seperti
melakukan nomor dan lokasi antara enzim restriksi dan situs pengenalan. Prinsip dasar dari analisa
RFLP ini adalah enzim restriksi akan memotong DNA pada sekuens yang spesifik
dimana hasil pemotongan tersebut kemudian dianalisa dengan elektoforesis gel
agarosa. Sekuens RFLP ini berbeda pada setiap individu sehingga enzim restriksi
akan memotong pada daerah yang berbeda untuk setiap individu. Ukuran fragmen
yang dihasilkan bergantung pada alel yang dimiliki individu tersebut dan
panjang sekuens VNTR sehingga analisa menggunakan RFLP ini dapat digunakan
untuk analisa genetik. Pada
sebuah gel agarose, RFLPs dapat terlihat menggunakan radiolabel yang komplemen
dengan sequence DNA. Tidak memerlukan
teknik PCR untuk amplifikasi DNA dalam metode ini.
Permasalahan yang umum RFLP pada metode
DNA fingerprinting adalah sebagai berikut:
·
Hasil tidak secara spesifik
menunjukkan kesempatan kecocokan antara
dua organisme
·
Proses yang melibatkan
banyak uang dan tenaga kerja, banyak laboratorium yang tidak mampu.
Teknik
yang digunakan dalam analisa DNA fingerprinting
adalah dengan menggunakan teknik RFLP. Pembuatan DNA fingerprinting dengan taknik analisa
RFLP meliputi dua tahap, yaitu :
1.
Pemotongan DNA dengan enzim
restriksi
Tabung eppendorf yang berisi larutan DNA
ditambahkan buffer restriksi dan BSA
(Bovine Serum Albumin). Buffer restriksi (RE buffer) berfungsi untuk membuat
dan mempertahankan suasana pH, ionic
strength, dan kation yang sesuai (optimum) dengan kerja enzim restriksi
sehingga enzim restriksi dapat bekerja secara optimal.
Sedangkan BSA berperan sebagai stabilisator bagi enzim restriksi serta mencegah
terjadinya adesi antara enzim dengan dinding tabung reaksi. BSA tidak akan
berpengaruh pada enzim yang tidak membutuhkan stabilisator.
2.
Pemisahan hasil pemotongan dengan
elektroforesis gel agarosa.
Setelah DNA dipotong
dengan enzim restriksi, DNA dianalisis dengan gel elektroforesis. Gel
elektroforesis merupakan salah satu metode yang digunakan untuk pemisahan,
pendeteksian dan pemurnian molekul-molekul Biologi, seperti asam nukleat dan
protein. Pemisahan dilakukan pada matriks yang berupa gel. Sampel DNA
yang terpotong akan bergerak dalam gel agarosa yang telah dialiri listrik
bertegangan ± 90mV. Kemudian DNA tersebut akan membentuk band-band yang dapat
dilihat menggunakan alat berupa transiluminator UV. Kemudian akan nampak
band-band, dari band tersebut dapat dibuat peta restriksi
DNA plasmid dari ukuran fragmen-fragmen DNA yang dihasilkan pada pemotongan
dengan enzim restriksi dan jarak antara sisi pengenalan enzim.
Enzim
restriksi yang digunakan terdiri dari campuran EcoRI dan PstI. Enzim EcoRI
berasal dari bakteri Eschericia coli,
sedangkan enzim PstI berasal dari bakteri Providencia
stuartii. Enzim EcoRI akan memotong pada sekuens
GAATTC . Gambar sisi pemotongan enzim EcoRI adalah sebagai berikut :
Enzim EcoRI diisolasi pertama
kali oleh Herbert Boyer pada tahun 1969 dari bakteri Escherichia coli. Enzim
EcoRI memotong DNA pada bagian yang urutan basanya adalah GAATTC ( sekuens
pengenal bagi EcoRI adalah GAATTC ). Didalam sekuens pengenal tersebut, Enzim
EcoRI memotongnya tidak pada sembarang situs tetapi hanya memotong pada bagian
atau situs antara G dan A. Potongan-potongan DNA untai ganda yang dihasilkan
akan memliki ujung beruntai tunggal. Ujung seperti ini yang dikenal dengan
istilah sticky end. Sedangkan enzim PstI akan memotong pada
sekuens sebagai berikut :
5'
- CTGCAG - 3'
3' - GACGTC - 5'
5'
- CTGCA|G - 3'
3' - G|ACGTC - 5'
5' -CTGCAG- 3'
3' -GACGTC- 5'
Kerja dari enzim restriksi
dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut :
►
Komposisi Buffer
Enzim restriksi yang berbeda membutuhkan ionic
strength (konsentrsi garam)
dan kation yang berbeda pula. Beberapa enzim tidak dapat bekerja bila komposisi buffernya tidak sesuai. Penggunaan buffer yang berbeda akan menyebabkan kerja
enzim dalam memotong menjadi tidak optimal.
►
Adanya DNA yang termetilasi
Sebagian besar enzim restriksi tidak dapat memotong DNA yang termetilasi
karena enzim tersebut tidak mampu mengenali sisi pemotongannya,
hal ini disebabkan oleh
adanya modifikasi atau metilasi.
►
Suhu inkubasi
Suhu inkubasi suatu enzim bergantung pada asal enzim restriksi tersebut
diambil. Suhu inkubasi enzim restriksi umumnya adalah 37oC. Namun apabila enzim restriksi tersebut diperoleh dari
bakteri termofil, suhu inkubasinya adalah sekitar 50 – 65oC.
Dalam pemotongan
DNA dengan enzim restriksi sering terjadi kesalahan positif yang disebut star
activity. Star activity adalah suatu
kondisi dimana enzim restriksi kehilangan spesifisitasnya dalam memotong suatu
rantai DNA pada sekuens tertentu dimana sekuens yang dipotong menjadi berbeda
dengan sekuens canonicalnya sehingga
enzim akan memotong DNA pada tempat yang salah dan abnormal. Adanya star activity ditunjukkan oleh adanya
smear ataupun jumlah band yang terlalu
berlebih pada visualisasi hasil elektroforesis. Star activity ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor sebagai
berikut:
v
Inkubasi
yang terlalu lama
Bila inkubasinya terlalu lama, maka enzim akan memotong sisi lain selain
sisi spesifiknya, sehinga fragmen yang terbentuk menjadi kecil – kecil. Sehingga
ketika divisualisasi menyebabkanband yang terlihat smear.
v
Konsentrasi
enzim
yang terlalu tinggi
Konsentrasi enzim yang terlalu tinggi akan menyebabkan
enzim memotong secara berlebihan
sehingga fragmen yang terbentuk menjadi sangat kecil dan ketika divisualisasi
akan terlihat bertumpuk dan banyak.
v
Konsentrasi
gliserol yang terlalu tinggi
Konsentrasi gliserol dalam buffer RE terlalu tinggi
dapat menghambat kerja enzim
karena larutan menjadi sangat viscous sehingga enzim
sulit untuk bekerja.
v Kekuatan ionik (ionic
strength) pada buffer reaksi
Kekuatan
ionik dari buffer dapat berubah ketika diinkubasi. Hal ini disebabkan oleh
adanya sebagian dari air yang menguap sehingga kekuatan ionik dari buffer
menjadi turun.
v pH buffer reaksi yang suboptimal
v Penggantian Mg2+ dengan ion divalen lain
seperti Mn2+ atau Co2+.
v Adanya pelarut organik seperti etanol, DMSO,
dll yang dapat menghambat kerja
dari enzim.
(Kresna,2009).
RESTRICTION FRAGMENT
LENGTH POLYMORPHISM (RFLP)
Analisis Restriction fragment length polymorphism (RFLP) adalah salah satu
teknik pertama yang secara luas digunakan untuk mendeteksi variasi pada tingkat
sekuen DNA. Deteksi RFLP dilakukan
berdasar pada adanya kemungkinan untuk membandingkan profil pita-pita yang
dihasilkan setelah dilakukan pemotongan dengan enzim restriksi terhadap DNA
target/dari individu yang berbeda. Berbagai mutasi yang terjadi pada suatu
organisma mempengaruhi molekul DNA
dengan berbagai cara, menghasilkan fragmen-fragmen dengan panjang yang berbeda.
Perbedaan panjang fragmen ini dapat dilihat setelah dilakukan elektroforesis
pada gel, hibridisasi dan visualisasi.
Aplikasi teknik RFLP biasa
digunakan untuk mendeteksi diversitas genetic, hubungan kekerabatan, sejarah
domestikasi, asal dan evolusi suatu spesies, genetic drift dan seleksi,
pemetaan keseluruhan genom, tagging gen, mengisolasi gen-gen yang berguna dari
spesies liar, mengkonstruksi perpustakaan DNA.
Langkah-langkah
kerja untuk mendeteksi RFLP di laboratorium meliputi :
-
Isolasi
DNA
-
Pemotongan
dengan enzim restriksi (digesti restriksi) dan elektroforesis gel
-
Transfer
DNA dengan Southern blotting
-
Hibridisasi
DNA
a.
Isolasi DNA
Isolasi DNA merupakan tahap pertama dari berbagai teknologi analisis DNA
DNA dapat ditemukan baik pada kromosom inti maupun pada organel yaitu pada
mitokondria dan kloroplas. Untuk mengekstrak DNA diperlukan langkah-langkah
laboratorium untuk memecahkan dinding sel dan membran inti, dan dilanjutkan
dengan pemisahan DNA dari berbagai komponen sel yang lain. Pada saat melakukannya harus dijaga agar DNA
tidak rusak dan didapatkan DNA dalam bentuk rantai yang panjang.
Proses pengeluaran DNA dari
tempatnya berada (ekstraksi atau lisis) biasanya dilakukan dengan homogenasi
dan penambahan buffer ekstraksi atau buffer lisis untuk mencegah DNA
rusak. Untuk membantu terjadinya lisis
biasanya dilakukan inkubasi pada suhu sekitar 60oC. Dalam proses ini biasa digunakan senyawa senyawa phenol,
chloroform dan isoamyl alcohol untuk memaksimalkan proses lisis.
Proses selanjutnya adalah pemisahan
DNA dari komponen sel yang lain atau kontaminan yang tidak diinginkan. Pemisahan
DNA dari komponen sel yang lain, termasuk debris sel, dilakukan dengan
sentrifugasi.
Kontaminan
yang umum ditemukan adalah polisakarida yang dapat mengganggu proses PCR dengan
cara menghambat aktivitas Taq polymerase, atau poliphenol yang dalam bentuk
teroksidasi akan mengikat DNA secara kovalen.
Untuk menghindarkan hal ini jaringan yang digunakan dijaga tetap dingin
sebelum dan selama proses ekstraksi.
Selain itu dilakukan penambahan antioksidan seperti PVP.
Setelah
dilakukan ekstraksi dilakukan presipitasi DNA dengan menggunakan ethanol atau
isopropanol. Selain DNA semua bahan yang
lain kan larut dalam ethanol dingin. Sehingga saat dilakukan sentrifugasi DNA
akan mengendap dan terpisah dari senyawa-senyawa/bahan lain.
Sebagai bahan untuk RFLP harus
digunakan DNA yang bersih dari kontaminan (mempunyai kemurnian tinggi) dan
dengan berat molekul yang tinggi. Selama
proses ekstraksi DNA beberapa hal yang dapat terjadi adalah :
-
DNA
patah-patah selama proses isolasi
-
DNA terdegradasi oleh
enzim nuclease
-
Terjadi kontaminasi
oleh polisakarida
-
Metabolit sekunder ikut
terisolasi
b. Pemotongan dengan enzim restriksi (digesti restriksi)
DNA hasil isolasi kemudian dipotong dengan enzim restriksi tertentu yang
dipilih dengan hati-hati. Setiap enzim
restriksi pada kondisi yang sesuai akan mengenali dan memotong DNA
sehingga dihasilkan fragmen-fragmen DNA.
Fragmen-fragmen tersebut selanjutnya dielektroforesis pada gel agarosa. Karena fragmen-fragmen tersebut tidak akan
terlihat sebagai smear berkesinambungan bila diwarnai dengan ethidium bromide,
maka pewarnaan saja umumnya tidak dapat mendeteksi adanya polimorfisme. Dengan demikian perlu dilakukan hibridisasi
dan visualisasi untuk mendeteksi fragmen tertentu. Hibridisasi dan visuali sasi dilakukan dengan
Southern blotting.
c. Transfer DNA
Proses hibridisasi dan visualisasi
diawali dengan transfer DNA dari gel agarose ke nilon berpori atau membrane
nitroselulosa. Transfer DNA disebut ‘Southern blotting’, mengacu kepada nama
penemu teknik tersebut yaitu E.M.
Southern (1975). Pada metode ini
mula-mula gel didenaturasi dengan larutan dasar dan diletakkan pada suatu
nampan. Selanjutnya di atas gel hasil
elektroforesis diletakkan nilon berpori atau membrane nitroselulosa, kemudian
di atasnya diberi pemberat. Semua
fragment hasil pemotongan dengan enzim restriksi yang pada awalnya berada pada
gel akan ditransfer secara kapiler ke membrane tersebut dalam bentuk untai
tunggal. Pola fragmen akan sama dengan
yang berada pada gel.
Gambar. Proses capillary transfer
DNA dari gel agarose ke membrane.
d.
Hibridisasi dan Visualisasi
DNA yang
ditransfer pada nilon berpori atau membrane nitroselulosa selanjutnya
dihibridisasi dengan probe. Membran
diinkubasi bersama probe DNA. Bila
antara probe dan DNA target merupakan komplemen maka akan terjadi hibridisasi. Bila probe yang digunakan dilabeli maka
selanjutnya dupleks yang terjadi dapat dideteksi. Bila kondisi hibridisasi yang digunakan
mempunyai stringency yang tinggi (highly stringent), maka tidak
akan terjadi hibridisasi dengan DNA yang mempunyai kekerabatan yang jauh atau
non homolog. Jadi probe DNA akan
mengenali hanya sekuen yang komplemen dan secara ideal homolog diantara
beribu-ribu atau bahakan berjuta-juta
fragmen yang bermigrasi sepanjang gel.
Fragmen yang diinginkan dapat dideteksi setelah dilakukan pemaparan
membrane yang telah mengalami hibridisasi pada film.
Gambar : Prosedur DNA
hybridisasi dari membran hasil transfer dan
diekspose dengan x-ray film.
Probe DNA
umumnya berasal dari perpustakaan DNA (DNA library), baik dari genom maupun cDNA, yang merupakan sekumpulan vector yang mengandung wakil dari
DNA original yang dipotong menjadi banyak potongan. Vektor tersebut dapat ditransfer pada
bakteri sehingga DNA yang dibawanya dapat dilipatgandakan. Probe DNA juga dikonversi menjadi molekul
untai tunggal dan dilabeli menggunakan metode standar seperti radioisotope dan
digoxygenin, dan selanjutnya digunakan untuk hibridisasi.
Hasil visualisasi dari fragmen-fragmen RFLP dapat
digambarkan sebagai berikut :
Gambar : Visualisasi potongan DNA yang telah dipotong dengan enzim
restriksi
dan dilabel dengan marker spesifik.
Mutasi akan menghasilkan sisi pengenalan enzim restriksi yang baru pada
suatu sekuen DNA. Pada gambar di atas
terlihat munculnya 2 pita baru yang lebih kecil pada mutan. Teknologi RFLP secara ideal akan menghasilkan
sutau seri pita pada gel, yang dapat diskor berdasarkan ada atau tidaknya pita
tertentu atau sebagai marker kodominan.
Perbedaan antar genotip biasanya divisualisasikan sebagai pola fragmen
restriksi yang berbeda.
Pada diagram di atas, adanya mutasi menghasilkan sisi pengenalan enzim
restriksi yang baru pada lokasi pengenalan probe. Sebagi konsekuensinya probe akan berhibridisai dengan kedua fragmen
baru tersebut, sementara pada segmen B, dimana tidak terjadi mutasi, hanya satu
segmen yang terhibridisasi oleh probe.
Pada saat dilakukan elektroforesis, kedua segmen dari A akan bermigrasi
lebih jauh sepanjang gel dibandingkan dengan segmen B yang berukuran lebih
besar menghasilkan polimorfisme seperti terlihat pada inset disebelah kanan.
KELEBIHAN DAN KEKURANGAN TEKNIK RFLP
RFLP merupakan metode yang mempunyai akurasi yang tinggi dan mudah
ditransfer antar laboratorium, bersifat
kodominan sehingga dapat mendeteksi adanya heterozigositas, tidak diperlukan
informasi sekuen target, dan arena berdasar pada homologi sekuen maka sering
direkomendasikan untuk analisis filogenetik antar spesies yang berkerabat. RFLP cocok untuk membuat peta linkage,
merupakan marker yang locus specific, dan mempunyai kemampuan memisahkan yang
tinggi baik pada tingkat populasi, spesies atau individual. RFLP merupakan teknik yang sederhana, bila
probe tersedia.
Kekurangan RFLP adalah dibutuhkan DNA dengan kemurnian tinggi dalam jumlah
banyak, tidak mungkin dilakukan outomatisasi, pada beberapa spesies mempunyai
level polimorfisme yang rendah, sedikit lokus yang terdeteksi, memerlukan
perpustakaan probe yang sesuai, membutuhkan waktu yang banyak, membutuhkan
biaya yang banyak (Fachtiyah,2006).
Metode Analisis RFLP
RFLP Production
Each organism inherits its DNA from
its parents. Since DNA is replicated with each generation, any given sequence
can be passed on to the next generation. An RFLP is a sequence of DNA that has
a restriction site on each end with a "target" sequence in
between. A target sequence is any segment of DNA that bind to a probe by
forming complementary base pairs. A probe is a sequence of single-stranded DNA
that has been tagged with radioactivity or an enzyme so that the probe can be
detected. When a probe base pairs to its target, the investigator can detect
this binding and know where the target sequence is since the probe is
detectable. RFLP produces a series of bands when a Southern blot is performed with a particular
combination of restriction enzyme and probe sequence.
For example, let's follow a
particular RFLP that is defined by the restriction enzyme EcoR I and the target
sequence of 20 bases GCATGCATGCATGCATGCAT. EcoR I binds to its recognition
seuqence GAATTC and cuts the double-stranded DNA as shown:
In the segement of DNA shown below, you can see the elements
of an RFLP; a target sequence flanked by a pair of restriction sites. When this
segment of DNA is cut by EcoR I, three restriction fragments are produced, but
only one contains the target sequence which can be bound by the complementary
probe sequence (purple).
Let's look at two people and the segments of DNA they carry
that contain this RFLP (for clarity, we will only see one of the two stands of
DNA). Since Jack and Jill are both diploid organisms, they have two copies of
this RFLP. When we examine one copy from Jack and one copy from Jill, we see
that they are identical:
Jack 1: -GAATTC---(8.2 kb)---GCATGCATGCATGCATGCAT---(4.2
kb)---GAATTC-
Jill 1: -GAATTC---(8.2 kb)---GCATGCATGCATGCATGCAT---(4.2
kb)---GAATTC-
When we examine their second copies of this RFLP, we see
that they are not identical. Jack 2 lacks an EcoR I restriction site that Jill
has 1.2 kb upstream of the target sequence (difference in italics).
Jack 2: -GAATTC--(1.8 kb)-CCCTTT--(1.2 kb)--GCATGCATGCATGCATGCAT--(1.3
kb)-GAATTC-
Jill 2: -GAATTC--(1.8 kb)-GAATTC--(1.2 kb)--GCATGCATGCATGCATGCAT--(1.3
kb)-GAATTC-
Therefore,
when Jack and Jill have their DNA subject to RFLP analysis, they will have one
band in common and one band that does not match the other's in molecular
weight:
Let's use RFLP technology to
determine if Jack is the father of Jill's child named Payle. In this scenario,
DNA was extracted from white blood cells from all three individuals and
subjected to RFLP analysis. The results are shown below:
In this case, it appears that Jack
could be the father, since Payle inherited the 12.4 kb fragment from Jill and
the 4.3 fragment from Jack. However, it is possible that another man with
similar RFLP pattern could be as well.To be certain, several more RFLP loci
would be tested. It would be highly unlikely that two men (other than identical
twins) would share multiple RFLP patterns and so paternity could be confirmed.
In a different scenario, DNA was
extracted from white blood cells from all three individuals and subjected to
RFLP analysis. The results are shown below:
This time, it can be determined that Jack is NOT the father
of Payle since Payle has a band of about 6 kb and Jack does not. Therefore, it
is very probable that Payle's father is not Jack, though it is possible that
Payle carries a new mutation at this locus and a different sized band was
produced. What could you do as an investigator to be more certain that Jack was
not the father of Payle?
In this example, we want to know if
a person carries any cystic fibrosis (CF) alleles and if so, how many. Because
CF is a recessive disease, anyonne with CF must be homozygous for disease
alleles. From pedigree information, we can often determine who in this family
is a carrier. However, if a couple comes to a genetic counselor, often an RFLP
analysis is performed on the couple's DNA.
RFLPs are known for CF and so it
would be easy to determine if a person were homozygous wild-type (wt),
heterozygous "carrier", or homozygous disease alleles and thus have
CF.
For couples expecting a child, it
would be simple to test both parents and make a prediction about the eventual
disease status of their fetus. For example, if both parents were homozygous wt,
then all of their children would also be homozygous wt:
However, if both parents were
heterozygous, they could have children with any of the three genotypes, though
heterozygous children would be twice as likely as either of the homozygous
genotypes.
With
increasing genomic sequence information, increasing numbers of genetic disease
can be predicted from RFLP analyses.
To calculate the genetic distance
between to loci, you need to be able to observe recombination. Traditionally,
this was performed by observing phenotypes but with RFLP analysis, it is
possible to measure the genetic distance between two RFLP loci whether they are
a part of genes or not.
Let's look at a simple example in
fruit flies. Two RFLP loci with two RFLP bands possible at each locus:
These loci are located on the same
chromosome for the female (left) and the male (right). The upper locus can
produce two different bands called 1 and 3. The lower locus can produce bands
called 2 or 4. The male is homozygous for band 1 at the upper locus and 2 for
the lower locus. The female is heterozygous at both loci. Thier RFLP banding
patterns can be seen on the Southern blot below:
The male can only produce one type
of gamete (1 and 2) but the female can produce four different gametes. Two of
the possible four are called parental because they carry both RFLP bands from
the same chromosome; 1 and 2 from the left chromosome or 3 and 4 from the right
chromosome. The other two chromosomes are recombinant because recombination has
occurred between the two loci and thus the RFLP bands are mixed so that 1 is
now linked to 4 and 3 is linked to 2.
When these two flies mate, the frequency of the four
possible progeny can be measured and from this information, the genetic
distance between the two RFLP loci (upper and lower) can be determined.
In this example, 70% of the progeny
were produce from parental genotype eggs and 30% were produced by recombinant
genotype eggs. Therefore, these two RFLP loci are 30 centiMorgans apart from
each other (Davidson, 2009).
Contoh
mekanisme praktikum analisis DNA dengan metode RFLP
Alat
dan Bahan
1.
Alat
:
- Tabung
eppendorf
- Tip
- Pipet mikro 0.5-10 mL
- Water bath
- Set alat elektroforesis agarosa
2.
Bahan
:
-
Sampel DNA pelaku (P)
- Sampel DNA tersangka (T1, T2, T3)
- Enzim restriksi (campuran EcoRI dan PstI)
-
ddH2O steril
-
Gel Agarosa
-
Running buffer (TAE 1x)
- Loading buffer
- EtBr
Cara
Kerja
1.
Memasukkan 5 mL
larutan sampel DNA pelaku (P) ke dalam tabung eppendorf steril.
2.
Menambahkan 5 mL
enzim restriksi ke dalam tabung, dan kemudian meresuspensikannya hingga
homogen.
3.
Menginkubasi campuran
pada suhu 370C dengan water bath selama 2 jam.
4.
Mendenaturasi enzim
restriksi dengan cara memasukkan tabung yang berisi campuran yang telah
diinkubasi ke dalam air mendidih selama ± 5 menit.
5.
Menambahkan 3 mL
loading buffer ke dalam 7 mL larutan DNA
plasmid yang telah dipotong dengan enzim restriksi, kemudian meresuspensikannya
hingga tercampur merata.
6.
Memasukkan sampel yang
telah diberi loading buffer ke dalam sumur sampel yang ada
7. Menjalankan elektroforesis dengan arus sebesar 5mV.
8. Melihat hasil elektroforesis dengan UV
transiluminator.
9. Mengulangi langkah 1 sampai dengan 8 pada larutan
sampel DNA tersangka (T1, T2, dan T3).
I.
Hasil
Percobaan
Band untuk pelaku Band tersangka 3
II.
Pembahasan
Pada
praktikum kali ini kami kami melakukakn
elektroforesis dari hasil restriksi dari enzim restriksi. Praktikum dilakukan
dengan tujuan untuk mengetahui siapa pelaku kejahatan dengan membandingkan DNA
pelaku dan DNA para tersangka. Dalam praktikum ini pembandingannya tidak hanya
DNA langsung dielektroforesis namun DNA yang ada ditreatment terlebih dahulu.
Pembandingan DNA ini lebih dikenal dengan nama DNA fingerprinting. Tiap manusia
memiliki susunan DNA yang berbada-beda, dimana perbedaan inilah yang menjadi
kunci utama dalam penbandingan menggunakan DNA fingerprinting. Yang digunakan
dalam identifikasi adalah DNA karena DNA merupakan meteri hereditas yang
menentukan urutan keturunan dalam suatu keluarga secara turun menurun dengan
pola yang acak. DNA yang digunakan
adalah DNA mitokondria dan DNA inti sel. Yang paling akurat sebenarnya adalah
DNA inti sel, karena DNA dalam mitokondria berasal dari garis keturunan ibus
sehingga dapat berubah seiring dengan pernikahan keturunannya. Sedangkan DNA
inti sel tidak dapat berubah. Prinsip dasar dari DNA fingerprinting adalah
pengenalan terhadap daerah pengulangan yang terdapat pada DNA. Daerah
pengulangan ini terdapat dalam intron, dimana disebut dengan VNTR. DNA
fingerprinting terpusat pada bagian VNTRs.
Ada
beberapa metode yang bisa digunakan dalam DNA fingerprinting, yang digunakan
dalam praktikum kali ini adalah metode RFLP (Restriction Fragment Length
Polymorphism). Prinsip dari RFLP adalah bergantung pada pemotongan oleh enzim
restriksi, yang nantinya akan menghasilkan fragmen-fragmen potongan DNA yang
akan dielektroforesis. Enzim restriksi akan memotong DNA pada daerah pemotongan
yang spesifik. Dan kemudian kita membandingkan hasil pemotongan yang terjadi.
Pertama-tama
kami memasukkan ddH2O, RE buffer, BSA dan enzim restriksi. RE beffer berguna
sebagai pengatur pH agar pH reaksi sekitar 7 sehingga nantinya reaksi berjalan
dengan baik, karena kita menggunakan enzim yang bekerja optimum pada pH netral.
BSA=….. Enzim restriksi dalam praktikum kali ini enzim restriksi yang digunakan
adalah EcoR1 dan Pst1 campuran ini disebut master mix. Tujuan dari penggunaan
enzim restriksi adalah agar terjadi pemotongan pada daerah-daerah tertentu.
Untuk EcoR1 pemotongannya pada 5’…G^AATT C…3’ dan enzim EcoR1 ini berasal dari
E. coli. Sedangkan Pst1 memiliki daerah pemotongan 5…G^ACGTC…3’, enzim ini berasal
dari Providencia stuartii.
Setelah
semua komponen untuk RFLP dimasukkan kemudian campuran dibagi menjadi 4 bagian,
dimana masing-masing bagian diberi DNA sampel masing-masing. Campuran diberi
DNA pelaku, tersangka 1,2,3. Setelah itu dilakukan inkubasi pada suhu 37o C
agar enzim restriksi dapat bekerja. Setelah diinkubasi selama 1 jam dilakukan
elektroforesis hasil inkubasi menggunakan gel agarose. Dan setelah
elektroforesis selesai dilakukan pengamatan menggunakan lampu UV. Dan dapat
diamati hasil elektroforesisnya
|
|
Bila dilihat pada gambar diatas pada gel nomor 1 merupakan
gel yang di-insert dengan hasil elektroforesis untuk sampel DNA pelaku,
sedangkan gel 2 untuk tersangka 1, gel 3 untuk tersangka 2, gel 4 untuk
tersangka 3. Dari hasil elektroforesis tersebut kami mecocokan dari ke-empat
gel tersebut mana hasil elektroforesis yang paling mirip dengan hasil
elktroforesis milik pelaku. Jika dibandingkan maka kami mengambil kesimpulan
bahwa tersangka 3 adalah pelaku kejahatannya. Karena bila dilihat dari gambar
diatas ada 3 band pada gel no 4 yang letaknya mirip pada sumur pelaku
kejahatan. Hal ini disebabkan karena pada sumur no 4 dan no 1 mmemiliki sampel
DNA yang sama. Sehingga enzim restriksi memotong pada daerah yang sama sehingga
saat dielektroforesis diperoleh beberapa band yang sama. Namun pada sumur nomor
4 pada bagian atas terdapat band lagi yang tidak terdapat pada sumur no 1. Dan
2 band yang terbentuk tidak sejelas 2 band yang terdapat pada sumur pertama.
Hal ini terjadi bisa disebabkan karena pemotongan oleh enzim restriksi tidak
berjalan dengan baik saat inkubasi berlangsung. Sehingga seharusnya 2 band yang
paling atas pada sumur nomor 4 terpotong oleh enzim restriksi sehingga
dihasilkan band-band yang lebih kecil, tidak terpotong. Jadi 2 band yang
dibawahnya hasilnya hanya sedikit. Dan ketika di elektroforesis hasil band-nya
tidak terlalu terang.
Kurangnya pemotongan ini bisa disebabkan karena saat
percobaan pencampuran sampel DNA dan master mix-nya kurang rata sehingga DNA sampel
yang ada tidak terpotong sepenuhnya oleh enzim restriksi. Selain itu bisa juga
waktu inkubasi yang kurang lama sehingga pemotongan tidak terjadi secara
keseluruhan.
DAFTAR
REFERENSI
A.Kresna
dan Stephanie L. 2006. Praktikum
Teknik Analisa Dna Kp
B Dna Finger Printing. Fakultas
Teknobiologi. Universitas
Surabaya . Diakses 13 Agustus 2010
Davidson.
2009. RFLP Methods. http://www.bio.davidson.edu/COURSES/genomics/method/RFLP.html. Diakses 13 Agustus 2010
Fachtiyah dan Laras Arumingtyas.
2006. Manipulasi Gen & RFLP
Analysis. Laboratorium Biologi
Molekuler dan Seluler. Universitas
Brawijaya : Malang. Diakses 13 Agustus 2010.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar